Menteri Energi Afrika Selatan Kgosientsho Ramokgopa berjanji untuk mempercepat peralihan ke energi terbarukan dari batu bara.
Kebijakan ini berbeda dengan menteri sebelumnya yang menentang keputusan pengurangan karbon yang cepat dan berjanji untuk tetap membakar batu bara untuk waktu yang lama.
Kgosientsho, yang baru terpilih untuk menjalankan Kementerian Energi dan Listrik yang juga baru terbentuk, berbicara kepada para jurnalis saat negara dengan industri terbesar di Afrika ini merayakan lebih dari 100 hari tanpa pemadaman listrik - sebuah rekor selama bertahun-tahun pemadaman listrik yang melumpuhkan.
"Saya akan sangat agresif dalam hal ... energi terbarukan. Anda akan melihat porsi yang eksponensial," kata Kgosientsho pada konferensi pers di ibu kota Pretoria.
Ia ingin memberi sinyal kepada para investor bahwa kementeriannya berniat untuk menempuh jalur tersebut.
Karena ketergantungannya pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang dijalankan oleh perusahaan listrik negara Eskom, Afrika Selatan termasuk di antara 15 negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.
Menurut lembaga pengawas Climate Transparency, emisi Afrika Selatan lebih besar dari Inggris, Turki, atau Prancis dan memiliki intensitas karbon tertinggi di antara Kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar.
"Kami akan menjadi pemimpin di benua ini dalam hal energi terbarukan," kata Kgosientsho, dikutip dari Reuters, Selasa (9/7).
Pernyataan ini sangat berbeda dengan pendahulunya, Gwede Mantashe, yang berulang kali menolak tekanan internasional untuk bergegas menggunakan energi hijau dan mempertanyakan kelayakannya.
Presiden Cyril Ramaphosa memilih kabinet barunya pada akhir bulan lalu, setelah berminggu-minggu melakukan tawar-menawar dengan partai-partai lain setelah Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa kehilangan suara mayoritas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pemilu Mei lalu.
Sebelumnya, energi terikat dengan tambang di bawah kepemimpinan Gwede, tetapi Presiden Cyril melepas dan menggabungkannya dengan kementerian listrik di bawah kepemimpinan Kgosientsho.
Para analis melihat kebijakan tersebut sebagai langkah untuk memisahkan energi dari batu bara.
Dengan 400 ribu kilometer persegi semi-gurun dan garis pantai yang luas yang dihantam angin kencang, Afrika Selatan juga memiliki beberapa potensi energi terbarukan yang paling melimpah di dunia.
Namun, ketidakpastian kebijakan menghambat investasi, dan para aktivis menyayangkan keputusan Pemerintah Afrika Selatan tahun lalu yang menunda penonaktifan beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara hingga 2030 demi keamanan energi.
Kgosientsho mengakui peralihan Afrika Selatan ke energi hijau telah memakan waktu sedikit lebih lama dari yang seharusnya.
Dia bilang prioritasnya adalah bertemu dengan para pelaku bisnis untuk mendiskusikan rintangan-rintangan yang melemahkan keinginan mereka untuk ikut berpartisipasi.