Katadata Green HUT RI 79
Banner

Apakah Hewan Liar Tahan Panas?

ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/hp.
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 11 Juli 2024, 13.59

Monyet howler yang mengalami dehidrasi jatuh dari pohon di Meksiko. Miliaran kerang, tiram, dan teritip mendidih di garis pantai Kanada. Ratusan Penguin Magellan mati di Argentina dalam satu hari.

Kasus-kasus terbaru ini mungkin berdampak kepada spesies hewan yang berbeda di seluruh dunia, namun ada satu kesamaan yang mereka miliki, yaitu dipicu oleh panas ekstrem.

Suhu di seluruh dunia meningkat seiring dengan semakin banyaknya perekonomian yang memompa gas rumah kaca ke atmosfer. 

Tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat dan perubahan iklim hanya membuat gelombang panas menjadi lebih umum dan ekstrem.

Pengaruh hal ini terhadap satwa liar bergantung pada beberapa faktor, yaitu geografi mereka, apakah mereka mengalami panas kronis atau gelombang panas individu, dan tentu saja, jenis hewan apa mereka.

Burung Dan Kelelawar Mati Jatuh dari Langit

Dalam kasus yang paling ekstrim, suhu panas dapat menyebabkan kematian massal.

“Hal ini terjadi terutama di daerah yang sudah panas dan kering di mana hewan tidak dapat menerima banyak pemanasan tambahan. Australia adalah contoh utama. Di sana, kita berbicara tentang dampak dari proporsi yang alkitabiah. Jadi burung dan rubah terbang benar-benar mati jatuh dari langit,” kata Ahli Ekologi dari Lund University di Swedia, Andreas Nord.

Sekalipun suhu panas tidak membunuh satwa liar, hal ini dapat mengubah perilaku mereka sehingga mempengaruhi jumlah populasi.

"Ada cara kematian yang berpotensi lebih berbahaya yang tidak meninggalkan jasad. Mungkin karena mereka lebih dehidrasi atau kurang aktif karena cuaca terlalu panas, mereka tidak berkembang biak pada tahun itu. Jadi hewan-hewan tersebut masih bertahan hidup, tetapi mereka tidak menghasilkan anak,” ujar Eric Ridell, Ahli Ekologi di Universitas North Carolina di Chapell Hill, AS.

Studi pada 2023 menemukan bahwa kumbang pengubur cenderung tidak berhasil bereproduksi ketika gelombang panas melanda saat kawin.

Beradaptasi Dengan Panas

Ketika hewan mengubah cara mereka bertindak agar tetap dingin atau menjadi lebih hangat, para ilmuwan menyebutnya sebagai perilaku pengaturan termal. 

Selama ada gelombang panas, cara tersebut termasuk berteduh di bawah bayangan benda besar, masuk ke dalam air, atau lebih banyak beristirahat.

Salah satu cara koala di Australia mengatasi panas ekstrem adalah dengan memeluk batang pohon yang sejuk. Beruang di California kadang mengambil pendekatan yang tidak lazim, mereka terekam video sedang berenang di kolam renang milik manusia ketika suhu melonjak.

Namun, masih belum jelas sejauh mana hewan dapat mengubah perilakunya untuk mengimbangi pemanasan global yang terus terjadi.

“Kami tidak benar-benar tahu apakah, katakanlah, 100, 1.000 atau 10.000 generasi dari sekarang, hewan akan lebih mampu beradaptasi terhadap panas atau lebih toleran terhadap fluktuasi suhu ekstrem yang kita lihat. Tapi kondisinya tidak bagus. Sepertinya banyak hewan yang sudah hidup maksimal sesuai dengan kemampuan sistem fisiologis mereka," kata Andreas.

Burung Sangat rentan

Pertanyaan terbuka lainnya adalah spesies mana yang paling rentan terhadap kenaikan suhu. Meskipun banyak kelompok yang terkena dampaknya, para ilmuwan telah mengamati bahwa burung seringkali sangat rentan.

"Secara perbandingan, cara mereka mendinginkan tubuh relatif buruk. Burung tidak memiliki kelenjar keringat. Hal ini sangat buruk jika cuaca sangat panas," ujar Andreas.

Dalam penelitiannya tahun 2021, Eric juga mengamati hal ini. Penelitian tersebut menganalisa kumpulan data mamalia kecil dan burung selama 100 tahun yang ditemukan di Gurun Mojave di California.

Meskipun kedua komunitas tersebut hidup dalam ekosistem yang sama, mengonsumsi makanan yang sama dan minum air yang sama, respons mereka terhadap kenaikan suhu berbeda.

Komunitas mamalia tetap stabil sepanjang abad ini. Sementara itu, jumlah spesies burung di gurun menurun sebesar 43%.

Tidak jelas apakah burung-burung tersebut bermigrasi ke lingkungan lain atau mati. Yang jelas mereka berada dalam posisi yang dirugikan ketika suhu meningkat.

"Mamalia sebagian besar hidup di bawah tanah. Mereka kebanyakan aktif di malam hari. Dan burung sebagian besar aktif di siang hari (dan) hidup di atas tanah. Mereka menikmati sinar matahari, yang benar-benar membuat mereka panas. Perbedaan ini memainkan peran yang sangat besar dalam respons terhadap perubahan iklim selama 100 tahun terakhir," kata Eric.

Berpikir Jangka Panjang

Ada beberapa intervensi darurat yang dapat dilakukan manusia untuk membantu hewan mengatasi panas ekstrem.

Beberapa pegiat konservasi telah mencoba membantu satwa liar dengan menyemprot air atau menyediakan tempat berlindung, namun hal ini hanya sekedar solusi untuk masalah yang jauh lebih besar.

Menurut Andreas dan Eric, hal yang lebih penting ke depan adalah pemerintah harus melestarikan habitat alami dalam jangka panjang.

Lingkungan alami hewan akan memiliki sumber daya untuk menahan dampak terburuk dari suhu yang sangat panas. Bisa berupa pepohonan rindang, air, makanan, tempat berlindung.

“Dampak perubahan iklim dan panas ekstrem terhadap dunia kehidupan semakin buruk seiring dengan semakin sedikitnya dunia kehidupan yang tersisa,” kata Andreas, dikutip dari Deutsche Welle, Rabu (10/7).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.