Bangkai bayi lumba-lumba tergeletak di tepi pasir yang dibiarkan terbuka karena surutnya air di danau Amazon. Kekeringan yang melanda Amazon saat ini adalah kemarau terburuk yang pernah terjadi.
Para peneliti menemukan bangkai hewan tersebut pada hari Rabu (18/9) dan mengukur suhu air yang terus meningkat seiring dengan turunnya permukaan air danau. Pada musim kemarau tahun lalu, lebih dari 200 lumba-lumba air tawar yang terancam punah mati di Danau Tefe karena suhu air yang berlebihan.
“Kami telah menemukan beberapa hewan yang mati. Minggu lalu, rata-rata kami menemukan satu ekor setiap hari,” kata Miriam Marmontel, kepala proyek lumba-lumba di Mamiraua Institute for Sustainable Development kepada Reuters, Kamis (19/9).
Marmontel mengatakan para peneliti belum mengaitkan kematian ini dengan perubahan suhu air, tetapi dengan semakin dekatnya jarak antara populasi manusia, terutama nelayan, dan hewan-hewan tersebut.
Mengeringnya cabang-cabang sungai besar di lembah Amazon akibat kekeringan kritis tahun ini, danau yang terhubung dengan Sungai Solimoes menyusut, menyisakan sedikit ruang bagi lumba-lumba di habitat favorit mereka.
Saluran utama danau ini memiliki kedalaman 2 meter dan lebar sekitar 100 meter. Marmontel mengatakan danau ini digunakan oleh semua lalu lintas kapal, dari kano hingga feri besar. Baru-baru ini, dua lumba-lumba terbunuh ketika perahu menabrak mereka di perairan dangkal.
“Tidak ada yang menyangka kekeringan ini akan datang secepat ini atau membayangkan bahwa kekeringan ini akan melebihi kekeringan tahun lalu,” kata seorang nelayan, Clodomar Lima.
Meskipun kematian lumba-lumba belum mencapai jumlah yang sama dengan tahun lalu, musim kemarau masih menyisakan waktu lebih dari satu bulan lagi. Permukaan air akan terus menurun.
Bukan hanya spesies lumba-lumba langka yang menderita. Komunitas sungai di seluruh Amazon terdampar karena kurangnya transportasi di perairan yang terlalu dangkal untuk perahu. Rumah-rumah terapung mereka sekarang berada di atas tanah yang kokoh.
Bahkan, rumah-rumah yang dibangun di atas air kini berada di tempat yang tinggi dan kering, jauh dari tepi sungai. Penduduk Danau Tefe, Francisco Alvaro Santos, mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya rumah terapungnya berada di luar air.
“Air adalah segalanya bagi kami. Air adalah bagian dari kehidupan kami sehari-hari, alat transportasi bagi semua orang yang tinggal di sini. Tanpa air kami bukan siapa-siapa!” kata Santos.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.