Tim ilmuwan internasional menemukan oksigen yang diproduksi oleh nodul logam berbentuk kentang yang berada ribuan kaki di bawah permukaan Samudra Pasifik.
Temuan tersebut, yang dipublikasikan pada hari Senin di jurnal Nature Geoscience, menentang konsensus ilmiah tentang bagaimana oksigen diproduksi dan bahkan bisa memaksa pemikiran ulang yang radikal tentang asal-usul kehidupan kompleks di bumi.
Bersamaan dengan implikasi untuk ilmu kelautan, penelitian ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang risiko penambangan laut dalam.
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh profesor Andrew Sweetman dari am · Asosiasi Skotlandia untuk Ilmu Kelautan (SAMS) menemukan bahwa oksigen diproduksi dalam kegelapan total sekitar 4.000 meter di bawah permukaan laut.
Sebelumnya diperkirakan bahwa hanya organisme hidup seperti tumbuhan dan alga yang dapat menggunakan energi untuk menciptakan oksigen di planet bumi ini melalui proses yang disebut fotosintesis, yang membutuhkan sinar matahari.
“Agar kehidupan aerobik dapat dimulai di planet ini, harus ada oksigen dan pemahaman kami adalah bahwa pasokan oksigen bumi dimulai dengan organisme fotosintetik. Namun, kini kita tahu bahwa ada oksigen yang diproduksi di laut dalam, di tempat yang tidak ada cahaya. Oleh karena itu, saya pikir kita perlu meninjau kembali pertanyaan-pertanyaan seperti: di mana kehidupan aerobik dapat dimulai?” kata Andrew.
Oksigen yang sebut sebagai oksigen gelap karena diproduksi dalam kegelapan total ditemukan saat para peneliti melakukan kerja lapangan berbasis kapal di Samudra Pasifik.
Tim mengambil sampel dasar laut Zona Clarion-Clipperton, dataran abisal antara Hawaii dan Meksiko, untuk menilai kemungkinan dampak penambangan laut dalam.
Para peneliti menganalisis beberapa nodul dan menemukan banyak yang membawa muatan listrik sangat tinggi, yang menurut mereka dapat menyebabkan pemisahan air laut menjadi hidrogen dan oksigen melalui proses yang disebut elektrolisis air laut.
“Melalui penemuan ini, kami telah memunculkan banyak pertanyaan yang belum terjawab dan saya pikir kami memiliki banyak hal untuk dipikirkan dalam hal bagaimana kami menambang nodul-nodul ini, yang pada dasarnya merupakan baterai dalam batu,” ujar Andrew.
Ia menambahkan bahwa penelitian lebih lanjut mengenai produksi oksigen gelap akan diperlukan.
Studi ini sebagian didanai oleh perusahaan penambangan laut dalam asal Kanada, The Metals Co., yang bertujuan untuk menambang di area Zona Clarion-Clipperton pada akhir tahun 2025.
Dalam pernyataan kepada CNBC, The Metals Co. mengkritik temuan studi tersebut dan mengatakan akan menerbitkan bantahan pada waktunya.
Praktik penambangan laut dalam yang kontroversial melibatkan penggunaan mesin berat untuk membuang mineral dan logam berharga, seperti kobalt, nikel, tembaga, dan mangan, yang dapat ditemukan dalam nodul polimetalik di dasar laut.
Penggunaan akhir mineral ini sangat luas dan mencakup baterai kendaraan listrik, turbin angin, dan panel surya.
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa dampak lingkungan penuh dari penambangan laut dalam sulit diprediksi.
Sementara itu, kelompok kampanye lingkungan mengatakan praktik tersebut tidak dapat dilakukan secara berkelanjutan dan pasti akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan kepunahan spesies.
"Penemuan bahwa suatu proses yang berkaitan dengan nodul polimetalik menghasilkan oksigen, di suatu area yang menjadi target industri pertambangan laut dalam, memberikan penegasan lebih lanjut bahwa moratorium sangat dibutuhkan," kata Sofia Tsenikli, pemimpin kampanye global pertambangan laut dalam untuk Deep Sea Conservation Coalition, sebuah kelompok lingkungan nonpemerintah.
"Penelitian ini menekankan betapa banyak hal yang masih harus kita temukan dan pelajari tentang laut dalam dan menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang bagaimana penambangan laut dalam dapat memengaruhi kehidupan dan proses laut dalam," kata Sofia, dikutip dari CNBC, Selasa (23/7).