Katadata Green HUT RI 79
Banner

Data Center Hijau Dorong Investasi Hijau US$6,3 M di Asia Tenggara

Katadata/123RF
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 22 Juli 2024, 16.32

Asia Tenggara mengalami peningkatan signifikan dalam investasi ramah lingkungan pada 2023 didorong oleh proyek-proyek data center hijau meskipun pendanaan masih belum mencukupi.

Analisa yang dilakukan oleh Bain & Company, GenZero, Standard Chartered dan Temasek, menemukan bahwa investasi ramah lingkungan atau investasi hijau senilai US$6,3 miliar (Rp 102 triliun) mengalir ke wilayah Asia Tenggara mewakili peningkatan sebesar 21% dari tahun ke tahun.

Meskipun energi terbarukan tetap menjadi tema investasi ramah lingkungan utama di kawasan tersebut di tahun 2023, proyek data center hijau, yang dibantu oleh kebijakan efisiensi di negara-negara seperti Malaysia dan Singapura, menghasilkan keuntungan terbesar dibandingkan tahun sebelumnya.

Permintaan terhadap data center telah melonjak seiring dengan munculnya teknologi baru yang intensif data seperti kecerdasan buatan generatif (GenAI), yang memunculkan peringatan soal peningkatan konsumsi energi.

Berdasarkan laporan Badan Energi Internasional (IEA) pada Januari, konsumsi energi industri kecerdasan buatan diperkirakan akan tumbuh setidaknya sepuluh kali lipat antara tahun 2023 dan 2026.

Malaysia dan Singapura termasuk di antara negara-negara Asia Tenggara yang membantu mendorong investasi besar terhadap data center hijau atau data center ramah lingkungan ini, yang bertujuan untuk menjadi lebih hemat energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.  

Berdasarkan laporan hari Senin, Malaysia menarik pendanaan ramah lingkungan berskala besar senilai lebih dari US$500 juta (Rp 8 triliun) untuk setidaknya dua data center tahun lalu.

Pembiayaan untuk proyek-proyek tersebut membantu Malaysia mencapai lonjakan investasi hijau terbesar dari tahun ke tahun dibandingkan semua negara di kawasan tersebut, yang naik 326% dari 2022.

Singtel yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar Singapura mendapatkan pinjaman ramah lingkungan senilai 535 juta dolar Singapura atau US$401 juta (Rp 6 triliun) selama lima tahun.

Dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan efisiensi di semua data center miliknya, termasuk data center hijau berkapasitas 58 megawatt (MW) yang akan dibangun.

Langkah itu diambil setelah pemerintah Singapura meluncurkan standar keberlanjutan untuk data center yang beroperasi di iklim tropis. Negara kota kecil tersebut telah menjadi hotspot bagi data center dan penyedia layanan cloud.

“Negara-negara yang memimpin dalam menyusun peta jalan dekarbonisasi melalui kerangka kebijakan yang jelas, peraturan yang mendukung, dan rencana pembiayaan yang konkrit akan memiliki posisi yang lebih baik untuk menarik investasi swasta,” kata Kepala Investasi di GenZero Kimberly Tan.

Meskipun ada upaya-upaya tersebut, investasi ramah lingkungan Singapura secara keseluruhan turun pada 2023 menjadi US$0,9 miliar (Rp 14 triliun) dari US$1,2 miliar (Rp 19 triliun) pada tahun sebelumnya.

Meskipun peningkatan investasi ramah lingkungan di tingkat regional menunjukkan perubahan tren yang positif, dengan beberapa titik terang dalam investasi data center hijau, masih banyak lagi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan iklim yang penting.

Berdasarkan laporan tersebut, sekitar US$1,5 triliun (Rp 24.344 triliun) investasi kumulatif di sektor energi dan alam akan dibutuhkan untuk mencapai target kontribusi yang ditentukan secara nasional pada 2030

Namun, hanya 1,5% yang telah diinvestasikan hingga saat ini, dan banyak negara berisiko gagal memenuhi janji mereka.

“Kami percaya bahwa percepatan upaya yang dilakukan oleh negara, perusahaan, dan investor sangat penting karena Asia Tenggara masih berada di luar jalur,” kata Kimberly.

Menurut Kimberly, energi terbarukan menyumbang kurang dari 10% pasokan energi di kawasan Asia Tenggara, dengan subsidi bahan bakar fosil lima kali lebih tinggi dibandingkan investasi terbarukan.

Investasi ramah lingkungan terhadap ketenagalistrikan di kawasan tersebut turun sebesar 14% dari tahun ke tahun untuk tahun kedua berturut-turut.

“Ada kesenjangan realitas antara apa yang diyakini banyak orang sedang terjadi dan kemajuan nyata di lapangan,” kata Direktur Pusat Inovasi Keberlanjutan Global di Bain & Company Dale Hardcastle.

Menurut Dale, terlepas dari tantangan struktural yang ada di Asia Tenggara, ada potensi besar untuk mempercepat transisi energi dan membangun ekonomi hijau melalui inisiatif seperti keuangan campuran.

Laporan tersebut juga meminta pemerintah negara-negara di kawasan itu untuk memfasilitasi lebih banyak insentif kebijakan dan kerja sama regional serta fokus pada teknologi ramah lingkungan yang sudah terbukti dan dapat diterapkan.

Dale mengatakan upaya tersebut dapat menghasilkan bisnis tahunan senilai US$300 miliar (Rp 4 triliun) pada 2030.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan jumlah investasi swasta terbesar dalam proyek-proyek ramah lingkungan, disusul oleh Filipina.

Sementara itu, Laos mengalami peningkatan investasi terbesar kedua sebesar 126%, berkat investasi asing pada proyek energi terbarukan.

Penggerak investasi besar lainnya di Asia Tenggara termasuk investasi dalam pengelolaan limbah seperti pengolahan air dan daur ulang plastik.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.