Pada 2018, pemerintah Indonesia menerbitkan sukuk hijau bersamaan dengan obligasi hijau. Penerbitan ini mengikuti pengesahan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 60 /POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond). Bedanya dari obligasi hijau, sukuk hijau mengikuti prinsip perbankan syariah.
Setelah penerbitan sukuk hijau global, pada 2019 pemerintah melanjutkannya dengan menerbitkan sukuk hijau ritel. Sukuk ini diarahkan untuk menunjang pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan mendanai proyek-proyek infrastruktur berkelanjutan. Instrumen ini juga diharapkan dapat menarik investor surat berharga negara domestik, terutama yang tertarik dengan pasar keuangan syariah.
Pada tahun 2023, sukuk hijau telah menunjukkan beberapa capaian. Secara kumulatif, instrumen ini berhasil menggalang dana sebesar USD6,9 miliar, dengan rincian USD5 miliar untuk sukuk hijau global, Rp21,86 triliun untuk sukuk hijau ritel, dan Rp 6,73 triliun untuk sukuk hijau berbasis proyek.
Dari aspek profil penyaluran, dana yang digalang mayoritas disalurkan ke sektor transportasi berkelanjutan. Kemudian diikuti sektor resiliensi perubahan iklim, dan proyek-proyek pengelolaan air dan limbah air berkelanjutan.
Adapun sejak diterbitkan, sukuk hijau juga meraih beberapa penghargaan. Pada tahun 2020, ia mendapatkan penghargaan sebagai aset triple A dari International Islamic Finance Awards dan 3G Best Green Initiative of the Year dari Cambridge IFA.
Selanjutnya, pada tahun 2022 dianugerahi Best Islamic Finance Deal oleh Finance Asia. Terakhir, pada 2023 didapuk sebagai Largest Green Sukuk oleh Climate Bond Initative.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.