Katadata Green
Banner

Suhu Panas Kerek Permintaan Listrik Bangladesh, Bukan Gangguan Ekonomi

freepik.com/jplenio1
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 14 Agustus 2024, 08.23

Permintaan listrik Bangladesh tumbuh 7% selama tiga minggu protes mematikan di seluruh negeri yang mengganggu aktivitas industri dan komersial.

Data menunjukkan bahwa kenaikan permintaan tersebut karena rumah-rumah menyalakan pendingin udara (AC) untuk mendinginkan diri di tengah panas yang menyengat.

Protes terhadap kuota pekerjaan pemerintah menyebabkan gangguan yang meluas dalam aktivitas ekonomi sejak 16 Juli. Perdana Menteri Sheikh Hasina yang telah lama menjabat meninggalkan negara itu pada 6 Agustus.

Berdasarkan data dari regulator jaringan listrik, permintaan listrik Bangladesh meningkat hingga rata-rata 316 juta kilowatt-jam per hari, 7% lebih tinggi dari tahun ke tahun meskipun sebagian besar aktivitas ekonomi terhenti oleh protes nasional.

Angka tersebut lebih lambat dibandingkan kenaikan sebesar 10,1% pada kuartal Juni - saat gelombang panas menyengat melanda negara tersebut - tetapi lebih cepat dibandingkan kenaikan sebesar 3,3% selama kuartal Maret yang lebih dingin.

Data tersebut menunjukkan bagaimana pertumbuhan penggunaan listrik di Bangladesh, yang memiliki tingkat pertumbuhan permintaan listrik tertinggi selama dekade terakhir di antara negara-negara dengan lebih dari 100 juta penduduk, didorong oleh rumah tangga yang terkena dampak cuaca ekstrem.

Pertumbuhan konsumsi listrik yang didorong oleh sektor perumahan berbeda dengan negara-negara berkembang Asia lainnya seperti India dan Vietnam, di mana konsumsi industri telah menjadi pusat pertumbuhan permintaan listrik.

Bangladesh, yang berpenduduk lebih dari 170 juta orang, merupakan eksportir garmen terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, yang memasok pengecer global termasuk Walmart, H&M, dan Zara.

"Permintaan listrik di Bangladesh akan terus meningkat meskipun terjadi gejolak politik karena permintaan utamanya berasal dari rumah tangga. Kami menghadapi musim panas yang lebih panjang dan lebih panas dibandingkan sebelumnya, yang telah meningkatkan permintaan pendinginan di rumah tangga," kata Shafiqul Alam, Kepala Analis Energi di Bangladesh di Institut Ekonomi Energi dan Analisis Keuangan atau Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA).

Menurut Shafiqul, permintaan perumahan tumbuh lebih dari dua kali lipat tingkat permintaan industri dalam dekade terakhir.

Data dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan porsi penggunaan listrik oleh industri di Bangladesh merosot menjadi 44,8% pada 2019 dari 56,7% di 2010. 

Rumah tangga menarik lebih banyak listrik dari jaringan daripada industri pada 2020 dan 2021.

Para analis dan pakar industri mengatakan sifat konsumsi daya akan memastikan permintaan berkelanjutan untuk impor bahan bakar fosil

Hal ini karena produksi lokal tidak mencukupi dan karena produksi energi terbarukan negara tersebut termasuk yang terendah di dunia.

"Pemanfaatan pembangkit listrik tenaga batu bara kemungkinan akan meningkat karena jatuhnya harga batu bara global, dan kontribusi gas dalam pembangkit listrik akan sedikit menurun karena harga batu bara tetap kompetitif," kata Shafiqul, dikutip dari Reuters, Senin (12/8).

Peningkatan penggunaan listrik rumah tangga telah mendorong Bangladesh untuk meningkatkan impor batu bara termal, yang naik 26,6% menjadi 6,22 juta metrik ton selama tujuh bulan pertama,

Berdasarkan data dari firma analitik Kpler, hal tersebut karena pembangkit listrik berbahan bakar batu bara hampir meningkat tiga kali lipat dalam periode yang sama.

Di sisi lain, impor gas alam cair (LNG) - bahan bakar pembangkit listrik utamanya - tumbuh pada tingkat yang jauh lebih lambat yaitu 2,6% selama periode yang sama.

Menurut Kpler, hal ini karena batu bara menggerogoti porsi pembangkit listrik berbahan bakar gas alam.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.