Sampah elektronik (e-waste) menjadi salah satu tantangan yang dihadapi banyak negara di dunia. Laporan dari Global e-waste Monitor 2024 mengungkapkan bahwa timbulan sampah elektronik tumbuh lima kali lebih cepat ketimbang kapasitas daur ulang.
Masifnya peningkatan e-waste turut terjadi di tanah air. Kementerian Lingkungan Hidup memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, timbulan sampah elektronik akan mencapai 4,4 juta ton.
Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan sampah elektronik untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Secara regulasi, pengelolaan e-waste diatur melalui PP nomor 27 tahun 2020 tentang sampah spesifik, Permen LHK nomor 12 tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Lithium, dan Permen LHK nomor 6 tahun 2022 tentang Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional.
Bali dalam Pusaran E-Waste
Bali memiliki karakteristik unik yang membuat pengelolaan sampah menjadi lebih kompleks. Data dari situs Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali menunjukkan timbulan sampah harian di Bali pada tahun 2025 mencapai 3,4 ribu ton per hari. Dari jumlah tersebut, baru 29 persen atau 916 ton per hari yang berhasil dikelola. Sementara data timbulan e-waste masih minim didapatkan.
"Kondisi ini menjadi ancaman nyata bagi lingkungan, kesehatan, dan masyarakat," tutur Site Manager ecoBali Ni Made Dwi Septiantari, beberapa waktu lalu.
Terlepas dari jenisnya, sampah menyimpan bahaya bila dibiarkan terbengkalai, seperti sampah organik yang bisa menghasilkan gas metana atau sampah anorganik yang mencemari lingkungan, termasuk juga e-waste.
"Sama hal-nya dengan sampah elektronik terbuat dari logam ada penyusun plastik kalau dibiarkan dibuang sembarangan langsung ke alam ada partikel plastik kontaminasi dampaknya tentu negatif," pungkas Dewi.
Sejumlah inisiatif untuk meningkatkan pengelolaan e-waste telah hadir. Salah satunya melalui kampanye Jaga Bumi yang digagas erafone. Dalam kampanye di Bali, erafone menggandeng sejumlah komunitas lokal seperti Ecoway Conservation, Eco Tourism Bali, EcoBali Recycle, Ruang Sekala, Apnea Dewata, serta universitas yang diwakili Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Udayana.
Group Chief HC GA Legal & CSR Erajaya Group Jimmy Perangin Angin mengungkapkan bahwa Bali merupakan salah satu daerah yang potensial untuk digelarnya kampanye Jaga Bumi.
“Kami melihat cukup banyak komunitas ataupun organisasi masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan sampah secara umum sehingga akan sangat menarik jika erafone dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan e-waste secara spesifik,” ujar Jimmy kepada tim Katadata Green (8/10).
Inisiatif Jaga Bumi di Bali sendiri merupakan kelanjutan dari kampanye serupa oleh erafone yang digelar di Jabodetabek pada rentang Maret–Mei 2025 dan Bandung pada Juni–Agustus 2025.
Seperti kampanye di kota lainnya, erafone menyediakan sepuluh dropbox e-waste di sejumlah outletnya di Bali, antara lain; Living World Denpasar, Mall Bali Galeria, Ruko Singaraja, Teuku Umar Marlboro, Trans Studio Mall, Ahmad Yani Utara, Gatot Subroto, Gunung Sanghyang, Teuku Umar, dan Udayana.
“Sebagai kota pariwisata, tentunya penggunaan gawai menjadi salah satu tools penting dalam mendukung ekosistem pariwisata sehingga secara jumlah e-waste kami melihat ada potensi besar yang dalam jangka panjang bisa terus dikolaborasikan dengan lebih banyak pihak,” imbuh Jimmy.
Hingga Agustus 2025 kampanye erafone Jaga Bumi berhasil mengumpulkan 2.255 unit e-waste di seluruh Indonesia. Jumlah ini setara dengan pengurangan emisi karbon sekitar 161,7 ton CO₂ atau 161.700 kg CO₂.
Langkah ini menunjukkan komitmen erafone dalam menjadikan keberlanjutan sebagai fondasi operasional, bukan sekadar kewajiban hukum.
“Dalam satu tahun ini, kami melihat bahwa sedikit demi sedikit masyarakat mulai aware terhadap program ini dan kolaborasi yang lebih meluas. Tentunya kami juga melihat untuk bisa terus berkontribusi secara aktif lebih jauh dan bisa menggandeng lebih banyak pihak untuk bisa berkolaborasi,” pungkas Jimmy.