Peningkatan kualitas BBM ke standar EURO 4 bisa berkontribusi signifikan terhadap kualitas kesehatan, mengurangi risiko penyakit dan biaya pengobatannya. Kepala Research Center for Climate Change Environmental Health Universitas Indonesia (RCCC UI) Prof. Budi Haryanto mengatakan transportasi darat berkontribusi 47 persen terhadap polusi udara.
Alhasil, jika ingin membereskan masalah polusi udara di perkotaan maka bisa dimulai dengan meningkatkan kualitas BBM menjadi lebih bersih. “Mengganti dengan BBM bersih bisa menyelesaikan separuh masalah polusi,” ujar Budi dalam media workshop bertema Perbaikan Tata Kelola BBM untuk Mengatasi Persoalan Polusi Udara, Kesehatan dan Ekonomi yang digelar Katadata Green dan Indonesian Data Journalism Network (IDJN), Selasa (11/2/2025) di Jakarta.
Paparan polusi udara, terutama partikel halus PM2.5, memiliki dampak serius terhadap kesehatan. Data dari Jakarta menunjukkan bahwa setiap peningkatan 15 µg/m³ kadar PM2.5 dapat meningkatkan kasus pneumonia hingga 20 persen.
Selain itu, risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) juga naik sebesar 27 persen dengan peningkatan konsentrasi PM2.5 yang sama. Tak hanya itu, paparan polusi ini turut berkontribusi pada lonjakan 37 persen kasus penyakit jantung iskemik. Temuan ini, kata dia menegaskan betapa pentingnya pengendalian polusi udara demi kesehatan masyarakat.
Euro-4 untuk Udara yang Lebih Bersih dan Sehat
Salah satu upaya untuk mengurangi polusi udara bisa dilakukan dengan mengadopsi BBM bersih Euro-4. Pemerintah merencanakan adopsi Euro-4 secara bertahap. Pada tahun 2025 sebanyak 34 persen, 66 persen pada 2026 dan 100 persen Euro-4 pada 2028.
Dengan adanya rencana ini, pihaknya telah menganalisis dan mengkaji terkait polusi udara dikaitkan dengan skenario jika Euro 4 diterapkan. Pihaknya melakukan studi lebih dari 5300 paper jurnal yang menyatakan bahwa polusi udara berkaitan dengan berbagai macam penyakit.
“Kita melakukan kajian pada saat dilakukan intervensi dari perbaikan kualitas BBM, bagaimana penyakitnya. Kita coba menganalisis semuanya sehingga bisa ditemukan tren hubungan antara peningkatan kualitas BBM dengan penyakit yang diderita masyarakat,” ucap Budi.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai kualitas udara dan penyakit. Dari berbagai data yang dikumpulkan dari Kementerian Kesehatan, Dinkes DKI Jakarta, BPJS Kesehatan, KLHK, DLH DKI Jakarta, BMKG, dan BRIN lalu dianalisis dan dilakukan modelling proyeksi sesuai skenario yang diterapkan.
Berdasarkan hasil proyeksi, jika skenario BBM Euro 4 diterapkan hingga 2030, maka kasus pneumonia diperkirakan menurun hingga 86 persen. Dampaknya, klaim BPJS untuk penyakit ini bisa berkurang hingga Rp246 miliar pada tahun 2030.
Selain itu, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) diprediksi turun 84 persen dalam periode 2024-2030, dengan pengurangan klaim BPJS mencapai Rp36 miliar hingga tahun 2030. Sementara itu, jika standar BBM Euro 4 diterapkan, kasus penyakit jantung iskemik berpotensi berkurang hingga 69 persen pada 2030. Hal ini dapat menurunkan klaim BPJS hingga Rp268 miliar.
Langkah Kementerian Kesehatan
Ketua Tim Kerja Penyehatan Air, Udara Tanah dan Kawasan Kementerian Kesehatan Ely Setyawati mengatakan polusi udara harus diatasi dari hulu sampai ke hilir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengupayakan berbagai strategi untuk meningkatkan kualitas udara dan mengurangi dampak kesehatannya.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara secara harian, bulanan, dan tahunan menggunakan sensor di dalam dan luar ruangan. Selain itu, Kemenkes juga menerapkan sistem surveilans untuk mendeteksi dini risiko kesehatan akibat polusi udara, khususnya pada kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.
Untuk menekan risiko kesehatan, Kemenkes menyediakan sistem peringatan dini (early warning) yang secara berkala menyiarkan hasil pemantauan kualitas udara. Jika tingkat polusi meningkat, masyarakat akan mendapatkan rekomendasi pembatasan aktivitas luar ruang melalui aplikasi Satu Sehat sebagai bagian dari promosi kesehatan.
Dari sisi pengendalian, Kemenkes berupaya menekan emisi dan debu dengan mengontrol polusi dari industri, rumah tangga, serta kendaraan bermotor. Selain itu, pembakaran sampah juga dibatasi guna mengurangi pencemaran udara.
Sebagai langkah adaptasi, Kemenkes memperkuat layanan kesehatan bagi masyarakat yang terdampak polusi udara. Riset mengenai penyakit terkait polusi dan tata laksananya terus dikembangkan agar penanganannya lebih efektif di masa depan.
“Kita terus melakukan edukasi dan sosialisasi agar masyarakat bisa menikmati udara yang bersih,” ucap dia.