Banner

Tiongkok Bangun PLTS Raksasa dan Lirik Produk Pertanian Berkelanjutan

vecteezy.com/papan saengkutrueang
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 4 Juni 2024, 08.08

Sebuah perusahaan milik negara Tiongkok menyatakan telah menghubungkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terbesar di dunia ke jaringan listrik di barat laut Xinjiang pada Senin (3/6).

Pembangkit tersebut dilaporkan berkapasitas 5 gigawatt (GW) dan berdiri di area seluas 200.000 hektar di daerah gurun ibu kota Urumqi.

Setiap tahun, PLTS ini akan menghasilkan sekitar 6,09 miliar kilowatt jam (kWh) listrik. Jumlah yang cukup untuk menyalakan listrik di negara Papua Nugini selama satu tahun.

Dua fasilitas tenaga surya terbesar yang beroperasi sebelumnya juga berada di Tiongkok bagian barat: proyek tenaga surya gurun pasir Ningxia Tenggeli milik Longyuan Power Group dan kompleks tenaga surya Golmud Wutumeiren milik China Lufa Qinghai New Energy.

Pelacak tenaga surya Global Energy Monitor mengatakan kedua fasilitas tersebut berkapasitas 3GW, dikutip dari Reuters pada Senin (3/6).

Xinjiang yang berpenduduk jarang dan kaya akan sumber daya matahari dan angin telah menjadi pusat pangkalan energi terbarukan besar. Sebagian besar daya listriknya mengalir jauh ke pesisir timur Tiongkok yang padat penduduk.

Langkah Awal Menuju Produk Pertanian Berkelanjutan

Grup makanan terkemuka Tiongkok, COFCO International, dilaporkan telah mendaratkan kargo pertama kedelai bebas deforestasi untuk keperluan domestik pada Jumat (31/5).

Ini menandai apa yang dikatakan oleh para pelaku industri sebagai tonggak sejarah bagi sebuah negara yang memprioritaskan harga daripada keberlanjutan dalam impor pertaniannya.

Tiongkok merupakan pembeli utama produk pertanian, termasuk kedelai dan daging sapi, yang merupakan pendorong deforestasi global.

Namun, Negeri Tirai Bambu ini masih tertinggal dari negara-negara barat dalam menuntut agar produk yang dihasilkan, termasuk minyak kelapa sawit, tidak bersumber dari lahan yang terkait dengan deforestasi atau konversi habitat alami.

Hal ini perlahan-lahan berubah. COFCO International bersama dengan China Mengniu Dairy Company dan Inner Mongolia Yili Industrial Group Co Ltd pada tahun lalu meminta para pemasok dan konsultan untuk mencari kedelai yang berkelanjutan, dikutip dari Reuters pada Jumat (31/5).

Volume pembeliannya sangat kecil dalam konteks pembelian Tiongkok secara keseluruhan. Namun, implikasi dari pengadaan yang lebih ramah lingkungan ini sangat signifikan, mengingat selera Tiongkok yang sangat besar terhadap barang-barang pertanian, bahkan ketika mereka berusaha untuk mengurangi ketergantungan mereka pada impor.

Partisipasi COFCO, yang membawa kargo di pelabuhan Tianjin untuk anak perusahaan Mengniu, Modern Farming Group, juga mengirimkan sinyal kepada pembeli lain tentang niat Beijing.

“Ada pergeseran yang nyata dalam tren pembelian di antara para pembeli Tiongkok ke arah produk-produk yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ujar seorang pialang yang berbasis di Singapura, yang tidak mau disebutkan namanya karena alasan kerahasiaan bisnis.

Dorongan Kebijakan

Sementara upaya-upaya keberlanjutan di Barat sering kali didorong oleh konsumen, pergeseran di Tiongkok dipicu oleh sinyal-sinyal kebijakan dan juga tekanan dari para investor.

Pada 2020, Presiden Xi Jinping berjanji bahwa Tiongkok, negara penghasil polusi terbesar di dunia, akan mencapai puncak emisi pada tahun 2030 dan netralitas karbon pada tahun 2060. 

Dalam sebuah kesepakatan tahun lalu, Tiongkok dan Amerika Serikat bekerja sama untuk mengurangi deforestasi.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.