Banner

Ekowisata Dabong: Wisata Bahari di Ujung Kalbar

Toni
Avatar
Oleh Taufik Muhammad 28 Februari 2024, 16.04

Pelabuhan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat siang (26/1). Waktu menunjukkan pukul 11.45, tetapi matahari tertutup awan pekat yang berarak. Cuaca di atas pelabuhan pun tidak terlalu menyengat panas. 

Katadata siang itu sedang bersiap menuju ke Desa Dabong, Kabupaten Kubu Raya. Kala itu, suasana pelabuhan tampak lengang. Hanya ada sejumlah pengemudi speed boat berkerumun. Separuh warung yang ada di pelabuhan tutup, tetapi sebagian lainnya buka kendati hanya ada satu dua pembeli saja.

Pukul 12.15, Katadata berangkat. Untuk mencapai Desa Dabong, speed boat harus melewati salah satu ruas Sungai Kapuas di bagian selatan. Sepanjang perjalanan, beberapa kali arus sungai membuat speed boat berguncang. Pengemudi pun memacu kecepatan lebih kencang, agar arus sungai tidak menghantam laju speed boat

Katadata memilih jalur sungai dan menggunakan speed boat yang menghabiskan waktu dua jam perjalanan. Sebab, jika berangkat lewat jalur darat, waktu tempuhnya bisa lebih lama, empat hingga lima jam. Bila menaiki kapal penumpang, waktu tempuh bisa kurang lebih empat jam. 

Setibanya di Desa Dabong, hawa panas langsung terasa. Namun, sambutan ramah dari penduduk membuat hawa panas itu terlupakan. Saat berjalan menuju rumah warga yang menjadi penginapan, terlihat barisan pohon bakau dan kelapa berdiri merapat di balik permukiman penduduk. 

Pemukiman penduduk di Desa Dabong (Toni)

Hawa panas dan pemandangan pohon bakau biasa ditemui di wilayah pesisir pantai, termasuk di Desa Dabong. Bahkan, sebagian besar wilayah Desa Dabong dikelilingi oleh hutan mangrove yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai Hutan Desa. 

Sejak 2 Desember 2019, Desa Dabong meresmikan lokasi ekowisata yang menawarkan kegiatan susur hutan mangrove menuju Pantai Beteng Batang yang terletak di ujung desa. Pembangunan infrastruktur ekowisata pada mulanya diinisiasi oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bentang Pesisir Dabong. 

Selama 2016 -2018, pengurus LPHD Desa Dabong mengawali pembangunan jalur trekking di hutan mangrove dengan kayu ulin kurang lebih sepanjang satu kilometer. Selanjutnya pemerintah desa setempat bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Dabong membangun trekking sampai ke Pantai Beteng Batang. 

Menurut Sekretaris Pokdarwis Desa Dabong Aisyah Fitriani, pembuatan jalur yang diteruskan oleh pemerintah desa dan pokdarwis menggunakan kayu golongan tiga. Lantaran tidak sekokoh kayu ulin, saat pandemi Covid-19 jalur trekking lanjutan itu akhirnya terbengkalai dan rusak.

"Karena rusak, jadi untuk menuju pantai kami baru bisa menyediakan robin atau sampan. Belum ada anggaran untuk memperbaiki jalur trek tersebut," ujar Aisyah saat diwawancarai Katadata, Sabtu (27/1). 

Kondisi ini sebenarnya sangat disayangkan, sebab kata Aisyah, sebelum pandemi Covid-19 Ekowisata Desa Dabong sempat ramai dikunjungi wisatawan. Saat itu, pengunjung yang datang bisa mencapai ratusan orang pada akhir pekan.

Menurut Aisyah, daya tarik utama Ekowisata Desa Dabong, yakni suasana saat menyusuri hutan mangrove. Saat berjalan di jalur trekking, pengunjung bisa menikmati rimbunnya barisan pohon mangrove, sekaligus menghirup udara segar. Suasana itu jarang ditemui para pengunjung dari kawasan perkotaan. 

“Orang-orang yang datang sebelum pandemi bisa ratusan pengunjung. Kebanyakan mereka datang dari Pontianak. Ada juga turis mancanegara seperti dari Hongkong, Australia, dan China,” ujar Aisyah melanjutkan.

Pantai Beteng Batang Desa Dabong (Toni)

Turis mancanegara, kata Aisyah, biasanya datang untuk meneliti kekayaan mangrove dan lahan gambut yang ada di sekitar Desa Dabong. Mereka juga mempelajari cara menjaga kelestarian hutan dan pemanfaatan mangrove untuk kebutuhan hidup. 

Selain itu, turis mancanegara juga menggandrungi kuliner Desa Dabong yang menyuguhkan aneka makanan olahan hasil tangkapan laut, seperti kerang, kepiting, udang, dan ikan. Hasil tangkapan laut itu kemudian dimasak dengan saus khas racikan penduduk setempat.  

Salah satu pengunjung dari Pontianak Toni mengatakan, menyukai hidangan kuliner yang dimasak oleh warga sekitar Desa Dabong. Menurut dia, kuliner laut khas Dabong terasa lebih nikmat dibandingkan dengan makanan buatan restoran seafood yang ada di kota. 

"Mungkin karena yang membuat bumbunya mengetahui turun temurun cara mengolah hasil tangkapan laut. Jadinya terasa lebih segar dan nikmat," kata Toni yang datang setelah mengetahui informasi dari temannya, Sabtu (27/1). 

Salah satu anggota Pokdarwis Desa Dabong Sutarto mengatakan, khusus hasil tangkapan seperti kepiting, pengunjung bisa melihat tambaknya secara langsung. Akan ada fasilitas robin atau perahu sampan dari Pokdarwis untuk mengantar pengunjung melihat tambak kepiting yang terletak di tengah hutan mangrove. 

Penduduk Desa Dabong tengah menangkap kepiting di tambak (Toni)

“Nanti pengunjung bisa diajak dan diajari cara menangkap kepiting,” kata Sutarto, kala ditemui tim Katadata di Balai Desa, Sabtu (27/1).  Sepanjang perjalanan menyusuri sungai itu nanti pengunjung bisa melihat berbagai jenis flora dan fauna. “Ada juga fauna khas Kalimantan seperti Bekantan,” ujar Sutarto melanjutkan. 

Ketua LPHD Bentang Pesisir Dabong Ridwanto mengatakan, Ekowisata Desa Dabong bisa dikembangkan lebih jauh, tidak sekadar susur hutan mangrove semata. Ekowisata Desa Dabong dapat menawarkan kegiatan edukasi alam, khususnya yang terkait dengan biota laut.  

Lebih lanjut, kata Ridwanto, mayoritas penduduk Desa Dabong bekerja di sektor kelautan. Mereka umumnya bekerja sebagai nelayan atau petambak hewan-hewan laut, seperti kepiting, udang, dan ikan tirus. Hal ini sebenarnya menjadi sebuah keunikan yang bisa dimanfaatkan sebagai potensi paket wisata. 

“Nah ini bisa kami tarik kesesuaiannya antara paket wisata yang dijual dengan kondisi riil yang ada di lapangan. Jadi wisatanya perpaduan antara hutan dan laut,” kata dia, Minggu (28/1).

 

Reporter : Taufik Muhammad Editor : Padjar Iswara
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.