Transisi energi Singapura sangat bergantung pada negara-negara tetangganya. Para ahli memilih Malaysia dan Indonesia sebagai sumber impor energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan bauran energi Singapura.
Ember, sebuah lembaga pemikir energi global independen, menyatakan Singapura membutuhkan bauran energi yang beragam untuk dapat mendekarbonisasi sektor kelistrikan, mencapai target nol karbon, dan meningkatkan ketahanan energinya.
“Diversifikasi sumber energi terbarukan akan membantu Singapura menggandakan kapasitas impor energi terbarukan agar sesuai dengan target sektor listrik neto pada tahun 2045,” ujar Dinita Setyawati, analis kebijakan kelistrikan senior untuk Asia Tenggara di Ember, kepada Singapore Business Review, Rabu (17/7).
Menurut Wood Mackenzie, saat ini Singapura hanya memiliki 0,2 gigawatt (GW) impor rendah karbon. Perusahaan penyedia data dan analisis energi global ini mencatat bahwa dengan persetujuan bersyarat dari Otoritas Pasar Energi (EMA) untuk proyek-proyek sebesar 4,2 GW, Singapura masih berada di jalur yang tepat untuk mencapai target untuk memiliki komposisi listrik rendah karbon sebesar 30% pada 2035.
"Setelah Singapura mencapai target 2035, emisi listriknya dapat turun 10% dari tingkat emisi tahun 2023," ujar Wood Mackenzie.
Meskipun Singapura berada di jalur yang tepat untuk mencapai targetnya, Setyawati menekankan bahwa negara ini harus meningkatkan ambisinya untuk impor energi terbarukan. Impor energi terbarukan tidak hanya untuk memenuhi target emisi sektor listrik nol bersih dari Badan Energi Internasional (IEA), namun juga untuk secara signifikan mengurangi emisi sektor listrik per kapita. Saat ini emisi sektor listrik per kapita Singapura hampir lima kali lebih tinggi dari rata-rata di negara-negara Asia Tenggara.
Jika Singapura berhasil mencapai target NZE IEA, maka Singapura akan mampu mengurangi emisi sektor listrik per kapita antara tahun 2022 dan 2035 sebesar 52% hingga 58%.
Untuk mencapai target IEA NZE, Setyawati mengatakan bahwa Singapura akan membutuhkan 8,1 GW kapasitas impor listrik terbarukan pada tahun 2035 dan 16 GW pada tahun 2045.
Negara-negara tetangga yang telah dimanfaatkan Singapura untuk sumber energi terbarukan termasuk Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, Kamboja, dan Vietnam. Di antara pasar-pasar ini, Wood Mackenzie mengatakan bahwa energi terbarukan dari Malaysia adalah yang paling murah untuk diimpor.
“Hal ini sebagian besar disebabkan oleh jarak antara negara-negara tersebut yang lebih dekat dari Indonesia, yang membantu menurunkan biaya interkoneksi antarnegara,” ujar Wood Mackenzie.
Dari Malaysia, Singapura dapat mengimpor tenaga surya dari Semenanjung dan tenaga air dari Sarawak. Indonesia juga merupakan pilihan yang baik bagi Singapura untuk energi surya karena Indonesia juga membutuhkan investasi transmisi yang lebih kecil.
Dengan menggunakan Indonesia dan Vietnam sebagai dasar, Setyawati mengatakan bahwa Singapura perlu menginvestasikan US$51 miliar-US$66 miliar untuk mengimpor 14 GW energi angin dan 17 GW energi surya pada tahun 2035 dan menyelaraskannya dengan pencapaian IEA NZE.
“Anggaran ini akan mencakup pembangunan dan pengoperasian fasilitas tenaga angin dan tenaga surya, yang akan dipecah menjadi proyek-proyek yang lebih kecil dan mudah dikelola,” ujar Setyawati.
Jika Singapura hanya mengimpor angin, Singapura harus menginvestasikan US$64 miliar-US$100 miliar untuk mendapatkan 36 GW dari pembangkit listrik tenaga angin di darat dan lepas pantai.
Jika Singapura memilih strategi energi surya eksklusif, Singapura membutuhkan US$40 miliar untuk membangun dan menjalankan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 28 GW. Setyawati menggarisbawahi bahwa angka-angka yang ia berikan tidak termasuk biaya transmisi atau biaya yang dibayarkan ke negara-negara yang terlibat.
Ketika melihat negara-negara yang paling kaya akan sumber daya alam, Thailand menonjol dalam hal energi surya, dengan potensi yang belum dimanfaatkan sebesar 10,522 GW. Kemudian, Myanmar dengan potensi 7,72 GW dan Kamboja 3,19 GW.
Untuk tenaga angin, Myanmar adalah negara yang paling kaya akan sumber daya, dengan potensi yang belum dimanfaatkan sebesar 479 GW.
Untuk tenaga air, yang mana Singapura tidak memiliki sumber dayanya, India dan Indonesia dapat menjadi kandidat untuk impor mengingat potensi yang belum dimanfaatkan masing-masing sebesar 75 GW dan 59 GW.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.