Katadata Green HUT RI 79
Banner

Presiden SIDS Kecam Janji Kosong Pendanaan Perubahan Iklim

ANTARA FOTO/AJI STYAWAN
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 28 Mei 2024, 16.21

Presiden Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS) Gaston Browne mengecam janji-janji "kosong" dan "sangat tidak memadai" terkait bantuan pendanaan iklim.

Gaston, yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri Antigua dan Barbuda, mengatakan negara-negara kaya telah gagal memenuhi kewajiban mereka untuk membatasi kerusakan dari emisi karbon.

Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil di seluruh Pasifik, Atlantik, dan Karibia, dengan emisi yang tidak signifikan, sangat rentan terhadap krisis ekonomi dan kenaikan suhu akibat paparan bencana alam, utang tinggi, serta ketergantungan pada impor dan pariwisata.

Musim badai Atlantik, yang dimulai pada bulan Juni, diperkirakan akan lebih aktif dari biasanya karena suhu laut Atlantik yang mendekati rekor hangat dan suhu permukaan yang lebih dingin di Pasifik.

"Tidak cukup bagi negara-negara untuk sekadar membuat komitmen kosong dan sangat tidak memadai berdasarkan Perjanjian Paris," kata Gaston. Pernyataan ini mengacu pada perjanjian tahun 2015 untuk membatasi emisi dan mencegah kenaikan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Ambang batas tersebut dipandang sebagai titik kritis untuk kejadian iklim yang lebih parah dan tidak dapat diubah. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa, tanpa tindakan agresif, planet bumi akan mengalami penghangatan sebesar 2,5 derajat Celcius-2,9 derajat Celcius.

Gaston menyerukan lebih banyak pendanaan iklim, pajak karbon global untuk perusahaan minyak, penghentian subsidi bahan bakar fosil, dan transisi yang lebih cepat ke sumber energi terbarukan.

Negara Kaya Didesak Memenuhi Janji

Dia mendesak negara-negara kaya untuk memenuhi janji mengirimkan US$ 100 miliar (Rp 1.608 triliun) per tahun kepada negara-negara miskin untuk membantu mengurangi emisi dan mengurangi dampak cuaca ekstrem.

Investigasi yang dilakukan oleh Reuters menemukan bahwa miliaran dana yang dikirim sejauh ini telah dialihkan kembali ke negara-negara kaya.

Menurut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil memiliki "hak penuh" untuk menuntut opsi pembiayaan yang lebih baik dan kontribusi lebih besar ke dana "kerugian dan kerusakan".

"Pikiran bahwa seluruh negara pulau akan menjadi korban cari untung industri bahan bakar fosil atau persaingan antar ekonomi besar sangatlah tidak masuk akal," kata Antonio.

Kerugian dan kerusakan, yang diumumkan pada KTT COP28 tahun lalu setelah seruan panjang dari negara-negara pulau, dimaksudkan untuk membantu negara-negara miskin pulih dari bencana iklim. Namun, pendanaan dari negara-negara kaya sangat sedikit.

"Para kontributor utama perubahan iklim telah gagal memenuhi kewajiban mereka," kata Gaston, dikutip dari Reuters pada Senin (27/5).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.