Mahkamah Internasional akan mengadakan sidang terbuka mulai tanggal 2 Desember dalam kasus opini penasihat yang dapat menjadi titik acuan dalam mendefinisikan kewajiban hukum negara-negara untuk memerangi perubahan iklim.
Mahkamah Internasional (ICJ), yang dikenal sebagai Mahkamah Dunia, adalah pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan sengketa internasional.
Pada 2023, Majelis Umum PBB meminta pendapat resmi tentang pertanyaan-pertanyaan termasuk apakah negara-negara besar yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dapat bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan pada negara-negara kepulauan kecil.
Meskipun pendapat penasihat ICJ tidak mengikat menurut hukum internasional, pendapat tersebut penting secara hukum dan politik.
Pendapat tentang perubahan iklim, yang diharapkan akan keluar pada 2025, kemungkinan akan dikutip dalam ribuan gugatan hukum terkait iklim yang tertunda di pengadilan di seluruh dunia.
Dalam pernyataan pada hari Jumat, pengadilan mengatakan 62 negara dan organisasi termasuk Australia, Brasil, Uni Eropa, Grenada, Jepang, Mikronesia, Filipina, Seychelles, Inggris, Amerika Serikat, dan Vanuatu telah mengajukan komentar tertulis sebelum batas waktu 15 Agustus.
Pendapat ICJ akan mengikuti pendapat-pendapat lain di pengadilan internasional, termasuk putusan Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut pada bulan Mei yang menyatakan bahwa gas rumah kaca merupakan pencemaran laut dan bahwa negara-negara harus melindungi lautan.
Dikutip dari Reuters, Jumat (16/8), kasus yang serupa dengan kasus ICJ juga sedang berlangsung di Pengadilan Hak Asasi Manusia Inter-Amerika, yang memiliki yurisdiksi atas 20 negara Amerika Latin dan Karibia.