Katadata Green
Banner

APEC Usulkan Obligasi Iklim Baru, Jaringan Kredit Karbon

123.com/Dzmitry Skazau
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 6 Agustus 2024, 11.56

Para eksekutif bisnis Asia-Pasifik mendesak negara-negara berkembang di kawasan tersebut untuk menerbitkan obligasi iklim yang diindeks ke keranjang mata uang, yang akan mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar mata uang asing dalam penggalangan dana untuk transisi energi bersih.

Kelompok eksekutif bisnis yang terdiri dari ABAC, yang merupakan Dewan Penasihat Bisnis APEC, juga mengusulkan pada hari Minggu untuk meluncurkan program percontohan guna mengembangkan pasar karbon sukarela (VCM) bagi kawasan Asia-Pasifik.

"Kami ingin bangun jaringan kredit karbon sukarela yang dapat dioperasikan bersama atau diperjualbelikan bersama di kawasan Asia-Pasifik, yang dapat mempercepat transisi kawasan menuju masyarakat rendah karbon," kata Hiroshi Nakaso, Kepala Gugus Tugas Keuangan dan Investasi ABAC, dikutip dari Reuters, Senin (5/8).

Berdasarkan program tersebut, negara-negara yang memiliki pemikiran serupa akan melakukan transaksi kredit karbon lintas batas sebagai uji coba untuk mengidentifikasi masalah dan kemungkinan solusi.

Kawasan Asia-Pasifik tidak memiliki standar lintas batas atau infrastruktur regulasi untuk pasar karbon sukarela, sebuah mekanisme yang menyalurkan pembiayaan swasta ke dalam proyek-proyek iklim.

Proposal-proposal tersebut, yang disusun pada sebuah pertemuan di Tokyo pada 1-4 Agustus, menggarisbawahi meningkatnya kesadaran di Asia tentang perlunya sektor swasta dan publik untuk bekerja sama dalam mendanai biaya transisi energi yang sangat besar.

ABAC, sebuah dewan penasihat Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), akan menyampaikan rekomendasinya pada pertemuan puncak para pemimpin APEC yang akan diadakan di Lima, ibu kota Peru, pada bulan November.

Tahun ini, Peru adalah ketua APEC, sebuah blok yang mencakup hampir setengah dari perdagangan dunia.

Dalam daftar proposal, ABAC meminta pemerintah di kawasan tersebut untuk menerbitkan obligasi 10 tahun dengan pembayaran bunga dan pokok yang diindeks ke keranjang mata uang.

Tom Harley, salah satu Pemimpin Proyek Gugus Tugas dari Australia, mengatakan obligasi tersebut akan memberi negara-negara berkembang akses ke mata uang keras (hard currency) untuk membeli ladang tenaga surya dan fasilitas penyimpanan, dan mengurangi risiko dari fluktuasi nilai tukar bagi pemberi pinjaman.

Asia merupakan salah satu kawasan yang paling rentan terhadap bencana alam terkait iklim.

Asia juga terdiri dari banyak negara yang perekonomiannya bergantung pada bahan bakar fosil atau rentan terhadap fluktuasi pasar mata uang, sehingga meningkatkan tantangan transisi energi.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.