Katadata Green
Banner

Tekan Polusi, Pemprov DKI Kaji Tarif Parkir hingga Perkuat Data

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.
Avatar
Oleh Rena Laila Wuri 14 Mei 2024, 16.34

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan sejumlah upaya untuk menekan polusi udara. Sejumlah upaya tersebut di antaranya memperkuat data hingga mengkaji skema-skema disinsentif perparkiran.

Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Sarjoko, mengatakan Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan pembangunan integrasi data kualitas udara dan kesehatan sejak beberapa bulan terakhir. Hal ini dibuktikan, salah satunya melalui integrasi sistem Elang Biru Jaya dan sistem Uji Emisi Kendaraan Roda 2 dan Roda 4 milik KIR Dinas Perhubungan. 

“Sinergi tersebut memungkinkan pemerintah untuk mengintervensi emisi langsung dari sumbernya, serta mendorong kepatuhan emisi gas buang kendaraan bermotor agar memenuhi standar,” ujar Sarjoko dikutip Selasa (14/5).

Selain itu, pemerintah juga mengembangkan sistem peringatan dini risiko paparan polusi udara. Hal itu dilakukan dengan mengkaji skema-skema disinsentif perparkiran, meningkatkan manajemen pelayanan transportasi, dan implementasi konsep kawasan rendah emisi terpadu.

Dia mengatakan, Pemprov DKI memperkuat fasilitas data inventarisasi emisi dan stasiun pemantau udara dari sektor transportasi dan industri. Saat ini DKI Jakarta telah memiliki lima stasiun pemantau referensi tambahan dan 23 sensor udara berbiaya rendah. Alat-alat pemantauan tersebut dibutuhkan sehingga pemda memiliki data yang valid dan berkualitas. 

"Dengan adanya data yang lebih banyak, kita dapat lebih presisi dalam mengidentifikasi sumber polusi, mengkomunikasikannya kepada publik, dan membuka akses keterbukaan informasi yang lebih luas,” kata Sarjoko.

Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Handayani, mengatakan pengendalian polusi udara memiliki banyak dimensi. Penanganan di hulu terhadap sumber emisi harus selaras dengan penanganan di hilir. Pada tingkat tapak, aksi bersama masyarakat dapat dilakukan dengan mengurangi produksi emisi dari perilaku kecil, misalnya lebih memilih jalan kaki ke warung atau pasar terdekat dari rumah, pilah olah sampah tanpa pembakaran.

“Masyarakat diharapkan memakai masker ke luar rumah ketika kualitas udara menurun, menggunakan transportasi umum, dan melakukan uji emisi kendaraan pribadi,” kata Dwi Oktavia saat melakukan kampanye edukasi bertajuk “Udara Bersih Untuk Jakarta” di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pandawa Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).

Kualitas Udara Jakarta Masuk 10 Besar Terburuk Dunia

Sementara itu DKI Jakarta masuk 10 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia hari ini, Selasa (14/5). Kualitas udara pada siang ini dinilai tidak sehat berdasarkan data situs pemantau kualitas udara.

Data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada pukul 14.00 WIB, menunjukkan Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 178, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di angka konsentrasi 94,1 mikrogram per meter kubik.

Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 18.8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

 

 

 

 

 

Reporter : Rena Laila Wuri Editor : Tia Dwitiani Komalasari
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.