Banner

Uni Eropa Tak Siap Larang Impor Komoditas Hasil Deforestasi

freepik.com/bearfotos
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 12 Juni 2024, 10.44

Uni Eropa tidak siap untuk menerapkan undang-undang pelarangan impor komoditas dan barang-barang yang terkait dengan deforestasi.

Undang-undang tersebut, yang mulai berlaku akhir Desember, mengharuskan para importir kopi, kakao, daging sapi, kedelai, karet, kayu, dan minyak kelapa sawit untuk membuktikan rantai pasok mereka tidak berkontribusi terhadap deforestasi di manapun di dunia. 

Jika gagal membuktikan akan didenda hingga 4% dari omset mereka di Uni Eropa.

Menurut Asosiasi Perdagangan Biji-Bijian Uni Eropa, peraturan tersebut berlaku sama bagi para petani Eropa.

Mereka akan dilarang mengekspor produk yang dibudidayakan di lahan yang mengalami deforestasi.

Kepala Asosiasi Perdagangan Biji-Bijian Coceral, Iliana Axiotiades, mengatakan Komisi Eropa dan otoritas negara anggota Eropa yang bertanggung jawab atas penerapan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) belum ada persiapan.

“Bahkan sistem teknologi informasi yang dibutuhkan industri untuk memberikan (informasi) belum siap,” ujar Iliana dihadapan para delegasi yang hadir dalam Konferensi Dewan Biji-bijian Internasional (IGC) di London, dikutip dari Reuters pada Selasa (11/6).

Menanggapi pertanyaan apakah undang-undang penting tersebut - yang pada waktunya nanti dapat membentuk kembali pasar komoditas global - akan ditunda, Iliana mengatakan ia yakin keputusan akan diambil dengan mempertimbangkan kurangnya persiapan. 

Pada Maret lalu, sekitar 20 anggota Uni Eropa meminta Brussel untuk mengurangi dan mungkin menangguhkan EUDR. Mereka bersikeras kebijakan tersebut akan merugikan para petani.

Para pemimpin Uni Eropa telah melunakkan berbagai langkah lingkungan untuk memadamkan protes berbulan-bulan yang dilakukan oleh para petani.

Petani marah atas berbagai isu, termasuk kebijakan hijau Uni Eropa dan impor murah. Negara-negara produsen, dari Indonesia hingga Brasil, juga mengkritik undang-undang tersebut.

Menurut mereka, undang-undang tersebut diskriminatif dan pada akhirnya dapat mengecualikan para petani kecil yang rentan untuk mengakses pasar Uni Eropa yang menguntungkan.

Mereka khawatir para petani di daerah pedesaan yang terpencil, misalnya, tidak dapat memberikan koordinat geografis kepada para pembeli untuk membuktikan bahwa pertanian mereka tidak berada di lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020. Ini merupakan salah satu persyaratan utama dalam undang-undang tersebut.

Pedagang komoditas dan perusahaan barang konsumen seperti JDE Peet's, salah satu perusahaan kopi terbesar di dunia, menyampaikan kekhawatirannya bahwa industri mereka tidak akan dapat memenuhi persyaratan undang-undang tersebut tepat waktu.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.