Menyisihkan 1,2% tambahan lahan di dunia sebagai cagar alam akan mencegah sebagian besar kepunahan tanaman dan hewan yang diperkirakan akan terjadi dan menelan biaya sekitar US$263 miliar (Rp 4.324 triliun).
Dunia berlomba mencapai target melindungi 30% dari bagian dunia di 2030 demi melindungi satwa liar yang terancam punah akibat perubahan iklim, polusi, dan perusakan habitat.
Para pembuat kebijakan global akan bertemu pada pertemuan tingkat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kolombia pada bulan Oktober nanti untuk membahas rencana pencapaian target tersebut.
Studi dalam jurnal Frontiers in Science, yang diterbitkan pada hari Selasa (25/6), bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan bernilai tinggi dengan harapan agar kawasan tersebut dapat dimasukkan ke dalam rencana perlindungan tersebut.
"Sebagian besar negara tidak memiliki strategi. Target 30 x 30 masih kurang detail karena tidak menjelaskan secara spesifik 30% mana yang harus dilindungi," kata Carlos Peres, salah satu penulis studi dan pakar ekologi konservasi di University of East Anglia, Inggris.
Perlindungan yang diusulkan oleh studi tersebut mencakup tambahan 1,6 juta kilometer (km) persegi, sebuah area yang luasnya sekitar seperlima dari luas Amerika Serikat, di 16.825 lokasi di seluruh dunia yang merupakan rumah bagi spesies langka dan terancam.
Jumlah tersebut belum termasuk hampir 16% wilayah dunia yang telah memiliki tingkat perlindungan tertentu.
Studi tersebut memperkirakan butuh biaya sebesar US$263 miliar untuk mengakuisisi area baru, yang sebagian besar merupakan lahan milik pribadi, dengan nilai saat ini selama lima tahun ke depan.
"Waktu tidak berpihak pada kita karena akan semakin mahal dan semakin sulit untuk menyisihkan kawasan lindung tambahan," kata Carlos, dikutip dari Reuters, Selasa (25/6).
Pembebasan lahan merupakan sebagian besar biaya pembuatan kawasan lindung, dan studi ini tidak mempertimbangkan biaya pemeliharaan untuk menjaga kawasan lindung.
Sekitar tiga perempat dari lokasi tersebut adalah hutan tropis, yang merupakan ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Filipina, Brasil dan Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari separuh situs bernilai tinggi tersebut.
Rusia adalah negara yang memiliki wilayah bernilai tinggi yang paling siap untuk konservasi, dengan 138.436 km persegi yang diidentifikasi dalam penelitian ini, sebuah wilayah seluas Yunani.
Beberapa negara Afrika juga menduduki peringkat teratas. Madagaskar disebut memiliki jumlah situs tertinggi keempat secara keseluruhan, sementara Republik Demokratik Kongo memiliki area terbesar yang ditargetkan untuk konservasi di benua tersebut.
Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara maju di antara 30 negara teratas dalam studi ini, dengan 0,6% situs atau area yang luasnya dua kali lipat dari Delaware.
Para peneliti hanya mempertimbangkan ekosistem darat dan air tawar, tetapi tidak mempertimbangkan lautan atau kawasan lindung laut.
Para peneliti tidak memasukkan invertebrata dalam penelitian ini karena distribusi geografis serangga dan hewan lainnya belum dipetakan dengan baik.