Banner

Energi Nuklir Dianggap Berlebihan untuk Jadi Sumber Tenaga Data Center

123RF.com/olegdudko
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 13 Juni 2024, 11.22

Euforia terhadap energi nuklir sebagai sumber tenaga untuk data center dianggap terlalu berlebihan.

CEO AES Corporation Andres Gluski mengatakan energi terbarukan adalah masa depan, meskipun gas alam juga akan berperan sebagai bahan bakar transisi. 

Di sisi lain, tenaga nuklir menghadapi tantangan dalam memenuhi permintaan daya yang terus meningkat dari data center.

AES merupakan penyedia daya utama bagi perusahaan teknologi besar yang membangun data center, dengan 40% dari 12,7 gigawatt backlog-nya berasal dari pelanggannya, termasuk Amazon, Microsoft, dan Google.

Beberapa analis Wall Street memprediksi kebangkitan nuklir karena permintaan listrik meningkat berkat kecerdasan buatan (AI), data center, industrialisasi ulang, dan elektrifikasi armada kendaraan.

Nuklir menyediakan energi yang dapat diandalkan dan bebas karbon, meskipun proyek-proyek baru memiliki waktu tunggu yang lama dan mahal.

Menurut Andres, euforia terhadap tenaga nuklir sedikit berlebihan. Energi nuklir terbatas sehingga penyedia daya dapat melakukan kontrak ulang ke suatu fasilitas seperti data center. 

“Pertanyaannya adalah berapa harga nuklir baru ke depannya,” ujarnya, dikutip dari CNBC pada Senin (10/6). 

Dalam beberapa dekade terakhir, hanya ada satu Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) baru yang dibangun di AS dan harganya jauh di atas anggaran.

Energi Terbarukan adalah Masa Depan

Menurut Energy Information Administration (EIA), dua reaktor baru di PLTN Vogtle di Georgia mulai beroperasi bulan April lalu, tetapi proyek tersebut terlambat tujuh tahun dari jadwal dan menelan biaya dua kali lipat dari proyeksi awal.

Reaktor-reaktor tersebut, yang dioperasikan oleh Georgia Power, merupakan unit nuklir pertama yang baru dibangun di AS dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun.

EIA adalah badan pemerintah AS yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyediakan informasi terkait energi.

“TheStreet mendahului dengan memberitakan bahwa kami tidak akan membangun energi terbarukan. Semuanya akan menggunakan nuklir,” ujar Andres.

Menurutnya, akan ada gas alam dan energi terbarukan, tetapi sebagian besar akan menjadi energi terbarukan.

Produksi listrik bruto AES saat ini terdiri dari 54% energi terbarukan, 27% gas alam, dan 17% batu bara.

Energi terbarukan mewakili 89% dari produksi listrik bruto perusahaan yang sedang dalam tahap pembangunan, sementara gas merupakan 11% sisanya.

Sebagai pertanda masa depan energi terbarukan, Andres menunjuk kesepakatan energi terbarukan dari Microsoft dengan Brookfield Asset Management sebesar 10,5 gigawatt antara 2026 dan 2030.

Kesepakatan antar keduanya tersebut dianggap sebagai pembelian energi terbarukan terbesar yang pernah mereka lakukan.

“Ini memperlihatkan bahwa dari situlah sebagian besar energi akan berasal. Lebih murah, bersih, dan sejujurnya lebih mudah untuk ditempatkan, jadi energi terbarukan adalah masa depan,” kata Andres.

Gas Alam versus Energi Terbarukan

Industri gas alam memandang data center sebagai sumber utama pertumbuhan permintaan. Mereka beralasan bahwa energi terbarukan akan membutuhkan sumber tenaga cadangan ketika mereka tidak menghasilkan daya yang cukup karena kondisi matahari atau angin.

“Saya setuju bahwa kita akan membutuhkan gas alam untuk menopang energi terbarukan sampai pada waktunya baterai menjadi ada di mana-mana dan cukup murah untuk menggantikannya,” ujar Andres.

Goldman Sachs memperkirakan permintaan listrik dari data center akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 8% dari total konsumsi listrik AS pada 2030.

Bank investasi tersebut melihat bahwa gas alam akan memasok 60% dari pertumbuhan permintaan, sedangkan energi terbarukan menyediakan 40%.

Namun, harga baterai sedang turun dan ada banyak penyimpanan baterai yang menunggu koneksi ke jaringan listrik seperti halnya tenaga surya.

Menurut Andres, ada beberapa jam di siang hari di California di mana storage atau penyimpanan data menjadi sumber energi terbesar yang disalurkan. “Anda dapat melakukannya 100% dengan energi terbarukan, Anda hanya perlu lebih banyak energi terbarukan,” katanya.

Tenaga surya, storage, dan tenaga angin mewakili sekitar 95% dari kapasitas listrik yang sedang menunggu untuk disambungkan ke jaringan listrik di akhir 2023. Gas hanya 3% dan sisanya adalah energi terbarukan.

Menurut Lawrence Berkeley National Laboratory, storage dan energi terbarukan yang mengantre untuk disambungkan hampir dua kali lipat dari kapasitas terpasang armada pembangkit listrik AS.

AES telah menandatangani kontrak jangka panjang dengan data center untuk menyediakan energi terbarukan yang sesuai dengan kebutuhan setiap jamnya selama 24 jam dalam satu hari.

"Kami telah menjalani hal ini selama dua tahun. Jadi kami bisa melakukannya hari ini,” kata Andres.

Pada 2021, AES sepakat mengalirkan listrik ke data center milik Google di Virginia menggunakan 90% energi bebas karbon setiap jamnya dengan kombinasi sumber daya angin, matahari, air, dan penyimpanan baterai.

Perusahaan listrik ini juga sepakat memberikan tambahan gigawatt  tenaga surya dan storage untuk fasilitas milik Amazon di Kern County, California.

Dengan begitu, total gigawatt dalam proyek kerja sama dengan Amazon ini mencapai dua gigawatt dengan durasi kontrak selama 15 tahun.

Proyek ini diharapkan mulai beroperasi 2025-2026. Bagi AES, kesepakatan ini merupakan proyek tenaga surya dan storage terbesar di AS.

Secara keseluruhan, AES telah menandatangani kesepakatan untuk menyediakan 3,1 gigawatt daya kepada Amazon, 1,7 gigawatt kepada Microsoft, dan 800 megawatt kepada Google. “Semuanya ingin menjadi bagian dari transisi energi,” ujar Andres.

Saham AES naik 26% selama tiga bulan terakhir dan 6% dari tahun ke tahun. Sekitar 67% analis Wall Street menilai AES setara dengan beli, 25% menahan saham perusahaan dan 8% menilai saham ini setara dengan jual.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.