Peran Transition Finance Perkuat Dekarbonisasi

Desakan untuk mempercepat pembangunan yang berkelanjutan memunculkan beragam skema pendanaan. Salah satunya adalah transition finance yang memiliki peran penting untuk mempercepat peralihan ke penggunaan energi bersih. 

Sesuai namanya, transition finance merupakan pendanaan yang mendukung transisi dari penggunaan energi fosil ke energi hijau. Skema ini menjadi urgen tersebab dua kondisi. 

Di satu sisi, pemanfaatan energi fosil masih diandalkan untuk menyuplai energi secara murah, efisien, dan cepat. Karena itu, keberadaannya tak dapat langsung disetop. 

Namun, di sisi lain pemanfaatan energi kotor itu mesti segera disudahi seiring desakan krisis iklim. Walau demikian, di saat yang sama pemanfaatan energi hijau masih terbatas sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan energi secara sepenuhnya.

Transition finance secara umum menyasar sektor dengan emisi karbon yang intensif, di antaranya batu bara, besi dan baja, semen, dan kimia.

PT PLN jadi perusahaan yang tengah menjajajaki transition finance. BUMN setrum itu mengaku telah mengajukan pendanaan transisi ke bank dan lembaga keuangan internasional.

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi dalam Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2024 (5/3) mengatakan, transition finance menjadi solusi untuk persoalan kebutuhan energi yang akan timbul akibat pensiun dini PLTU batu bara. Dia menyatakan skema ini turut menjadi opsi untuk menutup kekosongan pada skema green financing.

Menurut Evy, transisi energi di sektor ketenagalistrikan membutuhkan proses yang berharap melalui PLTG. Pasalnya, gas dianggap sumber energi fosil yang lebih bersih ketimbang batu bara.

Dia menambahkan PLN sudah menerima tawaran pendanaan transisi dari berbagai lembaga keuangan. Meski demikian, mereka mensyaratkan PLN untuk kelak mengubah PLTG menjadi pembangkit listrik berbasis hidrogen.