Hamparan perbukitan dan hutan di selatan serta Laut Bali di utara membingkai Desa Pemuteran, Buleleng. Setelah lama terkenal sebagai destinasi wisata bahari, desa pesisir ini berusaha mengembangkan potensi dari hutannya.
Desa Pemuteran bisa dijangkau melalui dua jalur. Dari titik awal Kota Denpasar perlu menempuh perjalanan selama tiga jam. Lainnya bisa melalui Ketapang, Banyuwangi dengan kapal feri yang bertolak ke Gilimanuk, Jembrana selama satu jam. Dari Gilimanuk, Pemuteran hanya berjarak 30 menit saja dengan kendaraan bermotor.
Seperti kebanyakan desa di Bali, mata pencaharian penduduk Pemuteran utamanya berputar pada pertanian dan pariwisata. Beberapa lainnya di pemerintahan atau sektor lainnya.
Pengelolaan hutan di Desa Pemuteran berada di bawah Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Sari Nadi. LPHD didirikan pada 2019 sebagai program perhutanan sosial (PS) dengan skema hutan desa.
Pura Ulun Jagat Kertha di puncak Bukit Udeng-Udengan/Katadata
Mengutip dokumen LPHD Sari Nadi, lembaga PS ini membawahi tiga kelompok tani hutan (KTH) yang bergerak di bidang silvopastura atau wanagembala, konservasi, dan pertanian hutan. Sementara itu, KTH juga mengelola lima kelompok usaha perhutanan sosial.
Kepala LPHD Sari Nadi Nyoman Surya Armaya mengatakan, para pengelola berniat untuk mengembangkan ekowisata. Rencana ini muncul pada 2022, setelah Desa Pemuteran mulai meriah kembali pascapandemi Covid-19.
LPHD belum pernah mengelola kegiatan ini. Salah satu alasannya, mereka merasa obyek wisata yang ditawarkan masih perlu perbaikan.
“Kami sebenarnya yakin wilayah hutan di Pemuteran ini bisa jadi objek wisata, tapi belum kami tata,“ kata Surya pada Tim Katadata Green (29/11/23).
Salah satu jalan setapak di lereng Bukit Udeng-Udengan/Katadata
Alasan lainnya, LPHD baru membenahi organisasinya di tingkat desa. Saat berdiri, kegiatan LPHD berada dalam kewenangan badan usaha milik desa (BUMDes), alih-alih berdiri sendiri. Alasannya, karena ada kegiatan ekonomi dari hutan.
Belum lagi dengan ada rencana ekowisata. Para pejabat desa melihat pengelolaannya lebih strategis di bawah BUMDes.
Surya bercerita, butuh waktu lama untuk meyakinkan pemerintah desa memisahkan LPHD dari BUMDes. Secara kelembagaan dan peraturan, posisi LPHD dan BUMDes setara.
“Ibaratnya, kami kementerian kehutanan, BUMDes kementerian badan usaha milik negara. LPHD dan BUMDes bisa mengelola kegiatannya masing-masing dan saling bantu, tapi harus terpisah,” ujarnya.
Setelah pembicaraan sempat terputus karena pandemi Covid-19, pemerintah desa Pemuteran memutuskan untuk memisahkan kedua lembaga pada 2022. LPHD tetap mengelola kegiatan ekonominya melalui kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), dan lebih leluasa mengembangkan ekowisata.
Tantangan selanjutnya mendapatkan dukungan pemdes untuk mengembangkan ekowisata. Menurut Surya, pengembangan KUPS ekowisata dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak ketiga. Kegiatan ini mencakup permodalan atau investasi.
“Kami mencoba mengajukan, bagaimana kalau BUMDes mendanai lebih dahulu. Karena BUMDes bisa jadi investor terdekat yang bisa diajak kerja sama,“ ujar Surya.
Anggota LPHD dan perangkat desa lainnya dalam rapat pramusyawarah desa/LPHD Sari Nadi
Selain itu, sumber pendanaan lain bisa datang dari penggunaan alokasi dana desa (ADD). Penggunaan ini sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
“Kami juga berharap pemdes mau membantu mengembangkan ekowisata dengan ADD,“ kata Surya.
Akhirnya, dalam rapat pramusyawarah desa Pemuteran pada awal tahun ini, LPHD berhasil mencapai kesepakatan dengan pemdes Pemuteran untuk mendapatkan akses ADD tahun anggaran 2024-2025 untuk infrastruktur ekowisata.
Kepala Desa atau Perbekel Pemuteran I Nyoman Arnawa mengatakan, penggunaan ADD akan melihat dahulu perencanaan dari pengelola. Menurut dia, jumlah anggaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
“Kalau memang ada kebutuhan mendadak, bisa kita ubah. Kalau nanti ada investor, kita bisa buatkan peraturan desa tentang investasi ke ekowisata,“ kata Arnawa.
Sejalan dengan perkembangan ini, KUPS Ekowisata resmi terbentuk melalui rapat perdana pada bulan yang sama.
Menjalin Kemitraan
Sembari menyiapkan kapasitas dan dukungan internal, pengelola juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak eksternal. Surya mengatakan, sejak akhir tahun lalu sudah ada beberapa pihak yang telah berkontak dengan LPHD Sari Nadi.
Dia mengatakan, LPHD selalu berkontak dan berkonsultasi dengan pendamping dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Utara. Menurut dia, semua konsep dan rencana pengembangan ekowisata selalu dikonsultasikan dengan KPH, supaya tetap dalam koridor pemanfaatan perhutanan sosial. Hal ini mencakup rencana infrastruktur ekowisata sampai dengan diskusi dengan investor potensial.
“Kami pastikan rencana ini disetujui dulu. Jadi nanti apapun yang akan kami kembangkan, KPH sudah pasti tahu terlebih dahulu,” ujar Surya kepada Tim Katadata Green (18/1).
Sementara dengan Dinas Lingkungan Kabupaten Buleleng dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Surya pastikan diskusi LPHD dengan KPH disampaikan juga dengan kedua lembaga ini.
Sampai saat ini, LPHD telah menerima bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bantuan ini berwujud pemasangan sumur bor, jaringan irigasi air tanah, dan sumur reservoir. Surya mengatakan, bantuan ini didapatkan melalui fasilitasi dari Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Bantuan ini tidak hanya akan membantu LPHD mencegah kebakaran dan upaya pelestarian hutan, tetapi juga untuk membantu perawatan tanaman dan pepohonan di kawasan Bukit Udeng-Udengan untuk ekowisata.
Sementara itu, anggota pengelola membutuhkan wawasan tentang prinsip-prinsip serta pengelolaan ekowisata.
Untuk meningkatkan kapasitas ini, LPHD Sari Nadi menghadiri lokakarya bertema “Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Ekowisata Berbasis Perhutanan Sosial” yang diadakan Yayasan Bicara Data Indonesia bekerja sama dengan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Lokakarya yang digelar pada 28-30 November 2023 di Desa Pemuteran ini mendiskusikan beragam isu. Misalnya, peningkatan kapasitas tata kelola kelembagaan perhutanan sosial dengan pemerintahan daerah dan pusat, pengembangan ekowisata, dan manajemen organisasi.
Dalam salah satu sesi ahli ekowisata M. Panji Kusumah mengingatkan, ekowisata harus memperhatikan empat aspek, yakni konservasi alam, pemberdayaan masyarakat lokal, pembelajaran berbasis pengalaman, dan rekreasi.
Panji dalam salah satu sesi lokakarya/Katadata
Panji juga menekankan, aspek pencatatan potensi budaya dan ekonomi lokal itu penting. Catatan ini dapat menjadi data bagi pengelola mengembangkan paket wisata, seperti untuk kuliner dan permainan yang bisa disajikan pada pengunjung.
Tentang pengembangan usaha, Surya menyampaikan sudah ada beberapa perusahaan dan pemodal dari luar desa yang tertarik membiayai pengembangan ekowisata. Skema yang dibicarakan cukup beragam, baik dari tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sampai dengan keinginan untuk memodali sarana dan prasarana secara langsung.
“Ini semua dalam perencanaan kami. Kami pastikan kalau kerja sama ini sesuai dengan rencana pengelola LPHD dan ekowisata, memanfaatkan hutan untuk ekonomi masyarakat sekitar tapi juga melestarikannya,“ kata Surya.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.