Katadata Green dan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) berkolaborasi menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Buleleng, Bali. FGD ini bertajuk “Optimalisasi Kebijakan Integrated Area Development (IAD) untuk Percepatan Pengembangan Ekowisata dan Pengelolaan Komoditas Lestari Berbasis Perhutanan Sosial.”
FGD ini menggandeng berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah daerah hingga desa, akademisi, pelaku usaha, dan pengelola ekowisata. Dengan perjumpaan beragam pemangku kepentingan ini, FGD diharapkan dapat menyelaraskan visi untuk mendorong pengelolaan hutan yang lestari, partisipatif, dan berkelanjutan.
Kepala Balai Perhutanan Sosial Kawasan Bali dan Nusa Tenggara Awan Siswanto mengungkapkan, IAD dirumuskan sebagai solusi untuk menarik berbagai pihak, terutama lembaga pemerintah daerah, untuk turut terlibat dalam pengelolaan kehutanan.
“Ibaratnya, IAD adalah ‘arena bermain'. Pengelolaan kawasan hutan tidak dilakukan dinas kehutanan saja, tapi dinas lain seperti dinas pertanian dan pariwisata juga bisa mendukung kegiatan usaha perhutanan sosial,” ujar Awan.
Awan menjelaskan, dukungan tersebut bisa berupa pelatihan sampai dukungan pendanaan. IAD juga memungkinkan pengembang swasta bekerja sama dengan masyarakat untuk mengoptimalkan usaha berbasis PS.
Fungsional Perencana Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Buleleng Made Anik Widyatini mengungkapkan, dari 132.268 hektare (ha) luas Buleleng, 35.512, 96 ha di antaranya adalah kawasan hutan.
“Secara administratif, dari 129 desa yang ada di wilayah kami, 47 desa di antaranya berbatasan langsung dengan kawasan hutan,“ kata Anik.
Dia melanjutkan, sebanyak 36 pihak dari 47 desa ini telah memiliki persetujuan perhutanan sosial. Salah satu di antaranya yang masuk ke dalam dokumen perencanaan IAD adalah Desa Pemuteran.
Anik menjelaskan, perencanaan IAD untuk pengembangan PS di Pemuteran terdiri dari pengembangan agrosilvopastura atau pemeliharaan ternak sapi di kawasan hutan, pengembangan wanatani, penataan kawasan perbukitan dan tanaman, serta pemasangan pompa hidran.
Di bidang wisata, Bappedalitbang juga telah memetakan potensi wisata seperti Munduk Udeng-Udengan, serta wisata bahari yang sudah terkenal. Pemuteran juga masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata untuk Kawasan Batuampar dan sekitarnya.
Kendati perencanaan sudah ada, Anik juga menjabarkan beberapa tantangan terkait penerapan IAD. Pertama, pemerintah kabupaten butuh koordinasi intensif antara pemangku kepentingan agar informasi tentang dokumen lebih tersebar.
“Kedua, dibutuhkan forum koordinasi lintas sektor di tingkat kabupaten agar penerapan IAD bisa lebih efektif. Ketiga, masih ada masalah keterbatasan anggaran karena APBD sudah terserap untuk pemenuhan program prioritas yang sudah ditentukan penggunaannya,“ kata Anik menjelaskan.
Senada, Kepala Kesaturan Pengelolaan Hutan Wilayah Bali Utara I Wayan Suardana menilai Bappedalitbang dapat membentuk semacam “admin,” sehingga ketika ada donator atau sumber anggaran dari luar dapat didisposisikan dan dikoordinasikan dengan taktis.
Menurutnya, IAD kelak harus dimanfaatkan secara optimal agar dapat mendukung pengembangan PS di Buleleng. Pasalnya, potensi ekonomi kehutanan, termasuk ekowisata, di Bali Utara sangat tinggi.
“PNBP Bali dari sektor kehutanan terbesar dari Bali Utara. Tahun 2023 sekitar Rp27 juta, sedangkan tahun 2024 lebih tinggi lagi yaitu Rp44 juta,“ ungkap Wayan.
Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata Giri Kerthi Kadek Sudana menyatakan, kegiatan ekowisata di Pemuteran berupaya untuk menyelaraskan wisata alam dengan budaya. KUPS ini menawarkan paket wisata seperti trekking di wilayah perbukitan, village tourism, hingga wisata konservasi.
Dia mengungkapkan, kelompoknya akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak di desa dan pemda untuk menyelaraskan visi pengembangan PS.
Kegiatan FGD ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan di tingkat nasional dan dua daerah lain yakni Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat dan Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Selain di tingkat daerah, rangkaian FGD juga dilaksanakan di tingkat nasional guna mensinergikan seluruh pemangku kepentingan untuk mengembangkan strategi penerapan IAD dengan prinsip berkelanjutan. Sehingga, ekowisata dan komoditas lestari dari PS dapat menjadi penggerak ekonomi hijau.