Banner

Virus Raksasa Bisa Bantu Perlambat Pencairan Es Laut Arktik

freepik.com/wirestock
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 11 Juni 2024, 18.43

Es di laut Arktik menyusut sebanyak 13% dalam satu dekade, namun virus raksasa yang baru ditemukan dapat membantu memperlambat penurunan tersebut.

Ini terdengar seperti cerita dari film fiksi ilmiah: virus raksasa hidup di Arktik.

Namun, bumi tidak akan hancur. Agen infeksi yang sangat besar ini sebenarnya dapat membantu memperlambat pencairan es, sehingga membantu mengurangi pemanasan global.

Menurut temuan yang dipublikasikan pada bulan Mei di jurnal Microbiome, para peneliti dari Universitas Aarhus, Denmark, menemukan virus raksasa di Greenland.

Virus tersebut diduga dapat memperlambat pertumbuhan ganggang salju hitam. Ganggang tersebut berkontribusi terhadap pencairan es.

Virus normal berukuran sekitar 1.000 kali lebih kecil daripada bakteri, sedangkan virus raksasa - yang pertama kali ditemukan di lautan pada 1981 - berukuran lebih besar, baik dari segi ukuran maupun genomnya.

Mereka dapat tumbuh hingga 2,5 mikrometer, sementara kebanyakan bakteri berukuran sekitar dua mikrometer. Virus raksasa memiliki sekitar 2,5 juta huruf dalam genom mereka (kumpulan lengkap materi genetik dalam suatu organisme, yang tersimpan dalam DNA-nya).

Ini yang membuatnya jauh lebih kompleks daripada virus biasa. Sebagai contoh, bakteriofag (virus yang menginfeksi bakteri) hanya memiliki 100.000 hingga 200.000.

Mereka telah ditemukan di lautan, tanah, dan bahkan manusia. Namun, ini pertama kalinya virus raksasa ditemukan di salju dan es yang didominasi oleh mikroalga berpigmen.

Arktik penuh dengan kehidupan, mulai dari walrus dan beruang kutub hingga burung, ikan, plankton dan ganggang.

Setiap musim semi, setelah dihangatkan oleh matahari, ganggang ini mulai bermekaran, menghitamkan es yang menjadi tempat tumbuhnya.

Proses ini mengurangi kemampuan es untuk memantulkan sinar matahari dan mempercepat pencairan es. Es di laut Arktik menipis dengan cepat dan wilayah kutub bisa sepenuhnya bebas es pada 2040.

Hilangnya es akan memengaruhi suhu global, menciptakan cuaca ekstrem, membahayakan masyarakat pesisir, mempertaruhkan stabilitas pangan, berkontribusi terhadap penurunan populasi satwa liar, dan berisiko melepaskan metana dari lapisan es.

Mengapa Penemuan Virus Raksasa di Arktik Penting?

Tim peneliti Universitas Aarhus, yang dipimpin oleh Laura Perini dari Departemen Ilmu Lingkungan, menyisir es hitam, salju merah dan hijau di Arktik (semuanya ditandai dengan tingginya tingkat ganggang), inti es, dan kriokonit (lubang-lubang yang disebabkan oleh sedimen yang mencair ke dalam gletser) untuk menemukan sebuah ekosistem yang tumbuh subur.

Bersama ganggang, para ilmuwan juga mengidentifikasi bakteri, jamur berserabut, ragi, protista (organisme yang bukan hewan, tumbuhan darat, atau jamur) yang memakan ganggang, dan virus raksasa diduga menginfeksi ganggang.

“Kami tidak tahu banyak tentang virus-virus ini, tapi saya pikir mereka bisa berguna sebagai cara untuk mengurangi pencairan es yang disebabkan oleh pertumbuhan ganggang. Inang mana yang menginfeksi virus-virus raksasa itu, kami tidak bisa mengaitkannya dengan tepat. Beberapa di antaranya mungkin menginfeksi protista, sementara yang lain menyerang ganggang salju. Kami belum bisa memastikannya," kata Laura, dikutip dari Euronews pada Jumat (7/6).

Menurut makalah penelitian lain yang akan dirilis akhir tahun ini oleh tim yang sama, mikroalga yang tumbuh subur di permukaan lapisan es Greenland terinfeksi virus raksasa.

"Kami secara khusus mencari virus raksasa tersebut karena kami sedang menyelidiki kemungkinan kontrol top-down dari ganggang berpigmen gelap yang mekar di permukaan es di lapisan es Greenland. Selanjutnya? Saya fokus pada jamur parasit, pengendali lain yang mungkin dari mikroalga ini," ujar Laura.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.