Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) menjadi semakin intensif, salah satunya disebabkan oleh diskusi mengenai perubahan iklim.
Terdapat perbedaan yang mencolok dalam pendekatan masing-masing pihak. Satu pihak mengambil tindakan agresif untuk mengurangi dampaknya, sementara pihak lain meremehkan atau mengabaikan masalah tersebut.
Penting untuk dipahami bahwa perubahan iklim adalah isu mendesak yang mempunyai dampak nyata terhadap lingkungan. Mengabaikan fenomena ini mungkin akan mendapat sambutan hangat di kalangan tertentu.
Namun, dampaknya bisa membatasi umur pakai teknologi yang menjanjikan, seperti penyimpanan baterai jangka panjang dan modernisasi jaringan listrik, yang mendukung komunikasi dua arah dan lebih banyak energi ramah lingkungan.
“Kebijakan akan menentukan seberapa cepat teknologi tersebut menjangkau pasar. Ada hubungan mutlak antara kebijakan dan kecepatan teknologi baru menjangkau pasar,” kata CEO Fourth Power Arvin Ganesan saat menjadi pembicara dalam acara pers virtual Asosiasi Energi Amerika Serikat.
Partai Republik prihatin dengan potensi biaya tinggi dalam mengatasi perubahan iklim karena khawatir hal tersebut juga akan menciptakan pemenang dan pecundang di pasar bebas.
Di sisi lain, Partai Demokrat mengatakan bahwa mengatasi perubahan iklim adalah keharusan moral dan cara untuk meningkatkan perekonomian Amerika.
Memang benar bahwa negara-negara bagian merah, sebutan untuk negara-negara bagian pendukung Partai Republik, memimpin AS dalam hal pembangkitan dan konsumsi energi angin. Sementara itu, energi surya sedang menjadi tren di Tenggara. Ini semua berarti pekerjaan.
Meski demikian, perpecahan antara kedua partai tersebut menjadi semakin sengit, dipicu oleh politisi populis dan propagandis yang bertujuan memecah belah pemilih dengan menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan kerja dan dampak perubahan.
Jika AS tidak mampu mengatasi tantangan ini, negara-negara lain akan melakukannya, dan seluruh rakyat AS akan menderita, tidak hanya secara ekonomi namun juga ekologis.
Donald Trump menarik AS dari Perjanjian Paris, yang didukung oleh hampir semua negara di dunia. Dasar pemikiran di balik pakta internasional tersebut adalah bahwa permasalahan yang paling menantang di dunia memerlukan upaya global.
Pikirkan tentang COVID-19 dan bagaimana tanggapan internasional dalam upaya mengisolasinya. Hal tersebut akhirnya menghasilkan vaksin yang memungkinkan kehidupan kembali normal. Sebaliknya, isolasi menjadi kebijakan yang gagal.
“Entah ada pengakuan resmi mengenai perubahan iklim atau tidak, kenyataannya kita tertinggal dalam hal iklim. Kita akan mengalami dampak iklim, dan energi nuklir akan menjadi semakin berharga dalam situasi ini,” kata Alan Ahn, wakil direktur nuklir di Third Way, dikutip dari Forbes, Senin (15/7).
Dalam acara pers virtual Asosiasi Energi Amerika Serikat, para panelis sepakat mengenai peran penting energi nuklir dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Tenaga nuklir adalah sumber bebas karbon yang dapat beroperasi 24 jam sehari dan kedua belah pihak mendukung penggunaannya.
Presiden Biden baru-baru ini menandatangani undang-undang untuk mempromosikan reaktor nuklir canggih, seperti reaktor modular kecil.
Selain itu, kolaborasi Google, Microsoft, dan Nucor untuk memfasilitasi nuklir canggih dan penyimpanan energi jangka panjang merupakan langkah menjanjikan menuju masa depan nol karbon di tahun 2050.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.