Raksasa pertambangan lithium Albemarle akan menghentikan perluasan pabrik manufaktur di Australia karena meninjau kembali biaya yang disebabkan oleh melemahnya harga lithium.
Fasilitas yang terkena dampak, pabrik Kemerton di Australia, adalah tempat perusahaan memproduksi lithium hidroksida berperingkat baterai untuk kendaraan listrik dan produk lainnya.
Perusahaan juga akan menghentikan sementara lini pemrosesan lithium di pabrik tersebut dan memfokuskan produksi pada satu lini saja.
Dikutip dari CNBC, Rabu (31/7), CEO Albemarle Kent Masters mengatakan tenaga kerja di Kemerton akan dikurangi hingga 40%.
Kapasitas produksi pabrik akan turun menjadi 25 ribu ton dari 50 ribu ton saat ini karena jalur produksi sedang tidak beroperasi.
Albemarle awalnya berencana memperluas Kemerton menjadi empat lini pemrosesan dengan kapasitas 100 ribu ton. Perusahaan menghentikan pembangunan lini ketiga, setelah membatalkan rencana untuk lini keempat.
Keputusan itu muncul ketika perusahaan melaporkan kerugian bersih kuartal kedua sebesar US$188 juta (Rp 3 triliun) atau US$1,96 (Rp 31.895) per saham, dibandingkan dengan laba sebesar US$650 juta (Rp 10,5 triliun) atau US$5,52 (Rp 89.827) per saham, pada periode tahun sebelumnya.
Tidak termasuk biaya setelah pajak sebesar US$215 juta (Rp 3,4 triliun) karena penghapusan aset proyek modal yang terutama terkait dengan lini pemrosesan keempat yang dibatalkan di Kemerton, perusahaan memperoleh laba 4 cent (Rp 6,16) per saham.
Penjualan turun 39% menjadi US$1,4 miliar (Rp 22,78 triliun) dari US$2,37 miliar (Rp 38,56 triliun) pada periode yang sama tahun lalu.
Saham turun sekitar 1% dalam perdagangan lanjutan setelah hasil tersebut.
Kent Masters mengatakan Albemarle telah melaksanakan rencana penghematan biaya yang ditetapkan pada bulan Januari karena harga lithium melemah.
"Kami menyadari bahwa pasar tidak bergerak sesuai keinginan kami, bahwa harga sedang turun. Kami pikir harga akan turun sedikit lebih lama, dan kami harus memposisikan diri untuk bersaing pada tingkat harga ini," ujarnya.
Berdasarkan catatan Berenberg pada hari Selasa, harga lithium telah menurun sejak Mei dan saat ini berada di bawah US$12.000 per metrik ton.
Menurut bank, permintaan di Eropa sebagian besar stagnan dan tetap lemah di AS dengan kenaikan 10% tahun ini. Menurut perusahaan, harga kemungkinan tidak akan pulih hingga 2026.
Kent Masters mengatakan harga turun karena kapasitas lithium mulai beroperasi, sedangkan pertumbuhan kendaraan listrik melambat.
Berenberg menurunkan peringkat saham Albemarle menjadi hold menjelang laporan laba dan memangkas target harganya hampir setengahnya menjadi US$83 per saham, yang berarti penurunan sebesar 11% dari penutupan hari Selasa sebesar $93,67.
Menurut Analis Berenberg Andres Castanos-Mollor, Albemarle telah salah langkah karena perusahaan tersebut terus melanjutkan program belanja modal yang besar bahkan saat harga lithium turun.
Ia khawatir Albemarle mungkin terpaksa meningkatkan modal ekuitas. Namun, Kent Masters membantahnya.
"Salah satu alasan kami mengambil tindakan tersebut adalah kami tidak berencana untuk mencari ekuitas tambahan di pasar. Dan kami jelas tidak berencana untuk memiliki masalah perjanjian apa pun terkait utang kami saat ini," kata Kent.
Albemarle memperkirakan belanja modal akan mencapai kisaran tertinggi dari panduannya untuk 2024 sebesar US$1,7 miliar (Rp 27,6 triliun) hingga US$1,8 miliar (Rp 29,2 triliun).
Berdasarkan data FactSet, sekitar 54% Analis Wall Street merekomendasikan tahan (hold) saham tersebut. Sementara itu, 39% menilai Albemarle sebagai beli dengan target harga rata-rata US$124,94 (Rp 2.028.900) per saham.
Sekitar 7% menyarankan investor untuk menjual. Saham Albemarle telah turun hampir 36% sejak awal tahun.