Katadata Green HUT RI 79
Banner

Emisi Gas Rumah Kaca N2O Naik 40% dalam 40 Tahun

Freepik
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 13 Juni 2024, 13.33

Menurut studi terbaru, emisi gas nitrous oxide (N2O) oleh manusia telah meningkat 40% dalam 40 tahun terakhir. 

Anggaran N2O global kedua juga menunjukkan kenaikan laju pertumbuhan tahunan emisi N2O dengan pertanian sebagai sumber utama.

Dikenal sebagai gas rumah kaca yang terlupakan, N2O memiliki potensi pemanasan 300 kali lipat dari karbon dioksida (CO2). N2O digunakan dalam lingkungan medis sebagai obat bius yang dijuluki gas tertawa dan sebagai obat penenang dalam tabung kecil yang biasa disebut nang.

Namun, penciptaannya sebagai produk sampingan dari penggunaan pupuk berbasis nitrogen di seluruh dunia telah menjadikannya salah satu gas rumah kaca yang menjadi target global.

N2O menjadi salah satu gas bersama CO2 yang perlu dibatasi untuk menjaga suhu rata-rata di bawah kenaikan 2 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat pra-industri.

CO2 menyumbang 65% emisi global setiap tahunnya, sementara metana menambah 16% emisi setara CO2, dan N2O sekitar 7%.

Kepala Ilmuwan Penelitian Lingkungan CSIRO, Pep Canadell, mengatakan N2O kini terakumulasi dengan lebih cepat dan lebih cepat lagi.

“Selama tiga tahun terakhir. Kami telah melihat tingkat pertumbuhan akumulasi N2O ke atmosfer yang lebih cepat lagi, hampir 30% lebih cepat dari dekade sebelumnya,” ujar Pep, yang juga penulis studi baru ini, dikutip dari Australian Broadcasting Corporation pada Rabu (12/6).

Menurut Direktur Eksekutif Global Carbon Project Dr Canadell, penyebab nomor satu karena manusia memproduksi lebih banyak. Ia mengatakan ada juga umpan balik berulang N2O di mana ketika bumi semakin hangat, akan ada peningkatan emisi gas tersebut dari alam - seperti tanah hutan tropis.

Namun, sebagian besar emisi N2O yang mempengaruhi perubahan iklim adalah antropogenik, yang berarti emisi tersebut berasal dari aktivitas manusia.

Ilmuwan Iklim dari Imperial College London, Joeri Rogelj, yang tidak terlibat dalam studi baru ini, mengatakan anggaran N2O merupakan penelitian yang otoritatif mengenai sumber-sumber gas.

Penulis utama studi keenam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, Profesor Rogelj, mengatakan emisi N2O perlu diturunkan sekitar 20-25% pada 2050 agar sesuai dengan tujuan Perjanjian Paris, yaitu menjaga kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celcius atau bahkan 1,5 derajat Celcius.

“Sektor dominan yang menghasilkan emisi N2O adalah sektor pertanian, dan emisinya masih terus meningkat. Oleh karena itu, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Berbagi dan menerapkan praktik-praktik terbaik sangat penting untuk menjaga emisi ini serendah mungkin,” katanya.

Negara-negara Eropa, tidak termasuk Rusia, secara kolektif dulunya merupakan penyumbang N2O terbesar, namun telah mengurangi emisi sebesar 31% sejak tahun 1980-an.

Namun, penurunan di Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korea, Rusia, dan Australia telah diimbangi oleh kenaikan di tempat lain. Tiongkok dan Asia Selatan - sebagian besar negara di anak benua India - kini menjadi kontributor terbesar.

Berdasarkan anggaran N2O terbaru, sekitar 74% emisi N2O antropogenik berasal dari sektor pertanian dalam satu dekade terakhir.

Bagi Peneliti dari Queensland University of Technology, yang mempelajari gas rumah kaca di sektor pertanian, Peter Grace, tidak mengherankan jika terjadi peningkatan emisi N2O.

Ia mengatakan lebih banyak pupuk nitrogen digunakan untuk meningkatkan produksi guna membantu menumbuhkan makanan bagi populasi dunia yang terus bertambah.

“Lebih banyak produksi ternak juga telah meningkatkan jumlah pupuk kandang, sumber nitrogen yang dihasilkan,” kata Profesor Grace.

Populasi global tumbuh dari sekitar 3,08 miliar orang pada 1961 menjadi 7,7 miliar pada 2019. Pada periode yang sama, terjadi peningkatan produksi pupuk nitrogen sebesar 95%, menjadi 122,74 juta ton per tahun dari 12,94 juta ton.

Target Emisi Pupuk

Beberapa negara telah memperkenalkan target emisi pupuk atau batas penggunaan untuk memperlambat kontribusi N2O. Selandia Baru membatasi jumlah pupuk nitrogen yang dapat digunakan per hektar pada 2021.

Kanada menetapkan pengurangan sukarela sebesar 30% pada 2030 dari level emisi pupuk tahun 2020, namun dikritik karena kurangnya konsultasi dengan industri pertanian.

Pemerintah federal Australia belum mengungkapkan rencananya untuk mengurangi gas rumah kaca dari sektor pertanian dan lahan. Mayoritas emisi gas rumah kaca dari industri pertanian Australia pada 2020-21 adalah metana (79%), diikuti oleh N2O (18%) dan CO2 (4%).

Meskipun Australia bukan salah satu penghasil emisi N2O terbesar di dunia, masih ada diskusi seputar apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi untuk tanaman, seperti tebu, yang menggunakan banyak pupuk nitrogen.

Menurut Profesor Grace, ada beberapa upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen, namun metode yang ada saat ini harus dibayar mahal oleh para petani. “Oleh karena itu, penggunaan teknologi ini masih terbatas,” katanya.

Profesor Grace menyusun sebuah buku putih untuk Fertilizer Australia, kelompok industri pupuk terkemuka di Australia, berisikan opsi-opsi untuk mengurangi produksi gas rumah kaca di bidang pertanian yang tidak akan berdampak pada produksi.

Buku putih tersebut menyarankan pemerintah federal untuk memberikan subsidi kepada perusahaan pupuk guna menambahkan bahan kimia ke dalam urea, pupuk nitrogen yang paling umum, tanpa biaya kepada petani demi mengurangi jumlah nitrogen oksida yang dihasilkan.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.