Banner

Mikroplastik Ganggu Kemampuan Laut untuk Menyerap Karbon

ANTARA FOTO/Jojon/nym.
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 25 Juni 2024, 14.18

Mikroplastik di lautan kita bukan hanya setetes air di dalam ember. Sebuah penelitian terbaru memperingatkan bahwa mikroplastik mengganggu solusi utama iklim.

Penelitian tersebut menyoroti dampak baru dan mengkhawatirkan dari mikroplastik di lautan.

Selain berbahaya bagi kehidupan laut, mikroplastik juga diketahui mempengaruhi kapasitas laut untuk menyerap karbon. Penyerapan karbon seperti penyedot debu alami bumi untuk karbon dioksida. 

Penyerapan karbon menangkap karbon dioksida dari udara dan menyimpannya di lautan, hutan, atau di bawah tanah untuk membantu menjaga keseimbangan lingkungan.

Menurut Earth.com, studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Northeastern University dan University of New Hampshire mengungkapkan bahwa mikroplastik mengganggu pembentukan dan tenggelamnya "salju laut," sebuah proses yang sangat penting untuk penyerapan karbon. 

Partikel-partikel plastik kecil meningkatkan daya apung salju laut, memperlambat turunnya salju ke dasar laut dan dengan demikian mengurangi efisiensi laut dalam menyedot karbon dioksida dari atmosfer.

"Kami menemukan bahwa hal ini dapat menjadi ancaman bagi proses skala global, seperti siklus karbon yang sangat penting bagi semua kehidupan," kata peneliti utama Aron Stubbins, dikutip dari The Cool Down, Senin (24/6).

Mikroplastik di lautan menjadi perhatian besar karena mengganggu proses alami yang membantu mengatur iklim bumi.

Lautan menyerap sejumlah besar karbon dioksida yang kita hasilkan, sebagian melalui salju laut, bahan organik yang tenggelam ke dasar laut, membawa karbon dioksida bersamanya.

Menurut Earth.com, penelitian menunjukkan bahwa salju laut yang mengandung mikroplastik tenggelam 20% lebih lambat dibandingkan dengan salju yang tidak mengandung mikroplastik, di lingkungan yang terkendali. 

Hal ini menunjukkan bahwa mikroplastik dapat mengurangi efisiensi laut dalam menghilangkan karbon dari atmosfer. Gangguan ini dapat memperburuk dampak pemanasan global dengan menyimpan lebih banyak karbon dioksida di udara.

Hal tersebut juga bisa menimbulkan efek hilir seperti gelombang panas yang lebih sering dan intensif serta peristiwa cuaca ekstrem lainnya. 

Perubahan suhu dan pola curah hujan juga memengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas pertanian, yang berpotensi menyebabkan kekeringan dan gangguan pada keanekaragaman hayati.

Mengatasi tantangan mikroplastik di lautan menghadirkan rintangan yang signifikan, tetapi kemajuan terbaru menawarkan harapan.

Di Korea Selatan, para ilmuwan telah mengembangkan sistem penyaringan terobosan dengan menggunakan bahan yang dikenal sebagai covalent triazene framework (CTF), yang dilaporkan mampu menyisihkan lebih dari 99,9% mikroplastik hanya dalam waktu 10 detik tanpa listrik. 

Inovasi ini menjanjikan untuk menyediakan air bersih, terutama di daerah yang tidak memiliki infrastruktur listrik.

Sementara itu, para peneliti di Tiongkok telah memperkenalkan spons sintetis yang dapat terurai secara hayati, terdiri dari pati dan gelatin yang mampu menyerap hingga 90% mikroplastik. Spons ini dapat digunakan di banyak tempat, mulai dari fasilitas pengolahan air limbah hingga mesin cuci, dan mengatasi polusi mikroplastik di sumbernya.

Inovasi-inovasi ini, yang dilengkapi dengan teknologi seperti filter nabati dan serbuk magnetik, menandakan langkah penting untuk melestarikan kesehatan laut.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.