Katadata Green
Banner

Kebijakan Nuklir Kubu Oposisi Picu Perang Iklim di Australia

Vecteezy.com/Nur Faidin
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 23 Juli 2024, 11.48

Rencana pihak oposisi pemerintah Australia membangun jaringan reaktor nuklir memicu konfrontasi yang memecah belah mengenai kebijakan iklim menjelang pemilu yang diperkirakan akan diadakan tahun depan.

Kebijakan pihak oposisi, yang diumumkan bulan lalu, lebih mengedepankan peran yang lebih besar untuk bahan bakar fosil ketika tujuh pembangkit listrik tenaga nuklir milik negara sedang dibangun.

Kebijakan tersebut akan menggantikan upaya pemerintah saat ini pada percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan baterai.

Analis energi mengatakan langkah pihak oposisi tersebut akan menyebabkan emisi yang jauh lebih tinggi setidaknya selama dua dekade sebelum pembangkit listrik tenaga nuklir dapat masuk ke dalam jaringan listrik. Klaim ini ditolak oleh pihak oposisi.

Partai Buruh Australia (ALP) yang berkuasa mengatakan gagasan tersebut mengancam investasi di bidang pembangkit listrik tenaga angin dan surya.

Menurut ALP, kebijakan pihak oposisi merupakan sebuah fantasi yang mahal dan merusak lingkungan bagi negara yang luas, berpenduduk jarang dan bercuaca cerah tersebut, yang undang-undangnya saat ini melarang pembangkit listrik tenaga nuklir.

“Ini adalah sebuah taktik untuk menjaga agar batubara dapat bertahan lebih lama, dengan mengorbankan keandalan dan emisi. Ini adalah pengkhianatan terhadap warga Australia yang menderita akibat kebakaran hutan, banjir, dan angin topan pada dekade kritis bagi aksi iklim,” kata Menteri Energi Australia Chris Bowen pekan lalu.

Kubu oposisi, yaitu Koalisi antara Partai Liberal Australia dan Partai Nasional Australia, bertaruh pada kemarahan masyarakat yang tidak menginginkan pembangkit listrik tenaga angin atau tenaga surya di dekat tanah atau garis pantai mereka.

Mereka juga memanfaatkan hasil jajak pendapat yang menunjukkan sekitar separuh warga Australia mendukung pembangkit listrik tenaga nuklir.

ALP berada dalam tekanan di tengah krisis biaya hidup, sedangkan Koalisi berjanji rencana nuklirnya akan mencapai nol emisi pada 2050 dengan lebih murah dan aman daripada yang bisa dilakukan oleh ALP.

Banyak analis mengatakan janji tersebut tidak mungkin terwujud mengingat besarnya biaya pembangkit listrik tenaga nuklir meskipun Australia menjadi produsen utama uranium yang dibutuhkan sebagai bahan bakar.

Menurut beberapa analis politik dan energi, melemahnya momentum Australia terhadap energi terbarukan tampaknya menjadi target utama kebijakan nuklir.

Kos Samaras dari konsultan politik RedBridge mengatakan meski didukung di beberapa daerah, rencana tersebut tidak cukup populer di kalangan kelompok marginal untuk membawa Koalisi ke tampuk kekuasaan.

Namun, hal tersebut menjadi alternatif yang dapat dengan mudah mendapatkan dukungan jika peluncuran energi terbarukan tidak berjalan lancar.

“Jika Partai Buruh tidak melakukan hal yang benar, saat itulah Koalisi akan mengambil tindakan,” ujar Kos.

PERANG IKLIM
Kesenjangan kebijakan yang semakin lebar antara ALP dan kubu oposisi mencerminkan apa yang disebut sebagai perang iklim pada 2010-an ketika skeptisisme terhadap perubahan iklim yang dipicu oleh beberapa politisi Koalisi menjadi isu utama dalam pemilu.

ALP berupaya mengakhiri era tersebut sejak berkuasa di tahun 2022, dengan memposisikan Australia sebagai pemimpin iklim dan berupaya menjadi tuan rumah konferensi iklim internasional COP pada 2026.

Pada 2030, ALP menargetkan 82% listrik Australia berasal dari energi terbarukan, naik dari sekitar 40% saat ini, dan mengurangi emisi sebesar 43% dari tingkat emisi tahun 2005.

Dalam jangka panjang, mereka membayangkan sistem yang sebagian besar terbarukan didukung oleh baterai dan pembangkit listrik tenaga gas yang fleksibel.

Koalisi masih menginginkan nol emisi pada 2050, tetapi akan menargetkan penggunaan energi terbarukan yang lebih rendah dalam jaringan listrik, tanpa mengatakan berapa tingkat emisi yang akan dicapai.

Juru bicara energi kubu oposisi Ted O'Brien mengatakan ALP mengasingkan masyarakat lokal dan gagal memenuhi target energi terbarukan, serta membatasi pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas yang diperlukan untuk menopang pasokan listrik.

“Masalah yang perlu dipecahkan bukanlah memaksimalkan jumlah energi terbarukan di jaringan listrik, namun mengurangi emisi, menjaga harga tetap rendah dan terus berjalan,” ujarnya.

Menurut Ted, cepat atau lambat, ALP harus menggunakan pembangkit listrik tidak terbarukan agar jaringan listrik tetap berfungsi. “Tidak ada jalan yang kredibel menuju nol emisi tanpa adanya energi nuklir,” katanya.

OPSI NUKLIR
Banyak negara yang menggunakan tenaga nuklir, termasuk India, Korea Selatan, dan Inggris yang membangun reaktor baru.

Namun, para analis energi mengatakan biaya konstruksi yang tinggi, ditambah kurangnya keahlian nuklir Australia serta melimpahnya lahan dan sinar matahari, menjadikan nuklir sebagai pilihan yang kurang logis di Australia.

Tujuh pembangkit listrik tenaga nuklir hanya akan memasok sekitar 15-20% energi Australia pada 2050.

"Jika pembangkit listrik tersebut dapat dibangun tepat waktu atau tidak dibangun sama sekali," kata Analis Energi di lembaga think tank Grattan Institute Tony Wood.

Menurut para analis, lebih banyak pembangkit listrik tenaga angin dan surya pasti akan dibangun.

Operator pasar energi Australia memperkirakan semua pembangkit listrik tenaga batu bara berusia tua yang kini menyediakan sebagian besar listrik di negara itu akan ditutup dalam 15 tahun ke depan.

Negara dan perusahaan swasta mempunyai target emisi mereka sendiri, yang kemungkinan besar akan mereka penuhi.

David Dixon dari konsultan Rystad Energy mengatakan energi terbarukan juga merupakan bentuk pembangkit energi termurah, sehingga mendorong investasi.

Menurut perusahaan energi terbarukan dan investor, industri ini sedang dibayangi oleh ancaman perubahan kebijakan intervensionis yang besar, yang dapat mempertentangkan energi terbarukan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir yang didanai pajak.

Meskipun saat ini tidak ada yang mempertimbangkan kembali investasi, terdapat kekhawatiran bahwa pemerintah Australia membatasi pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai atau mengabaikan skema yang menjamin pendapatan minimum untuk fasilitas tenaga surya, angin, dan baterai, serta bertujuan untuk melipatgandakan jumlah kapasitas energi terbarukan yang dijanjikan antara tahun 2024 dan 2027.

Ted tidak mengatakan apakah Koalisi akan membatalkan skema investasi tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa desain yang ada saat ini tidak akan memberikan keamanan energi tanpa lebih banyak pembangkit listrik bertenaga gas.

Ted juga tidak mengatakan apakah dia akan memblokir pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai. Menurut dia, ALP harus berhenti mendorong zona angin lepas pantai di utara Sydney dan memulai proses keterlibatan masyarakat yang tepat.

Retorika oposisi di bawah kepemimpinan Peter Dutton serupa dengan pemimpin Koalisi sebelumnya, Tony Abbott, yang memenangkan pemilu pada 2013 dengan janji untuk menghapus pajak karbon.

“Iklim adalah senjata yang dipilih Abbott. Itu sangat efektif. Dutton akan mencobanya lagi," kata Tony, dikutip dari Reuters, Senin (22/7).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
Artikel Terpopuler
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.