Presiden Joko Widodo menyerahkan Surat Keputusan (SK) pengelolaan hutan desa atau kampung kepada beberapa perwakilan masyarakat adat dalam Festival LIKE 2 yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penyerahan SK ini menjadi tonggak pencapaian bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Papua dan diharapkan bisa berlanjut kepada penetapan Hutan Adat Papua.
"Saya mewakili warga Distrik Konda, Sorong Selatan, sudah siap untuk mengelola hutan desa, melestarikannya, dan mengembangkan. Kami akan melindungi hutan kami dari ancaman-ancaman dari luar, serta mengolahnya dengan baik agar bisa dimanfaatkan oleh warga masyarakat setempat," ujar Dance Kasmiya, warga Desa Wamargege, yang juga perwakilan masyarakat adat Sub-Suku Yaben, di Distrik Konda, Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Jumat (9/8).
Pengakuan terhadap hutan desa dan hutan adat sangat dibutuhkan oleh masyarakat adat sebagai identitas jati diri, sekaligus sumber penghidupan yang mencakup hutan sebagai tempat berburu dan meramu, tempat memancing ikan, hingga sumber air.
Direktur Program Papua Konservasi Indonesia (KI) Roberth Mandosir menilai penyerahan SK Hutan Desa dari Presiden Jokowi menjadi tonggak pencapaian bagi MHA di Papua, khususnya di Konda, Sorong Selatan yang selama ini mendapatkan pendampingan dari KI dalam pemetaan wilayah hutan adatnya.
"Penyerahan SKI ini menjadi milestone bagi masyarakat hukum adat di Konda untuk mendapatkan pengakuan dalam pengelolaan kawasan hutan, dan memotivasi MHA untuk melanjutkan proses selanjutnya yaitu Hutan Adat, sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Perhutanan Sosial serta aturan-aturan turunan tentang hutan adat dan masyarakat adat," ujar Roberth.
Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat kepada empat sub-suku di Distrik Konda, pada Juni lalu.
"Artinya, selain Hutan Desa, dari sisi kebijakan nasional, Hutan Adat juga merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang secara aturan tertuang di tingkat provinsi dan kabupaten. Pemkab pun sangat mendukung dan ini bisa menjadi pembelajaran bagi kabupaten lain, khususnya di Papua Barat Daya," kata Roberth.
South Sorong Field Coordinator Konservasi Indonesia (KI) Raimer Helweldery mengatakan KI telah menyelesaikan pemetaan partisipatif Masyarakat Hukum Adat di Distrik Konda, melalui Free, Prior, Informed, Consent (FPIC), indepth interview (wawancara mendalam) hingga geotagging. Hal ini menjadi dasar untuk pengelolaan hutan berbasis MHA.
"Setelah proses panjang sejak 2022 hingga 2023, kami bersama masyarakat berhasil menyelesaikan pemetaan wilayah adat di Distrik Konda. Dengan demikian, dipastikan tidak ada konflik dan data yang disajikan itu clean and clear," tutur Raimer.
Empat syarat utama untuk mengusulkan Hutan Adat di Distrik Konda sudah dilengkapi sehingga proses Hutan Adat sedang berlangsung. Wilayah adat yang sudah mendapatkan SK Bupati juga telah didaftarkan oleh MHA ke Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). "Saat ini kami tinggal menunggu verifikasi dan validasi dari KLHK," ujar Raimer.
Sekretaris Kantor Wilayah BRWA Papua Hasbullah Halil menilai tidak lazim terdapat dua surat keputusan dalam satu objek yang sama. Hasbullah mengatakan seharusnya penetapan Hutan Desa di Distrik Konda menunggu verifikasi dan validasi usulan Hutan Adat yang sudah lebih dahulu mendapatkan rekognisi dari pemerintah daerah setempat.
Meski begitu, Hasbullah memaklumi proses penetapan Hutan Adat membutuhkan waktu lebih panjang. Alhasil, status Hutan Desa yang ada di Distrik Konda diterbitkan lebih dahulu. "Setelah ini, pemerintah harus bisa memegang komitmennya terhadap Hutan Adat jika keseluruhan proses dinyatakan lolos," ujarnya.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.