Partai-partai hijau tampaknya akan kehilangan kursi dalam pemilihan Parlemen Eropa, memicu kekhawatiran bahwa blok tersebut mungkin akan mengurangi kebijakan iklimnya.
Berdasarkan hasil sementara, The Greens/European Free Alliance (Greens/EFA) yang berhaluan kiri diperkirakan akan memenangkan 52 kursi di legislatif blok perdagangan yang beranggotakan 27 negara tersebut. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari 71 kursi yang diperoleh faksi hijau ini ketika tampil menjadi yang terkuat lima tahun lalu.
Hal ini terjadi di tengah pergeseran yang lebih luas ke haluan kanan dan reaksi hijau atau greenlash terhadap kebijakan yang dirancang untuk mengatasi krisis iklim dan melindungi lingkungan. Greens/EFA merupakan kelompok politik Parlemen Eropa yang sebagian besar terdiri dari partai-partai politik hijau dan regionalis.
Identity and Democracy, kelompok politik yang berhaluan kanan, meraup keuntungan besar di seluruh Uni Eropa. Sementara itu, kelompok politik European Conservatives and Reformists yang juga berhaluan kanan mendulang sedikit kenaikan suara.
Di Jerman, di mana Greens memerintah sebagai bagian dari koalisi lampu lalu lintas bersama partai politik kiri-tengah Social Democrats dan partai pro-bisnis Free Democrats, dukungan untuk partai hijau ini hampir separuhnya dibandingkan dengan tahun 2019. Hasil sementara menunjukkan Greens berada di posisi keempat dengan 11,9% suara.
Dukungan untuk Greens juga turun di Austria dan Prancis, di mana kelompok politik sayap kanan unggul dan mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengadakan pemilihan mendadak atau snap elections.
Di seluruh Benua Eropa, para petani yang frustrasi turun ke jalan beberapa bulan terakhir ini untuk mendorong pengecualian lebih lanjut dari aturan lingkungan Uni Eropa.
Partai-partai nasionalis dan sayap kanan, yang secara tradisional skeptis terhadap isu-isu iklim, juga menjadi pengkritik yang vokal terhadap kebijakan-kebijakan ramah lingkungan.
Kandidat utama Partai Hijau/Green Party, Bas Eickhout, mengatakan dukungan untuk partai-partai sayap kanan di seluruh Eropa dapat membahayakan kemajuan blok tersebut dalam aksi iklim.
“Perlombaan hijau global sedang berlangsung, dan itu terlihat di Tiongkok, Amerika Serikat, jadi ini berarti Eropa benar-benar perlu meningkatkan aksinya. Jika tidak mempercepat aksinya, industri Eropa akan kalah dalam perlombaan global, dan itulah yang saya khawatirkan,” ujar Bas, dikutip dari CNBC pada Senin (10/6).
Kekalahan di Prancis dan Jerman jelas merupakan pukulan. Menurutnya, kebangkitan sayap kanan sangat memprihatinkan bagi semua orang yang percaya pada Uni Eropa yang demokratis dan masyarakatnya yang adil dan setara.
Namun, partai-partai hijau berhasil menduduki peringkat pertama di Denmark dan Belanda. Terry Reintke, kandidat utama lainnya dari partai hijau, mengatakan hasil yang kuat untuk partai hijau di Swedia dan Finlandia harus dilihat sebagai tonggak penting bagi partai hijau.
Menurut Terry, para pemilih telah memilih anggota parlemen dari partai-partai hijau di negara-negara yang belum pernah menempatkan politisi mereka di Parlemen Eropa sebelumnya, seperti Kroasia, Latvia, Slovenia, dan Lithuania.
"Saat ini lebih penting untuk mengamankan mayoritas demokratis pro-Eropa yang stabil di Parlemen Eropa. Mayoritas demokratis ini harus bersatu dalam menghadapi sayap kanan,” kata Terry.
Menjelang pemungutan suara, para peneliti memperingatkan hasil pemilihan umum Eropa kemungkinan besar akan memberikan tekanan yang signifikan terhadap Kesepakatan Hijau Eropa, program netralitas karbon yang menjadi andalan di kawasan tersebut.
Wakil Presiden Kelompok Socialist and Democrats (S&D Group), Pedro Marques, mengatakan bahwa mendorong kebijakan iklim akan menjadi sebuah tantangan, mengingat adanya dukungan untuk kelompok sayap kanan. S&D Group berhaluan kiri-tengah.
"Kami prihatin, dan kami pasti tidak akan membiarkan (hal itu) terjadi dari sisi kami. Artinya, Kesepakatan Hijau itu tidak bisa kembali, namun kami siap untuk memberikan sentuhan tambahan, yaitu sebuah Kesepakatan Hijau, tetapi dengan tetap memperhatikan transisi. Ekonomi kita, usaha kecil kita, warga negara kita, mereka terpengaruh oleh transisi menuju ekonomi hijau yang baru ini, jadi mari kita dukung mereka - namun itu berarti kita harus kembali dengan Kesepakatan Hijau,” kata Pedro.
CEO Asosiasi Asuransi Jerman dan mantan wakil menteri keuangan Jerman, Jorg Asmussen, mengatakan bahwa ia tidak menyangka hasil pemilihan umum Eropa akan memicu pemilihan mendadak di Jerman. Ia menambahkan bahwa pemerintahan koalisi negara tersebut saat ini kemungkinan akan terus berantakan hingga September tahun depan.
"Dari apa yang saya lihat di tingkat Eropa, agenda pro-Eropa dan juga pro-daya saing tidak akan berubah. Jadi, pengaruh ekstrem kanan atau kiri dalam politik akan terbatas. Saya melihat adanya pengaruh pada kebijakan migrasi Uni Eropa dan Jerman serta pada Kesepakatan Hijau, yang tentunya akan dikalibrasi ulang ... karena tidak ada dukungan yang cukup di masa depan di Parlemen Eropa, namun tentu saja isu iklim tidak akan hilang,” ujar Jorg.
Greenpeace mengatakan, terlepas dari hasil pemilu, kekhawatiran utama para pemilih di seluruh blok Eropa masih tentang perubahan iklim dan penyelamatan alam. Mayoritas dari mereka jelas menginginkan Uni Eropa untuk mengambil tindakan terhadap dua isu tersebut dalam lima tahun ke depan.
“Pemilu kali ini tidak akan membuat krisis iklim dan alam menjadi kurang eksis. Banjir, kekeringan, dan gelombang panas akan semakin memburuk, dan semua politisi yang baru terpilih harus bertindak untuk mempertahankan kemampuan planet kita untuk bisa menopang kehidupan dan memberikan masa depan bagi anak-anak kita. Siapapun yang berkuasa, kami akan meminta pertanggungjawaban dan mengingatkan mereka akan tanggung jawab tersebut,” ujar juru kampanye Greenpeace Uni Eropa, Ariadna Rodrigo.