Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Institute for Essential Services Reform (IESR), Center of Reform on Economics (CORE), serta Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) membentuk konsorsium riset dan menghasilkan kajian yang bertajuk “Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Standar Kualitas Bahan Bakar Minyak pada Aspek Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi”. Dalam kajian ini, konsorsium riset menemukan bahwa sektor transportasi berkontribusi signifikan terhadap polusi udara di kota-kota besar di Indonesia.
Sektor transportasi menyumbang polusi udara Jakarta hingga 94,8 ton per hari. Dalam sektor transportasi, sepeda motor menjadi kontributor terbesar polusi udara (63 persen), lalu diikuti oleh mobil BBM (21 persen), hingga truk (11 persen).
Kajian konsorsium memperlihatkan bahwa rendahnya kualitas BBM bersubsidi menjadi salah satu faktor utama polusi udara. BBM bersubsidi, yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia, masih memiliki kadar sulfur yang tinggi, atau di atas 50 ppm. Fenomena ini mengakibatkan pembakaran bahan bakar tidak sempurna dan menghasilkan polutan yang terlepas ke udara.
Rendahnya kualitas BBM mengakibatkan beragam penyakit, beberapa di antaranya adalah penyakit pernapasan. Laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga menunjukkan klaim penyakit yang berkaitan dengan polusi udara pun terus meningkat sejak 2020. Pada 2023, angka total klaim sepuluh penyakit mencapai Rp1,1 triliun rupiah. Klaim penyakit yang berkaitan dengan polusi udara mencakup ISPA, pneumonia, influenza, hingga penyakit jantung iskemik.
Kajian ini juga memperlihatkan bahwa peningkatan kualitas BBM dengan menggunakan standar Euro 4, atau mengurangi kadar sulfur dengan standar 50 ppm, mampu mengurangi kasus penyakit terkait polusi udara. Salah satunya adalah kasus jantung iskemik, dengan mengurangi 69 persen kasus pada 2030.