Katadata Green
Banner

Suhu Antartika Mendekati Rekor Gelombang Panas

freepik.com/wirestock
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 3 Agustus 2024, 15.23

Suhu tanah di sebagian besar lapisan es Antartika telah melonjak rata-rata 10 derajat Celcius di atas normal selama sebulan terakhir. Hal tersebut digambarkan sebagai gelombang panas yang mendekati rekor.

Suhu dilaporkan mencapai 28 derajat Celcius di atas ekspektasi pada beberapa hari, sementara suhu tetap di bawah nol di daratan kutub yang diselimuti kegelapan pada saat ini, kedalaman musim dingin di belahan bumi selatan.

Dunia telah mengalami 12 bulan rekor kehangatan, dengan suhu yang secara konsisten melebihi kenaikan 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri yang telah disebut-sebut sebagai batas untuk menghindari kerusakan iklim terburuk.

Direktur Prakiraan MetDesk Michael Dukes mengatakan yang jauh lebih signifikan adalah kenaikan rata-rata selama sebulan meskipun suhu tinggi harian individual mengejutkan.

Model ilmiah dari para ilmuwan iklim telah lama meramalkan bahwa dampak paling signifikan dari perubahan iklim antropogenik akan terjadi di wilayah kutub.

"Dan ini adalah contoh hebatnya. Biasanya Anda tidak bisa hanya melihat tren iklim selama satu bulan, tetapi tren tersebut sejalan dengan prediksi model ilmiah. Di Antartika, pemanasan seperti itu pada musim dingin dan berlanjut hingga musim panas dapat menyebabkan runtuhnya lapisan es," kata Michael Dukes.

Bulan lalu adalah bulan pertama dalam 14 bulan di mana rekor suhu tidak terpecahkan, tetapi itu terjadi setelah Juli 2023 yang luar biasa hangat dan suhunya tetap 0,3 derajat Celcius di atas bulan Juli sebelumnya.

Ilmuwan Peneliti Berkeley Earth Zeke Hausfather mengatakan gelombang panas Antartika jelas menjadi salah satu pendorong terbesar dalam lonjakan suhu global dalam beberapa minggu terakhir.

“Antartika secara keseluruhan telah menghangat bersama dunia selama 50 tahun terakhir, dan juga 150 tahun terakhir, jadi gelombang panas apa pun dimulai dari garis dasar yang meningkat itu. Namun, dapat dipastikan bahwa sebagian besar lonjakan pada bulan lalu didorong oleh gelombang panas," ujar Zeke.

Gelombang panas itu merupakan yang kedua melanda wilayah tersebut dalam dua tahun terakhir.

Pada Maret 2022, gelombang panas menyebabkan lonjakan suhu hingga 39 derajat Celcius dan menyebabkan sebagian lapisan es seukuran Roma runtuh.

Zeke mengatakan peningkatan suhu di Antartika pada bulan Juli terjadi setelah fenomena El Nino yang sangat kuat, fenomena iklim yang menyebabkan pemanasan global, dan kemungkinan juga merupakan efek jeda dari fenomena tersebut, dikombinasikan dengan peningkatan suhu secara umum yang disebabkan oleh kerusakan iklim.

Menurut para ilmuwan, penyebab langsung gelombang panas tersebut adalah melemahnya pusaran kutub, yaitu pita udara dingin dan tekanan rendah yang berputar di stratosfer di sekitar setiap kutub.

Ilmuwan Atmosfer NOAA Amy Butler mengatakan gangguan dari gelombang atmosfer telah melemahkan pusaran tersebut dan menyebabkan meningkatnya suhu di dataran tinggi tahun ini.

Menurut Ahli Geofisika Scripps Institution of Oceanography di Universitas California San Diego Jamin Greenbaum, ia sangat khawatir dengan apa yang akan terjadi di wilayah tersebut di tahun-tahun mendatang.

"Sebagian besar ekspedisi lapangan saya dilakukan di Antartika Timur, tempat saya melihat pencairan es yang terus meningkat selama bertahun-tahun. Meskipun saya tentu saja khawatir melihat laporan tentang melemahnya pusaran kutub yang menyebabkan gelombang panas yang luar biasa di sana, saya juga tidak terkejut mengingat hal ini telah diperkirakan akibat dari perubahan iklim," katanya.

Di platform sosial media X, Ilmuwan Iklim di Sekolah Lingkungan dan Keberlanjutan Universitas Michigan Jonathan Overpeck mengatakan gelombang panas adalah tanda yang membuka mata bahwa perubahan iklim mulai benar-benar mengubah planet bumi ini.

Ilmuwan Atmosfer di Universitas Washington Edward Blanchard mengatakan peristiwa tersebut hampir memecahkan rekor.

"Kemungkinan besar, berkurangnya es laut dan Samudra Selatan yang lebih hangat di sekitar benua Antartika memperbesar peluang untuk cuaca musim dingin yang lebih hangat di Antartika. Dari perspektif ini, mungkin agak tidak terlalu mengejutkan melihat gelombang panas besar di Antartika tahun ini dibandingkan (dengan) tahun normal dengan kondisi es laut rata-rata," ujar Edward.

Ilmuwan Iklim Universitas Riset Publik ETH Zurich Jonathan Wille mengatakan gelombang panas tersebut disebabkan oleh peristiwa pemanasan stratosfer selatan yang berlangsung selama berminggu-minggu di wilayah tersebut.

"Itu sangat jarang terjadi di Antartika, jadi belum jelas bagaimana itu akan memengaruhi kondisi permukaan di benua itu. Menarik untuk melihat seberapa luas dampaknya," ujarnya.

Meskipun ada gelombang panas yang semakin sering terjadi di benua tersebut, Jonathan Wille mengatakan belum jelas seberapa besar faktor krisis iklim yang menciptakan peristiwa khusus tersebut.

"Kita harus menunggu hasil studi atribusi untuk mengetahuinya. Ini skenario tunggu dan lihat (wait-and-see)," ujarnya, dikutip dari The Guardian, Kamis (1/8).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.