Katadata Green
Banner

Regulator Keuangan G20 Abaikan Risiko Kehilangan Keanekaragaman Hayati

123.com/Dzmitry Skazau
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 19 Juli 2024, 09.14

Regulator dan pengawas keuangan di beberapa negara G20 mengabaikan risiko yang ditimbulkan oleh hilangnya keanekaragaman hayati dan penggundulan hutan karena kurangnya data dan malah berfokus pada risiko iklim.

Laporan yang dirilis pada hari Kamis oleh Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) menyebutkan regulator yang telah mengkaji risiko terkait alam menemukan bahwa keanekaragaman hayati dan hilangnya alam dapat mengakibatkan kerugian kredit, gagal bayar, dan koreksi harga mendadak yang menimbulkan risiko keuangan bagi bank dan lembaga lainnya.

Namun, beberapa pihak bahkan belum menilai risiko-risiko tersebut.

Lembaga keuangan menghadapi paparan risiko fisik melalui investasi dan aktivitas pendanaan mereka di sektor-sektor yang berkaitan dengan alam seperti produksi pangan.

Menurut FSB, lebih banyak upaya diperlukan sebelum mereka dapat menerjemahkan perkiraan eksposur keuangan ke dalam ukuran risiko.

Risiko fisik dapat timbul dari degradasi alam seperti penurunan jumlah serangga penyerbuk yang penting untuk produksi pangan atau degradasi lahan pertanian.

Hal ini berbeda dengan risiko transisi, yang timbul dari tindakan dan kebijakan yang bertujuan melindungi atau mengurangi dampak negatif terhadap alam.

Bank Dunia memperkirakan bahwa kehancuran sebagian ekosistem dapat merugikan 2,3% PDB global pada 2030, dan beberapa negara termiskin akan terkena dampak terburuknya.

Brasil, yang saat ini menjabat sebagai presiden G20, menugaskan FSB, yang merupakan sekelompok bank sentral, pejabat keuangan dan regulator dari negara-negara G20, untuk melakukan inventarisasi pertama upaya regulasi dan pengawasan global untuk mengidentifikasi dan menilai risiko keuangan terkait alam.

FSB menemukan bahwa otoritas keuangan termasuk bank sentral dan kementerian keuangan berada pada tahap yang berbeda-beda dalam mengevaluasi relevansi hilangnya keanekaragaman hayati dan risiko terkait alam lainnya sebagai risiko keuangan.

Beberapa di antaranya sudah menerapkan kebijakan dan panduan, sementara yang lain belum memiliki data yang diperlukan dan kapasitas yang memadai untuk mengkaji risiko-risiko tersebut.

Studi ini dilakukan menjelang konferensi keanekaragaman hayati COP16 PBB di Kolombia pada bulan Oktober di mana para pemimpin dunia berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap ekosistem utama.

“Laporan ini berkontribusi pada diskusi internasional mengenai apakah dan bagaimanakah degradasi alam, seperti hilangnya keanekaragaman hayati, merupakan risiko keuangan yang relevan,” kata Ketua FSB Klaas Knot, dikutip dari Reuters, Kamis (18/7).

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.