Katadata Green
Banner

Gotong Royong Desa Dabong Merintis Kembali Wisata Mangrove

Katadata
Avatar
Oleh Hanna Farah Vania 19 Maret 2024, 11.48

Terletak di perbatasan Sungai Kapuas dan laut lepas menuju Pulau Sumatra, membentang hamparan luas hutan mangrove di Desa Dabong. Desa yang memiliki beragam kekayaan alam bahari dari kepiting, udang hingga kepah.

Untuk mengakses desa ini, bisa melalui jalur darat atau sungai dan laut. Jika menggunakan jalur darat, perjalanan dapat memakan waktu 4 hingga 5 jam. Jika menggunakan jalur sungai dan laut, berkisar 1,5 dengan mengendarai speedboat atau 4 jam dengan mengendarai kapal penumpang. 

Mayoritas penduduk Dabong menggantungkan hidup kepada alam. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai petambak hingga nelayan.

Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bentang Pesisir Dabong bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Dabong menyadari potensi besar dari pelestarian mangrove dan hasil bahari. Berbekal izin Perhutanan Sosial skema Hutan Desa, kedua lembaga tersebut merintis ekowisata yang masuk ke dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata Dabong sejak 2017

Dermaga Desa Dabong/ Katadata

Ketua LPHD Bentang Pesisir Dabong Ridwanto mengatakan, tujuannya selaras dengan nafas Perhutanan Sosial, yakni meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat Desa Dabong dengan melestarikan alam.

“Di sini, kami menyadari mangrove dapat menjadi potensi ekowisata dan perannya penting untuk menjaga ekosistem alam,”  kata Ridwanto kepada Tim Katadata Green, pada Sabtu (27/1/24). “Mangrove juga bisa dimanfaatkan dan menghasilkan keuntungan ekonomi,” ujar dia melanjutkan.

Ridwanto bercerita, LPHD lembaga  pertama yang mengeluarkan dana untuk membangun penyangga jalur jelajah mangrove sepanjang 100 meter menggunakan kayu ulin. LPHD Bentang Pesisir Dabong terus mencari dukungan untuk menyelesaikan jalur jelajah mangrove. Akhirnya, LPHD mendapatkan sumber pendanaan dari Bank Pesona sebesar Rp50 juta.

“Setelah itu, kami dibantu oleh desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD), akhirnya terbangun jalur jelajah mangrove sepanjang 1,1 km menggunakan kayu kualitas kelas 3,” ujar Ridwanto.

Sejak resmi dibuka pada 2018, Ekowisata Mangrove Beteng Batang mulai menjadi destinasi favorit masyarakat Kubu Raya. Jalur jelajah mangrove membuka akses kepada pengunjung menikmati bentangan hutan bakau, sekaligus keindahan sungai yang menyatu dengan laut lepas. Tidak hanya itu, pengunjung juga dapat menikmati pantai di antara pepohonan mangrove dan sungai. Pantai tersebut muncul ketika air surut.

Penumpang robin tiba di Pantai Beteng Batang/ Katadata

Namun, awal pandemi Covid-19 mengakibatkan merosotnya jumlah pengunjung yang datang. Padahal, selama 2018-2019, ekowisata mangrove mampu menghasilkan Rp30 juta dalam setahun. Minimnya pengunjung yang datang menurunkan pemasukan ekowisata, sehingga pengelola tidak memiliki cukup dana untuk pemeliharaan kualitas infrastruktur. Alhasil, kayu yang semula kokoh menjadi lapuk tergerus air laut. 

Hingga kini, LPHD Bentang Pesisir Dabong bersama Pokdarwis Desa Dabong terus berupaya bangkit. Sekretaris Pokdarwis Desa Dabong Aisya Fitri mengatakan, kelompoknya sudah mulai memperkuat kelembagaan sejak sebelum pandemi.

“Kami sebetulnya sudah mulai mempersiapkan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART), tapi datang pandemi,” katanya kepada Tim Katadata Green pada Sabtu (27/1/24).

Pokdarwis Desa Dabong sudah memetakan potensi wisatanya dan dituangkan ke dalam sejumlah perencanaan. Aisyah mengatakan, Pokdarwis Desa Dabong sudah berencana mendorong kolaborasi untuk mengembangkan hasil alam dengan ekowisata. Ide awalnya membangun stan khusus untuk kuliner, cinderamata, dan lainnya. Namun, semua rencana pupus karena pandemi melanda.

Saat ini, keduanya sepakat untuk kembali memperkuat kelembagaan. Pokdarwis Desa Dabong berperan sebagai pengelola, sementara LPHD Bentang Pesisir Dabong menjadi penasihat. Tujuan LPHD Bentang Pesisir Dabong adalah agar hutan mangrove terus terjaga dan terhindar dari kerusakan.

Kedua lembaga tersebut ikut merumuskan berbagai paket wisata dan merancang kembali rute perjalanan wisata mangrove. Tidak hanya itu, mereka juga memperbaharui AD/ART. Di dalamnya terdapat penetapan bagi hasil.

Dalam ART Pokdarwis Desa Dabong, ditetapkan bahwa Pokdarwis Desa Dabong mendapatkan 85 persen dari keuntungan, sedangkan LPHD Bentang Pesisir Dabong mendapat 5 persen dan Pemerintah Desa Dabong sebesar 10 persen.

Kedua lembaga juga sudah merencanakan pelibatan mitra. Beberapa di antaranya, yakni Civil Society Organisation (CSO) berbasis di Kalimantan Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan), PT Belantara Sejahtera Mandiri (BSM), Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kubu Raya, serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kubu Raya.



Dukungan Berbagai Pihak

Pemerintah Desa Dabong sangat mendukung pengelolaan ekowisata mangrove ini. Kepala Desa Dabong Bustami mengatakan, ekowisata ini punya potensi besar untuk mendongkrak perekonomian warganya.

“Saya terus mendorong LPHD Bentang Pesisir Dabong untuk berkolaborasi dengan jejaring lembaga Perhutanan Sosial, seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kubu Raya,” kata Bustami kepada Tim Katadata Green, pada Jumat (26/1/24).

Tidak hanya itu, Pemerintah Desa Dabong juga menyambut baik inisiatif kolaborasi dari Disporapar Kubu Raya. Disporapar Kubu Raya akan mendorong Desa Dabong menjadi Desa Wisata prioritas di Kabupaten Kubu Raya. Desa Dabong akan dipersiapkan untuk mengikuti kegiatan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).

Untuk mendorong peningkatan kapasitas pengelola Ekowisata Desa Dabong, Yayasan Bicara Data Indonesia (YBDI) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengadakan kegiatan lokakarya. Acara yang diadakan di Desa Dabong pada 31 Oktober-2 November 2023 tersebut berjudul “Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Ekowisata Berbasis Perhutanan Sosial”.

Anggota Dewan Kehutanan Nasional Nurka Cahyaningsih, salah satu tim ahli yang hadir dalam lokakarya, mengatakan, Desa Dabong memiliki kekayaan alam yang khas dan beberapa di antaranya tidak dimiliki daerah lain. Keunikannya antara lain mangrove, ikan tirus, hingga keanekaragaman hayati lainnya.

Salah satu sesi Lokakarya bersama Yayasan Bicara Data Indonesia/ Katadata

“Semua potensi ini dapat dikemas melalui paket wisata yang menarik, tapi penguatan kelembagaan menjadi langkah utama untuk mewujudkan pengelolaannya,” kata Nurka kepada Tim Katadata Green, Jumat (23/2/24).

Nurka mengatakan, adanya kolaborasi LPHD Bentang Pesisir Dabong dengan Pokdarwis Desa Dabong merupakan sinyal baik. Langkah selanjutnya, kedua lembaga perlu menyamakan pemahaman untuk meminimalisir gesekan. Salah satu solusinya dengan memperkuat struktur kepengurusan KUPS Ekowisata Dabong.

Nurka menyebutkan, masyarakat Desa Dabong harus terus berikhtiar memperkuat kelembagaannya. Selain LPHD Bentang Pesisir Dabong, masyarakat juga perlu memperkuat kelembagaan KUPS Ekowisata Mangrove serta KUPS lainnya. Nurka menekankan bahwa masyarakat perlu membangun jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan.

Salah satunya membuka relasi dengan pemerintah desa serta Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Tujuannya mendapat permodalan strategis, serta membangun kemandirian perputaran ekonomi.

Tidak kalah penting, Nurka mengingatkan masyarakat Desa Dabong untuk menjalankan teknik pemasaran serta merumuskan strategi untuk menarik konsumen. Harapannya, segala upaya tersebut dapat membangkitkan kembali wisata berkelanjutan di Desa Dabong.

Editor : Padjar Iswara
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.