Katadata Green
Banner

Perubahan Iklim di India: Mengabaikan Peringatan Lingkungan?

123rf.com/Andrey Kryuchkov
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 17 Agustus 2024, 10.09

Tanah longsor di negara bagian Kerala selatan merupakan bencana lingkungan terbaru dari serangkaian bencana yang muncul, menimbulkan pertanyaan apakah India perlu menangani perubahan iklim dengan lebih serius.

Prasanna Kumar, seorang penyintas tanah longsor mematikan yang melanda distrik Wayanad di Kerala pada 30 Juli, melihat saudara perempuannya dan keluarganya tersapu oleh pusaran air berlumpur yang kuat. Beberapa orang lainnya yang sedang tidur dan ikut terhanyut.

"Saya telah melihat banyak tanah longsor di wilayah ini, tetapi ini sangat menghancurkan. Tanah berguncang dan tanah di bawah kaki saya runtuh dalam sekejap mata. Ada jejak kematian dan kehancuran setelahnya," kata Kumar kepada Deutsche Welle dari kamp pengungsian.

Ekosistem yang rapuh

Upaya penyelamatan sekitar 200 orang yang masih hilang, termasuk kerabat Kumar, mulai dihentikan. Bencana alam tersebut telah merenggut lebih dari 300 nyawa dan menyebabkan kerusakan pada properti dan infrastruktur. 

Hal ini memicu perenungan tentang apakah India harus mengambil lebih banyak langkah untuk menghindari bencana lingkungan di masa mendatang.

Direktur Pusat Sains dan Lingkungan New Delhi Sunita Narain menyoroti bencana alam di wilayah Himalaya sebagai contoh lingkungan yang tidak mampu menahan aktivitas merusak seperti penggundulan hutan dan pembangunan yang tidak dipikirkan matang-matang.

Tahun lalu, kota Joshimath di negara bagian Uttarakhand dilaporkan tenggelam dengan retakan terlihat di gedung-gedung dan jalan-jalan kota. 

Pada bulan Oktober, bendungan yang menampung danau glasial di Sikkim jebol. Bulan berikutnya, 40 pekerja India terperangkap  selama 17 hari di bagian terowongan Silkyara di Himalaya yang runtuh.

"Itu hanyalah salah satu contoh bagaimana kita membuat proyek hidroelektrik di wilayah Himalaya yang rapuh ini tanpa berpikir panjang. Bukankah seharusnya ada perencanaan yang lebih baik untuk memutuskan apa yang baik bagi manusia dan ekologi? Yang penting adalah kita harus memiliki pilihan mata pencaharian yang layak bagi masyarakat di wilayah yang penuh dengan masalah ini," kata Sunita kepada Deutsche Welle.

Pejabat mengabaikan rekomendasi dari para ahli ekologi

Di Kerala, wilayah Western Ghats tempat tanah longsor terjadi juga merupakan wilayah yang sensitif secara ekologis, di mana saran dari para ahli lingkungan diabaikan. 

Penambangan dan penggundulan hutan dilakukan di lokasi yang tidak sesuai atau berbahaya.

Panel ahli yang dipimpin oleh Ilmuwan Lingkungan Madhav Gadgil merekomendasikan pada 2010 agar 75% dari wilayah Western Ghats seluas 129.037 kilometer persegi dinyatakan peka terhadap lingkungan, dengan alasan hutannya yang lebat dan keberadaan banyak spesies endemik. 

Namun, angka ini dikurangi menjadi 50% hanya tiga tahun kemudian berdasarkan rekomendasi oleh panel kedua.

Ada 5.924 tambang di Kerala, termasuk di zona yang paling rentan secara ekologis, menurut media daring Mathrubhumi, mengutip laporan Madhav Gadgil. 

Meskipun tidak semua penambangan disetujui pemerintah, penegakan hukum untuk menindak penambangan tanpa izin masih kurang.

Madhav Gadgil menghubungkan tragedi tanah longsor tersebut dengan kegagalan pemerintah Kerala dalam menerapkan rekomendasi ekologi penting.

"Ada hubungan langsung antara penggalian batu keras dan kegagalan lereng dalam bentuk tanah longsor, terutama di tempat seperti Wayanad," kata Madhav kepada media India.

Haruskah India memperbarui sistem peringatan cuaca?

Hampir setengah dari Kerala terdiri dari perbukitan dan daerah pegunungan dengan kemiringan melebihi 20 derajat.

Landslide Atlas of India menunjukkan penilaian risiko terkini, berdasarkan hampir 81.000 tanah longsor yang terjadi di 17 negara bagian di negara tersebut antara tahun 1998 dan 2022, menunjukkan bahwa Kerala mengalami 6.039 tanah longsor dan merupakan yang paling parah dilanda di antara negara bagian non-Himalaya.

Perubahan iklim yang disebabkan manusia telah memperparah cuaca ekstrem di India, termasuk gelombang panas dan banjir. Peristiwa semacam itu kemungkinan akan memperburuk bencana di daerah yang sudah sensitif, seperti di lereng curam Kerala. 

Sebelum bencana terjadi, curah hujan yang luar biasa besar sebesar 572 milimeter dilaporkan tercatat di Wayanad hanya dalam waktu 48 jam, yang memicu tanah longsor besar.

Ahli Meteorologi dari Pusat Sains Atmosfer Nasional dan Departemen Meteorologi di Universitas Reading Inggris Akshay Deoras meminta India untuk menyesuaikan sistem peringatan saat ini guna mencerminkan perubahan dramatis dalam iklim yang dialami negara tersebut.

"Keefektifan sistem peringatan berkode warna saat ini dan bahasa yang digunakan dalam peringatan atau prakiraan harus diperiksa ulang dengan berkonsultasi dengan semua pemangku kepentingan di negara ini, termasuk media, warga negara, pasukan tanggap bencana, dan pemerintah negara bagian. Cara tradisional dalam mengelola bencana tidak akan berhasil untuk kejadian seperti itu," kata Akshay.

Ia menyarankan agar sistem peringatan dini di India dibuat lebih kuat dengan memanfaatkan radar Doppler, satelit, observasi waktu nyata, dan komunikasi langsung dengan masyarakat.

"Fokusnya juga perlu terhadap peningkatan model prediksi cuaca. Ahli meteorologi harus diberi wewenang untuk memberi tahu masyarakat secara langsung, sehingga mengurangi ketergantungan pada pemerintah negara bagian atau otoritas lokal untuk menyebarkan peringatan. Sistem peringatan dan prediksi tornado di Amerika Serikat memberikan beberapa petunjuk," kata Akshay, dikutip dari Deutsche Welle, Senin (12/8).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.