Bank Dunia sedang mempersiapkan bantuan keuangan bagi negara-negara Kepulauan Pasifik, yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Australia.
Langkah ini diambil karena bank-bank negara barat berencana keluar dari negara-negara Kepulauan Pasifik, yang dianggap sebagai pasar yang tidak menguntungkan.
Perginya bank-bank negara barat memicu kekhawatiran bahwa Tiongkok dapat mengisi kekosongan di kawasan strategis tersebut.
Tanpa adanya hambatan, banyak dari 18 negara kecil dan wilayah Forum Kepulauan Pasifik, yang mencakup wilayah lautan seluas 30 juta kilometer persegi, berisiko terputus dari pendanaan global karena bank-bank negara barat meninggalkan wilayah yang kurang berkembang tersebut.
Seorang pejabat Australia yang terlibat dalam rencana pemberian bantuan menyebut situasi saat ini sebagai armageddon atau pertempuran terakhir antara kebaikan dan kejahatan.
Bank Dunia mengatakan proposal senilai US$77 juta (Rp 1,2 triliun) akan memungkinkan akses darurat terhadap dolar atau mata uang utama lainnya yang dibutuhkan negara-negara kepulauan tersebut untuk perdagangan dan pengiriman uang jika bank-bank Barat memutuskan hubungan.
Wilayah tersebut, yang telah lama dianggap oleh pemerintah AS sebagai lingkungan maritimnya, kini terjebak dalam perebutan pengaruh negara adidaya seiring kemajuan terus-menerus Tiongkok.
Nauru, Kepulauan Solomon, dan Kiribati mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke Beijing dalam beberapa tahun terakhir, dan Kepulauan Solomon membuat perjanjian keamanan dan kepolisian dengan Tiongkok yang memicu kekhawatiran di AS dan Australia.
Pembatasan perbankan setelah krisis keuangan 2008 membuat pemberi pinjaman di negara-negara barat berhati-hati dalam hubungannya dengan negara-negara Pasifik.
Bank dan regulator sering kali kekurangan sumber daya untuk menemukan dan mengadili kejahatan keuangan, sehingga meningkatkan risiko bahwa bank akan terlibat dalam skandal memalukan.
Prospek keuntungan dari masyarakat terpencil di kawasan tersebut juga kecil untuk bisa memikat bank agar menanggung biaya dalam membantu meningkatkan standar kepatuhan.
“Proyek yang diusulkan Bank Dunia adalah cara kreatif untuk mengatasi tantangan pengurangan risiko dan skala kecil di negara-negara Kepulauan Pasifik,” kata Direktur Kemakmuran Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Lalita Moorty.
Tanpa akses ke bank luar negeri, negara-negara Pasifik akan kesulitan menerima pengiriman uang, yang merupakan komponen utama perekonomian mereka, untuk menyambut wisatawan atau berdagang dengan dunia yang lebih luas.
Seiring dengan berkurangnya persaingan, biaya pengiriman uang telah meningkat hingga mencapai tingkat tertinggi secara global.
“Hal ini dapat menciptakan ketidakstabilan pada sistem keuangan,” kata Penasihat Ekonomi Senior di Forum Kepulauan Pasifik Denton Rarawa.
Antara 2011 dan 2022, kawasan ini kehilangan 60% hubungan koresponden perbankannya karena bank-bank Barat bermitra dengan bank-bank lokal untuk memungkinkan transaksi dalam mata uang internasional.
ANZ Bank telah menjual aset di Papua Nugini, Westpac mencoba menjual bisnisnya di Pasifik, dan satu-satunya pemberi pinjaman di Nauru, Bendigo Bank dari Australia, mengumumkan rencana untuk hengkang pada 2025.
Tiongkok kemungkinan berupaya untuk mengisi kekosongan. Bank of China telah membuka kantor di Papua Nugini dan menandatangani nota kesepahaman dengan Nauru untuk melihat bagaimana mereka dapat mengambil tindakan jika Bendigo Bank hengkang.
Vanuatu pekan lalu meminta Bank of China untuk mendirikan cabang. Bank of China tidak menanggapi permintaan komentar.
Menurut para gubernur bank sentral di Kepulauan Solomon, Tonga dan Samoa, bank-bank Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah menyatakan minatnya di di Kepulauan Solomon, Tonga dan Samoa, meskipun belum ada hasil.
“Kami sangat menyadari kepentingan geostrategis kawasan kami antara AS, Tiongkok, dan Australia. Apa yang ingin kami katakan adalah jika Anda tidak mau membantu mengatasi permasalahan dan kekhawatiran yang kami hadapi, negara-negara Pasifik akan mulai mencari dukungan di tempat lain,” kata Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, yang juga merupakan ketua Forum Kepulauan Pasifik saat ini.
Menurut tiga pejabat yang meminta identitasnya dirahasiakan karena mereka tidak berwenang untuk berbicara, AS dan Australia terdorong untuk bertindak mengatasi masalah yang memburuk dalam dua tahun terakhir ini seperti rencana keluarnya Bendigo dan kekhawatiran bahwa Tiongkok akan turun tangan.
Delegasi yang terdiri lebih dari 20 pejabat Departemen Keuangan AS dan Federal Reserve terbang untuk menghadiri konferensi di Brisbane pekan lalu bersama para pejabat Australia dan Kepulauan Pasifik. Konferensi tersebut dibuka dengan pesan video dari Menteri Keuangan Janet Yellen.
Berdasarkan rencana tersebut, Bank Dunia juga akan mempelajari cara-cara untuk menjadikan Kepulauan Pasifik lebih menarik bagi bank-bank global, termasuk mekanisme untuk menggabungkan pembayaran dari berbagai negara untuk membantu mencapai skala ekonomi.
Dewan pemberi pinjaman global yang berbasis di Washington itu diperkirakan akan menyetujui rencana tersebut dalam beberapa bulan ke depan.
Bank-bank komersial akan mengajukan penawaran untuk menjalankan fasilitas tersebut, yang dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk memproses transaksi dalam dolar dan mata uang lainnya.
Negara-negara akan dikenakan biaya untuk menggunakan fasilitas ini sehingga tidak merugikan penyedia swasta. Mereka juga harus memenuhi standar regulasi kejahatan keuangan.
Upaya AS dan Australia meyakinkan setidaknya beberapa peserta konferensi yang melihat bahwa solusi sudah di depan mata setelah lebih dari satu dekade melakukan perundingan.
“Kita bisa melihat cahaya di ujung terowongan. Saya yakin kami akan menemukan solusi dan saya yakin kami membuat kemajuan,” kata Gubernur Reserve Bank Fiji Ariff Ali, dikutip dari Reuters, Senin (15/7).
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.