Cina bersumpah untuk secara mempertahankan kepentingannya dalam menghadapi kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) yang sangat besar. Raksasa Asia itu juga memperingatkan bahwa hambatan perdagangan akan mempengaruhi hubungan yang lebih luas antara kedua negara adidaya ekonomi tersebut.
Pada Selasa (14/5), Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa tarif impor kendaraan listrik Cina senilai US$18 miliar (Rp 288 triliun) dan berbagai produk lainnya akan naik selama dua tahun ke depan.
Gedung Putih mengatakan bahwa langkah-langkah tersebut dirancang untuk melindungi pekerja dan bisnis Amerika dalam menghadapi praktik perdagangan Cina yang tidak adil, termasuk membanjiri pasar global dengan ekspor dengan harga murah.
Cina dengan tegas menentang tarif baru tersebut. "Kenaikan tarif... oleh Amerika Serikat bertentangan dengan komitmen Presiden Joe Biden untuk tidak berusaha menekan dan menahan perkembangan Tiongkok dan tidak berusaha memisahkan diri dan memutuskan hubungan dengan Tiongkok," kata Kementerian Perdagangan dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip CNN, Selasa (14/5).
Kementerian Perdagangan Cina juga mengingatkan bahwa hal ini akan berdampak serius pada suasana kerja sama bilateral kedua negara.
Mobil listrik yang diimpor dari Cina akan mengalami kenaikan tarif lebih dari empat kali lipat dari 27,5% menjadi 100%. Kebijakan AS ini dimaksudkan untuk menantang praktik Beijing yang mendorong harga rendah secara agresif oleh produsen mobil listrik dalam negeri tetapi di sisi lain memungut tarif 40% untuk impor mobil AS.
Selain mobil listrik, kenaikan tarif akan berlaku untuk impor baja dan aluminium Cina, semikonduktor lawas, komponen baterai, mineral penting, sel surya, derek, dan produk medis.
Tarif untuk sel surya dan semikonduktor akan naik dua kali lipat menjadi 50%. Sementara itu, produk-produk impor lainnya akan dikenakan tarif 25%.
"Cina menentang pengenaan tarif secara sepihak yang melanggar peraturan (Organisasi Perdagangan Dunia/WTO), dan akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya yang sah," ujar juru bicara kementerian luar negeri Cina Wang Wenbin kepada para wartawan, pada Selasa (14/5).
Pernyataan Wang itu disampaikan tidak lama sebelum Gedung Putih mengumumkan kebijakan tersebut. Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa Cina akan mengambil langkah-langkah tegas untuk mempertahankan hak-hak dan kepentingannya. Kementerian Perdagangan Cina juga mendesak pemerintahan Biden untuk memperbaiki kesalahannya.
Surplus perdagangan global Cina dalam bentuk barang telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir dan kini mendekati US$1 triliun (Rp 16.000 triliun). Hal ini memicu ketegangan dengan Amerika Serikat dan Eropa.
Pemerintahan Biden dan para pejabat Uni Eropa khawatir bahwa Beijing sedang berusaha mengatasi masalah kelebihan kapasitas yang dipicu oleh subsidi dalam ekonominya yang sedang melambat dengan cara membuang kelebihan produknya ke pasar-pasar global. Para pemimpin dari negara-negara maju yang tergabung dalam G7 akan mendiskusikan bagaimana mereka akan melindungi industri mereka pada pertemuan puncak bulan depan.
Wang menambahkan pertumbuhan industri energi baru Tiongkok - termasuk kendaraan listrik, baterai lithium, dan produk fotovoltaik - dibangun di atas inovasi teknis yang berkelanjutan, rantai industri dan pasokan yang lengkap, serta persaingan pasar yang ketat. "Keunggulan kami adalah hasil dari keunggulan komparatif dan aturan pasar yang digabungkan, bukan karena subsidi," kata Wang.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.