Katadata Green
Banner

Bagaimana Perubahan Iklim Mengompori Hasrat Trump Mencaplok Greenland?

BBC
Avatar
Oleh Rezza 9 Januari 2025, 16.45

Meskipun belum resmi menjabat di Gedung Putih, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump sudah merilis sejumlah pernyataan kontroversial. Selain menyebut pembangkit tenaga angin–energi paling murah di AS saat ini–sebagai ‘sampah’, Trump juga tidak malu-malu mengungkap hasratnya untuk mencaplok Greenland.

Greenland, pulau terluas di dunia yang terletak di Arctic, kini berstatus kawasan semi-otonom yang dimiliki oleh Denmark. Tidak seperti namanya, Greenland bukan wilayah hijau penuh vegetasi tetapi justru diselimuti es putih tebal sepanjang mata memandang. “Bayangkan Greenland seperti kulkas terbuka di dunia yang hangat,” kata ilmuwan iklim New York University, David Holland, seperti dikutip dari AP.

Presiden Trump telah berkali-kali mengungkapkan keinginannya untuk mengakuisisi Greenland–dan juga Terusan Panama–ketika ia menjabat. Dalam konferensi pers pada Selasa (7/1), awak media bertanya apakah akan menggunakan pendekatan militer atau ekonomi untuk memenuhi keinginannya tersebut. 

“Tidak keduanya [pendekatan militer atau ekonomi]. Tapi saya pastikan kita membutuhkan [Panama dan Greenland] untuk keamanan nasional,” katanya, dikutip dari Bloomberg. 

Trump bukan presiden AS pertama yang ngebet memiliki Greenland. Saat Andrew Johnson–Presiden AS ke-17–membeli Alaska pada 1867, ia juga ingin mengakuisisi Greenland. Bahkan, setelah Perang Dunia ke-2, Presiden Harry Truman pernah menawarkan US$100 juta untuk membeli Greenland, tetapi segera ditolak oleh Denmark. Amerika Serikat akhirnya hanya bisa membangun pangkalan militer di pulau ini pada 1951.

 

Perubahan iklim dan ambisi Donald Trump

 

Donald Trump dan perubahan iklim ibarat air dengan minyak. Ia adalah penentang nomor satu aksi perubahan iklim. Saat menjadi Presiden AS, Trump menarik Negeri Paman Sam dari Kesepakatan Paris–meskipun kemudian Joe Biden membawa AS kembali ke percaturan iklim global. Ia berkali-kali menyebut perubahan iklim sebagai hoaks dan konspirasi. Trump juga mengecam anggaran belanja energi terbarukan AS yang ia tuding sebagai pemborosan negara. Namun ironisnya, perubahan iklim yang justru menjadi salah satu faktor utama mengapa Trump ingin menguasai Greenland. 

 

Beberapa tahun terakhir, tumpukan es yang menyelimuti Greenland telah meleleh akibat perubahan iklim. Penelitian gabungan yang dipimpin peneliti dari University of Leeds, Ines Otosaka pada 2023 menyebut Greenland kehilangan rata-rata 180 miliar ton es per tahun, di mana pada 2019 mencapai rekor tertinggi sekitar 489 miliar ton per tahun. Akibatnya, sekitar 28.000 kilometer persegi wilayah Greenland kini tidak lagi tertutup es. 

 

Lanskap Greenland yang sebelumnya terlihat putih, kini banyak yang mulai menghijau karena tumbuhnya vegetasi. Namun, ini justru kabar yang buruk bagi dunia. Warna putih dari es Greenland bertindak seperti cermin yang memantulkan cahaya matahari. Selain itu, sejumlah riset juga menyebut es yang mencair di Greenland bisa akan memicu kenaikan muka air laut di seluruh dunia hingga 27 centimeter. Bahkan jika seluruh es di Greenland mencair, permukaan air laut akan naik hingga lebih dari 7 meter.

 

Mencairnya es di Greenland ini rupanya justru menjadi berkah bagi sejumlah pihak, termasuk Donald Trump. Pasalnya, Greenland mengandung potensi melimpah sumber daya dan mineral kritis dibalik tebalnya selimut es yang ada di permukaan. Hingga saat ini memang belum ada pengeboran minyak di Greenland. Namun, The US Geological Survey memperkirakan ada 17,5 miliar barel minyak dan 148 triliun kubik gas alam di pulau tersebut. Pada Juni 2021, Pemerintah Denmark resmi melarang seluruh kegiatan eksplorasi minyak di Greenland.

 

“Masa depan tidak bergantung pada minyak. Masa depan ada pada energi terbarukan,” kata pemerintah Greenland, seperti dikutip dari AP. 

 

Profesor Geopolitik di Royal Holloway University of London, Klaus Dodds, mengatakan kandungan mineral kritis di Greenland membuat hasrat Donald Trump terhadap pulau tersebut semakin menggebu-gebu. Apalagi saat ini China menguasai pasokan mineral kritis dunia sehingga menguasai Greenland akan menjadi kesempatan bagi AS untuk mengalahkan negeri Tirai Bambu tersebut.   

 

“Saya rasa Trump tahu bahwa es di Arctic sedang mencair,” katanya, dikutip dari CNN. 

 

Sementara itu, Profesor Geografi University of Durham Phillip Steinberg menyebut mencairnya es di Greenland akan membuat sumber daya alam di Greenland lebih mudah diakses. Meskipun dengan mencairnya es, perairan di sekitar pulau tersebut juga menjadi lebih sulit diarungi. 

 

Keinginan Donald Trump mengakuisisi Greenland tampaknya akan sulit terjadi, setidaknya dalam waktu dekat. Perdana Menteri Denmark, Matte Frederiksen berkali-kali menegaskan Greenland tidak akan pernah dijual. Pada 2019, ia menyebut ambisi Trump sebagai ‘absurd’, “Greenland milik orang-orang Greenland,” katanya, dalam keterangan resmi merespons ambisi Trump (8/1). 

 

 

Editor : Rezza
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.