Katadata Green
Banner

Status Pengakuan Hutan Adat dari Pemerintah Daerah Masih Minim

ANTARA FOTO/AJI STYAWAN
Avatar
Oleh Hari Widowati 11 Agustus 2024, 06.48

Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyoroti kondisi pengakuan wilayah adat di Indonesia oleh pemerintah daerah yang masih minim. Hingga saat ini baru 4,85 juta hektare (ha)  dari 284 peta yang telah diakui sebagai wilayah adat melalui produk hukum daerah.

Hingga Agustus 2024, BRWA telah meregistrasi sebanyak 1.499 wilayah adat dengan total luas mencapai 30,1 juta ha yang tersebar di 32 provinsi dan 166 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. Dari total wilayah adat yang teregistrasi, 7,6 juta ha yang tercatat, 17,68 juta ha dalam status registrasi, 3,02 ha dalam proses verifikasi, dan 1,81 ha yang telah tersertifikasi BRWA.

Sementara itu, status pengakuan resmi dari pemerintah daerah terhadap wilayah adat masih sangat minim. Hingga saat ini baru 4,85 juta ha dari 284 peta yang telah diakui sebagai wilayah adat melalui produk hukum daerah. 

Dalam hal penetapan Hutan Adat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mencatat bahwa dari potensi hutan adat seluas 23,2 juta ha yang ada, hingga saat ini baru 265.250 ha yang ditetapkan sebagai hutan adat. Kebijakan di sektor pertanahan juga masih menunjukkan masalah serius.

 

Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Adat. Dari berbagai wilayah komunitas dan pengurus AMAN melaporkan bahwa peraturan ini telah mulai dilaksanakan dan menimbulkan keresahan. Situasi ini menunjukkan bahwa diperlukan ruang untuk membuka kembali aturan ini dan membuka kemungkinan pada upaya perubahan.

Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat Belum Maksimal

Situasi ini menunjukkan bahwa upaya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat masih belum maksimal. Ketidakhadiran Undang-Undang Masyarakat Adat (UUMA) menyebabkan proses pengakuan wilayah adat masih terjebak dalam regulasi sektoral yang tidak memberikan kejelasan dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, menegaskan pentingnya pengesahan UUMA untuk memberikan kerangka hukum yang kuat dalam melindungi dan mengakui hak-hak masyarakat adat. "Kami menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan UU Masyarakat Adat sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional dalam melindungi hak-hak masyarakat adat," kata Rukka dalam keterangan resmi, Jumat (9/8).

Kepala BRWA, Kasmita Widodo, juga menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah harus segera melakukan terobosan dalam mempermudah proses pengakuan wilayah adat dan mengatasi berbagai kendala birokrasi yang selama ini menghambat proses tersebut.

BRWA dan AMAN menyoroti hal ini dalam rangka memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia jatuh pada 9 Agustus 2024. Tema peringatan tahun ini adalah "Masyarakat Adat: Inovasi dan Kearifan Lokal." Tema ini menekankan pentingnya menjaga dan memanfaatkan kearifan lokal dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

"Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia tahun ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk mempercepat proses pengakuan wilayah adat dan memberikan perlindungan nyata bagi masyarakat adat di Indonesia," kata Kasmita. Hanya dengan pengakuan yang memadai, inovasi dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat dapat berkontribusi penuh dalam pembangunan nasional dan pelestarian lingkungan.

 

Reporter : reportergreen Editor : Hari Widowati
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.