Banner

Jalan Terjal Membangun Kembali Ekowisata di Kaki Gunung Semeru

Katadata
Avatar
Oleh Hanna Farah Vania 2 April 2024, 16.05

Hutan damar terbentang luas di kawasan Wanawisata Siti Sundari, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Ekowisata ini berada di Desa Burno. Kawasan ini pernah menjadi hutan produksi dan warga Desa Burno menyulapnya menjadi kawasan ekowisata sejak 2018. 

Namun, Wanawisata Siti Sundari kini mati suri. Wisata alam ini sepi pengunjung. Pada hari biasa, para pelancong yang datang bisa dihitung jari, sedangkan ketika akhir pekan jumlah pengunjung meningkat meskipun tidak terlalu signifikan.

Para pengunjung umumnya para pendaki yang hendak bersiap naik ke Gunung Semeru atau warga sekitar Kabupaten Senduro yang sedang mencari hiburan. Wanawisata Siti Sundari sempat ramai pada 2018-2019. Saat itu pengunjung bisa mencapai tiga ribu dalam sehari.

Menurut Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wono Lestari Tahun 2006-2021 sekaligus Perintis Wanawisata Siti Sundari, Edi Santoso,  penurunan pengunjung akibat Covid-19. Saat berusaha bangkit, LMDH mengalami perubahan kelembagaan.

“Dulu kami mendapat izin Kulin-KK (Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan) sejak 2017 dan bekerja sama dengan Perum Perhutani untuk mengelola Wanawisata Siti Sundari seluas 9 hektare,” kata Edi kepada Tim Katadata Green, Rabu (24/1).

Kawasan Wanawisata Siti Sundari yang masuk ke dalam Program Perhutanan Sosial/Katadata.

Namun kini, kata Edi, pengelolaan Wanawisata Siti Sundari sedang menghadapi ketidakpastian. Adanya peraturan baru Perhutanan Sosial mengharuskan kelembagaannya bertransformasi.

Saat ini, program Perhutanan Sosial diatur regulasi baru, yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Semenjak KHDPK diberlakukan, kawasan yang masuk ke dalam kemitraan kehutanan, skemanya akan berubah menjadi Perhutanan Sosial lainnya; Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm) atau Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Perubahan ini menjadikan Perhutanan Sosial di Desa Burno tidak lagi dibina oleh Perum Perhutani, melainkan langsung dibina oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

“Hingga saat ini, pengelolaan masih belum berjalan karena kami masih menunggu kepastian skemanya akan berubah menjadi HKm atau Hutan Desa,” ujar Edi.

Walaupun masih menunggu, semangat masyarakat Desa Burno tidak padam. Saat ini, beberapa tokoh masyarakat memetakan potensi yang mereka miliki dan merumuskan perencanaan pengembangan wisata. Mereka merumuskan beragam paket wisata yang akan ditawarkan, seperti wisata alam, edukasi, hingga petualangan.

Kantor KTH-LMDH Wono Lestari dan plang paket wisata edukasi yang beroperasi sebelum pandemi/Katadata.

Salah satu warga yang turut berikhtiar membangun kembali Siti Sundari adalah Endro Sampurno. Dia Sekretaris KUPS Wanawisata Siti Sundari periode Tahun 2020-2021. Menurut Endro, sambil menunggu kepastian, pengelola perlu berbenah. Saat ditemui tim Katadata Green pada Selasa (23/1), Endro menyebutkan bahwa Ekowisata Siti Sundari masih terkendala minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM).

“SDM kami masih belum mumpuni untuk berkecimpung di sektor pariwisata. Kami juga masih minim pemahaman akan keorganisasian,” kata Endro.

Mayoritas masyarakat di Desa Burno berprofesi sebagai peternak susu sapi perah. Karena itu, Endro dan sejumlah tokoh masyarakat melihat peluang sapi perah dapat menjadi objek wisata edukasi. Namun, pemahaman menjadikan sapi perah sebagai wisata masih kurang. 

Menurut Endro, bantuan peningkatan kapasitas dan kemampuan untuk menguasai keduanya paling dibutuhkan saat ini. “Kami sangat ingin bergerak meningkatkan kapasitas dan mulai kembali mengelola ekowisata ini. Tapi masih terkendala hal di luar kontrol kami,” ujarnya.

 

Dukungan Pemerintah Daerah

Kepastian kelembagaan perhutanan sosial Desa Burno bergantung pada Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Jawa Timur Wilayah Lumajang. Sebab, CDK menjadi kepanjangan tangan KLHK yang akan memberi Surat Keputusan (SK) terbaru.

Saat ini, CDK sedang mengupayakan transformasi kelembagaan KPS di Kabupaten Lumajang.  Lembaga tersebut berkomitmen memprioritaskan transformasi LMDH Wono Lestari. Menurut Kepala CDK Lumajang Achmad Ahyani, CDK Lumajang sedang menunggu SK terbaru dari KLHK. Di samping itu, lembaga tersebut terus berupaya mendampingi proses transformasi dan memperkuat kelembagaan.

“Setelah proses transformasi selesai, kami akan mendampingi masyarakat membentuk skema Perhutanan Sosial, “ kata Ahyani saat ditemui tim Katadata Green pada Senin (22/1/24). Setelah itu, ujar dia,” selanjutnya memperbaharui KUPS dan menguatkan kelembagaannya, dan bersama-sama masyarakat Burno merancang kembali master plan.” 

CDK Lumajang menargetkan penyelesaian proses transformasi kelembagaan di seluruh Kabupaten Lumajang pada awal  2024. Per awal Maret, CDK sudah mengirimkan surat pengajuan transformasi kelembagaan kepada KLHK dan sedang menunggu kabar terkait SK baru dari KLHK.

Setelah Desa Burno mengantongi SK baru, Ahyani mengatakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya perlu turut membantu membangun kembali Wanawisata Siti Sundari.

Selain CDK, sejumlah lembaga pemerintah daerah ikut mendorong terwujudnya transformasi kelembagaan Desa Burno. 

Para tokoh masyarakat saling berdiskusi mengenai pengembangan ekowisata dalam kegiatan “Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Ekowisata Berbasis Perhutanan Sosial” yang diinisiasi oleh Yayasan Bicara Data Indonesia (YBDI) bersama KLHK dan Kementerian Dalam Negeri, Kamis (19/10/23)/Katadata.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang Yuli mengatakan, Desa Burno memiliki potensi besar. Namun, kondisi kelembagaan tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat setempat memaksimalkan pengelolaan hutan lestari di Desa Burno. Dinas Pariwisata Lumajang juga berupaya melakukan beberapa pertemuan sebagai wadah diskusi tokoh masyarakat setempat.

“Kami sempat melakukan beberapa FGD (focused group discussion) untuk memetakan peran para lembaga agar persoalan kelembagaan ini cepat selesai,” katanya kepada Tim Katadata Green, pada Selasa (23/1/24).

Melalui Dinas Pariwisata, Kabupaten Lumajang kini mengembangkan Integrated Area Development (IAD), pengembangan wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial. Yuli memiliki harapan besar agar Desa Burno dapat terlibat aktif dalam pengembangan IAD tersebut.

Saat ini, IAD di Lumajang sudah meliputi lima desa di dua kecamatan dengan total luasan mencapai 4.189 hektare (ha). Kawasan ini menjadi potensi besar wisata karena berfokus pada penggabungan wisata alam yang berada di dekat Gunung Semeru.

Harapannya, Wanawisata Siti Sundari dapat menjadi bagian dari IAD karena daya tariknya yang dapat menjadi tempat peristirahatan pada pendaki sebelum naik ke Gunung Semeru.

 

Reporter : Hanna Farah Vania Editor : Fitria Nurhayati
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.