Katadata Green
Banner

EV Tiongkok Susah di Amerika Serikat, Mendominasi di Asia Tenggara

Katadata/123RF
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 8 Agustus 2024, 08.18

Akhir tahun lalu, produsen mobil Tiongkok BYD melampaui Tesla sebagai penjual kendaraan listrik terbesar di dunia.

Namun, mobil BYD tidak akan bisa ditemukan di Amerika Serikat dalam waktu dekat. 

Dengan industri otomotif Tiongkok dikenai tarif di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, salah satu pasar terpentingnya adalah Asia Tenggara.

Dari 31 brand mobil penumpang yang tampil bulan lalu di Indonesia International Auto Show yang digelar di luar Jakarta, sekitar sepertiganya berasal dari Tiongkok. Sebagian besar adalah kendaraan listrik.

Melewati para usher dan videotron besar, Safik Bahsein berjalan menuju pameran BYD. Ia memfokuskan perhatiannya pada BYD Dolphin, yang menjanjikan jarak tempuh 300 mil dengan sekali pengisian daya dan dijual dengan harga setara dengan Rp 416 miliar (US$26.000).

Kendaraan tersebut merupakan satu dari tiga model kendaraan listrik yang kini dijual BYD di Indonesia, negara dengan populasi terbesar keempat di dunia — dengan lebih dari 275 juta orang — dan pasar mobil terbesar di Asia Tenggara. 

Pengiriman pertama sebanyak seribu kendaraan listrik dari perusahaan tersebut telah tiba bulan lalu.

“Cukup cantik. Dibandingkan dengan mobil-mobil Eropa, saya pikir BYD punya prospek bagus di masa depan,” kata Safik, 49 tahun, yang bekerja di bidang perkapalan.

Menurutnya, kualitas mobil Tiongkok kini setara dengan mobil dari Eropa dan Jepang. 

Ia mengatakan sedang mempertimbangkan untuk membeli satu untuk istrinya, meskipun ia masih lebih suka Tesla Model 3 miliknya, yang harus diimpor khusus dua tahun lalu karena tidak ada dealer di Indonesia.

Pasar mobil di negara ini telah lama didominasi oleh merek-merek Jepang seperti Toyota, Daihatsu, dan Honda. 

Namun, perusahaan-perusahaan Tiongkok telah meraih kemajuan, terutama di bidang kendaraan listrik, yang masih tertinggal dari produsen mobil Jepang.

Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), brand otomotif asal Tiongkok menyumbang 43% penjualan kendaraan listrik pada paruh pertama 2024.

Namun, menarik minat orang untuk membeli kendaraan listrik merupakan tantangan tersendiri di Indonesia, di mana terdapat banyak alternatif yang lebih murah dan minimnya stasiun pengisian daya. 

Hanya 17.121 kendaraan listrik yang terjual tahun lalu - hanya 2% dari seluruh penjualan mobil.

Pemerintah Indonesia telah memberikan insentif bagi pembeli kendaraan listrik dan menetapkan target penjualan kendaraan listrik sebanyak 400 ribu unit tahun depan.

Namun, firma analisis data internasional Fitch Solutions telah menyarankan ekspektasi yang lebih realistis adalah 56 ribu unit pada 2028.

Bagi Goldie Liem, 24, yang baru-baru ini membeli Binguo EV dari produsen mobil Tiongkok Wuling, insentif terbesar adalah pelat nomor, yang membebaskan pengemudi Jakarta dari pembatasan jalan yang dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.

Hal tersebut menghemat waktu perjalanan hariannya ke kantor, yang bisa memakan waktu hingga dua jam. 

Ia juga menghemat bensin dan membayar pajak sekitar Rp 961.800 (US$60) per tahun dibandingkan dengan Rp 6.892.900 (US$430) untuk mobil Mazda lamanya.

“Mobil ini bisa mengantar saya dari titik A ke titik B, itu saja. Saya belum mencoba membawanya ke luar kota, karena saya tidak begitu berani, dalam hal stasiun pengisian daya dan sebagainya,” kata Goldie.

Butuh banyak alasan untuk membuat suaminya beralih ke kendaraan listrik. Pasangan tersebut datang ke pameran mobil karena suaminya ingin melihat BMW bertenaga bensin.

Di Tiongkok, industri kendaraan listrik berkembang pesat berkat subsidi energi bersih dan akses ke rantai pasokan komprehensif untuk teknologi baterai dan produksi kendaraan.

Namun, persaingan domestik yang ketat telah mendorong pemotongan harga dan membuat produsen mobil mencari peluang pertumbuhan di luar negeri.

Menurut Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok (CPCA), pasar ekspor terbesar tahun ini adalah Brasil, Belgia, Inggris, Thailand, dan Filipina. Indonesia termasuk di antara negara dengan pertumbuhan tercepat.

“Asia Tenggara, khususnya Thailand dan Indonesia, adalah titik awal, baik sebagai pasar maupun basis produksi. Tidak seperti masuk ke Eropa dan bersaing dengan Volkswagen dan BMW. Kini dengan peluang kendaraan listrik, brand Tiongkok memanfaatkannya,” kata Lei Xing, analis otomotif independen dan mantan pemimpin redaksi China Automotive Review.

BYD baru-baru ini mengumumkan rencana untuk membangun pabrik kendaraan listrik senilai Rp 20,8 triliun (US$1,3 miliar).

Pabrik tersebut berjarak dua jam dari Jakarta dan akan mulai beroperasi pada 2026, menemani brand Tiongkok lainnya seperti Neta dan Wuling untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia.

Bukan suatu kebetulan bahwa Indonesia juga merupakan salah satu produsen nikel dan mineral terkemuka di dunia yang dibutuhkan dalam produksi baterai listrik.

Tiongkok telah menginvestasikan miliaran dolar di tambang nikel Indonesia untuk mendapatkan logam strategis tersebut.

Kini Indonesia tengah berupaya menarik lebih banyak pendanaan dari Tiongkok untuk mengolah sumber daya alamnya dan memproduksi mobil di dalam negeri.

Dalam tulisan di kolom opini tahun ini untuk China Daily, surat kabar milik pemerintah Tiongkok, seorang pejabat senior transportasi Indonesia menyatakan industri kendaraan listrik di Indonesia terbuka untuk bisnis.

Pejabat tersebut, Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, juga mendorong produsen mobil Tiongkok untuk memanfaatkan kesempatan emas dari insentif pajak, yang baru-baru ini diumumkan untuk brand mobil internasional yang diproduksi di Indonesia.

Bagi brand seperti BYD, membangun lebih banyak fasilitas di negara lain merupakan bagian penting dari ekspansi global, terutama karena AS dan Uni Eropa mengancam akan menerapkan kebijakan yang lebih keras agar model mobil Tiongkok yang murah tidak dapat menyingkirkan produsen dalam negeri mereka sendiri.

Bulan lalu, Uni Eropa mengumumkan tarif hingga 37,6% untuk kendaraan listrik Tiongkok. Di AS, Presiden Joe Biden menaikkan tarif 25% yang berlaku untuk kendaraan listrik Tiongkok menjadi 100%.

BYD juga telah membuka pabrik di Thailand dan telah mengumumkan rencana investasi untuk Turki, Hungaria, dan Meksiko, yang dapat membantu produsen mobil tersebut menghindari pajak impor asing di AS dan Eropa atas barang-barang Tiongkok.

“Lokasi-lokasi ini sangat strategis. Agar bisa mendunia, menurut saya AS dan Eropa adalah dua perbatasan terakhir,” kata Analis Lei Xing, dikutip dari Los Angeles Times, Senin (5/8).

Sementara itu, terdapat Asia Tenggara. Di pameran otomotif tersebut, Ricky Aristin, 23 tahun, menghabiskan waktu dua jam untuk melihat-lihat mobil yang berpotensi menggantikan Honda Accord miliknya. 

Puncaknya Ricky merasakan duduk di kursi pengemudi BYD Seal, yang merupakan sedan listrik dengan harga jual sekitar Rp 705 juta (US$44.000).

“Rasanya seperti mobil mahal. Pengalaman yang menyenangkan dari mobil dengan harga termurah,” kata Ricky.

Meski begitu, ia memutuskan tidak akan membeli kendaraan listrik sampai Jakarta memiliki lebih banyak stasiun pengisian daya baterai.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.