Banner

Mesir Siap Operasikan PLTB Senilai US$10 Miliar di 2026

freepik.com/halayalex
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 1 Juli 2024, 12.38

Salah satu pembangkit listrik tenaga angin terbesar di dunia akan dibangun di Mesir mulai Maret 2026.

Kebutuhan energi di negara Afrika Utara tersebut menjadi sorotan karena adanya pemadaman listrik selama musim panas.

Menurut Ketua Eksekutif Infinity Power Mohamed Ismail Mansour, mega proyek di darat yang akan menelan biaya lebih dari US$10 miliar (Rp 163 triliun) tersebut akan mulai menghasilkan listrik pada 2032.

Infinity Power merupakan sebuah perusahaan patungan antara Infinity di Mesir dan perusahaan energi terbarukan Masdar yang dimiliki oleh Abu Dhabi.

Pembangunan proyek 10 gigawatt tersebut telah dijadwalkan untuk mulai berjalan tahun ini, tetapi tertunda karena proses pembebasan lahan di wilayah Sohag Barat, Mesir Hulu.

Mengamankan sumber energi baru merupakan isu mendesak bagi Mesir, yang telah mengalami pemadaman listrik terjadwal selama sekitar satu tahun.

Pemadaman listrik terjadi karena melonjaknya suhu dan masalah lain yang membuat pemerintah berjuang untuk memenuhi permintaan listrik kepada lebih dari 105 juta orang.

Meskipun memiliki ladang gas lepas pantai yang signifikan dan menjadi eksportir penting ke Eropa, Mesir dipaksa untuk kembali menjadi importir tahun ini, dengan pembelian LNG yang akan menjadi yang tertinggi sejak tahun 2018.

Perdana Menteri Mostafa Madbouly mengatakan pemerintah Mesir telah mengalokasikan US$1,2 miliar (Rp 19,6 triliun) untuk impor energi tambahan, termasuk bahan bakar minyak (BBM), dala m usahanya untuk mengakhiri pemadaman listrik pada musim panas ini.

Tenaga listrik yang nantinya akan dihasilkan oleh pembangkit listrik Sohag akan menjadi keuntungan bagi Mesir.

Mesir berencana menonaktifkan beberapa pembangkit listrik bertenaga gas seiring dengan meningkatnya produksi energi terbarukan.

Negara tersebutmemiliki target ambisius untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energinya menjadi 42% pada 2030.

Mesir merupakan salah satu dari sedikit negara di Afrika yang jaringan listriknya diperkirakan akan tumbuh cukup cepat untuk menyerap kapasitas terbarukan tersebut.

"Jaringan listrik merupakan tantangan besar bagi para pengembang proyek-proyek listrik yang lebih besar", ujar Mohamed Ismail.

Di benua yang lebih luas, Infinity Power menargetkan kenaikan kapasitas menjadi 10 gigawatt dari 1,3 gigawatt pada 2030.

Sebagian dari target tersebut bisa tercapai di Kamerun, di mana mereka berencana untuk mengumpulkan US$2 miliar (Rp 32,7 triliun) dalam bentuk utang dan ekuitas untuk mengembangkan proyek-proyek berskala lebih kecil yang menghasilkan gabungan 4 gigawatt.

Proyek-proyek tersebut, yang terkonsentrasi di Kamerun Barat, dapat mencakup fasilitas tenaga surya, angin, penyimpanan baterai, dan biomassa.

Menurut Mohamed Ismail, kapasitas masing-masing proyek akan relatif kecil - sekitar 50 megawatt untuk tenaga surya, atau 100 megawatt untuk tenaga angin - untuk menghindari terlalu banyak tekanan pada jaringan listrik.

Negara-negara Afrika telah mengorganisir diri mereka ke dalam kelompok regional yang memungkinkan mereka untuk memperdagangkan listrik di antara mereka sendiri.

Hal ini memungkinkan mereka untuk memikat investasi untuk pasar trans-nasional, sebuah situasi yang dapat menguntungkan beberapa bagian Afrika tengah dan barat yang memiliki tingkat elektrifikasi terendah di dunia, namun memiliki biaya listrik tertinggi di Afrika Sub-Sahara.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.