Inggris akan menjadi negara anggota G7 yang pertama kali mengakhiri penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara. Hal ini ditandai dengan penutupan PLTU terakhirnya, Ratcliffe-on-Soar di Midlands, Inggris, pada Senin (30/9). Penutupan PLTU ini mengakhiri 140 tahun penggunaan energi batu bara di Inggris.
Pada 2015, Inggris mengumumkan rencana untuk menutup PLTU batu bara dalam satu dekade ke depan. Hal ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas dari negara tersebut untuk mencapai target iklimnya. Pada waktu itu, hampir 30% dari tenaga listrik di Inggris berasal dari PLTU batu bara. Namun, listrik yang berasal dari energi fosil ini semakin menurun kontribusinya hingga menjadi 1% pada 2023.
“Inggris telah membuktikan, sangat mungkin untuk menghentikan penggunaan tenaga batu bara dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Julia Skorupska, Kepala Sekretariat Powering Past Coal Alliance, sebuah kelompok yang beranggotakan sekitar 60 pemerintah negara yang berusaha untuk mengakhiri penggunaan tenaga batu bara, seperti dikutip Reuters, Senin (30/9).
Penurunan penggunaan tenaga batu bara telah membantu mengurangi emisi gas rumah kaca Inggris, yang telah berkurang lebih dari separuhnya sejak tahun 1990. Inggris memiliki target untuk mencapai nol emisi bersih pada tahun 2050. Negara ini juga berencana untuk mendekarbonisasi sektor listrik pada tahun 2030. Target tersebut akan membutuhkan peningkatan cepat dalam energi terbarukan, seperti angin dan matahari.
“Era batu bara mungkin telah berakhir, namun era baru pekerjaan energi yang baik untuk negara kita baru saja dimulai,” ujar Menteri Energi Michael Shanks dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email.
Emisi dari sektor energi menghasilkan sekitar tiga perempat dari total emisi gas rumah kaca. Para ilmuwan mengatakan penggunaan bahan bakar fosil harus dibatasi untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam perjanjian iklim Paris.
Pada April lalu, negara-negara industri besar G7 sepakat untuk menghentikan penggunaan tenaga batu bara pada paruh pertama dekade mendatang. Namun, mereka juga memberikan kelonggaran bagi negara-negara yang sangat bergantung pada batu bara. Dualisme ini menuai kritik dari kelompok-kelompok lingkungan hidup.
“Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa target 2035 tercapai dan dimajukan ke 2030, terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman,” ujar Christine Shearer, Analis Riset, Global Energy Monitor kepada Reuters.
Energi batu bara menghasilkan lebih dari 25% listrik di Jerman dan lebih dari 30% listrik di Jepang.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.