Parlemen Uni Eropa resmi memperpanjang tenggat waktu implementasi regulasi anti-deforestasi dari sebelumnya akhir 2024 menjadi 30 Desember 2025.
Penundaan ini disepakati agar seluruh pemangku kepentingan dapat mempersiapkan diri dengan lebih seksama untuk menaati kebijakan anti deforestasi yang menyasar produk dari peternakan, kayu, cokelat, kedelai, minyak sawit, karet dan beragam produk turunannya. “Dewan [Uni Eropa] telah menyelesaikan tahap terakhir prosedur formal legislatif. Regulasi ini akan segera ditandatangani dan akan berlaku sebelum akhir tahun 2024,” tulis Uni Eropa dalam keterangan resmi.
Regulasi anti deforestasi Uni Eropa pertama kali diterbitkan pada 29 Juni 2023, tetapi segera mendapatkan tantangan keras dari berbagai negara termasuk Indonesia. Pada 16 Oktober 2024, Komisi Eropa setuju untuk memperpanjang tenggat waktu hingga 12 bulan tetapi baru pada 3 Desember 2024, Komisi dan Parlemen UE menyepakati penundaan tersebut.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut baik penundaan tersebut. "Seruan kami telah didengarkan," kata Ketua Gapki Eddy Martono, yang juga mendesak UE untuk menerima standar keberlanjutan Indonesia dan mengakui upaya anti deforestasi yang telah dilakukan. Minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, yang juga adalah penyebab utama deforestasi. Berdasarkan Global Forest Watch, Indonesia kehilangan hampir 300.000 hektare hutan primer pada 2023, meningkat dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih rendah dari puncaknya pada 2016.
Uni Eropa berkali-kali menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hambatan dagang dan tidak diskriminatif karena menyasar semua produk dari luar Uni Eropa. Adapun cakupan regulasi anti deforestasi ini antara lain:
Latar belakang:
Tujuan:
Cakupan:
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.