Bagi sebagian warga di Nusa Tenggara Timur (NTT), kemerdekaan belum sepenuhnya dirasakan dari kebutuhan paling mendasar: akses air bersih. Di banyak desa, warga masih bergantung pada air hujan dan air tangki. Waktu produktif kerap habis hanya untuk berjalan kaki mengambil air. Di tengah keterbatasan itu, kolaborasi lintas pihak menjadi kunci menghadirkan perubahan yang berkelanjutan.
Melalui Program Merdeka Air 2025, Solar Chapter menempatkan komunitas lokal sebagai pusat penggerak. Program ini dirancang agar desa tidak sekadar memiliki fasilitas air bersih, tetapi juga mampu mengelola dan memberdayakan sistem tersebut dalam jangka panjang. Berkat kolaborasi multipihak antara masyarakat, pemerintah desa, mitra CSR, dan Solar Chapter, Program Merdeka Air 2025 terlaksana di sembilan desa yang tersebar di Pulau Timor dan Sumba.
Seluruh implementasi berlangsung pada Januari serta Agustus hingga November 2025. Penguatan kapasitas lokal, pembentukan skema dana desa dan CSR, serta penyesuaian struktur komunitas sesuai kondisi masing-masing desa menjadikan masyarakat bukan hanya penerima manfaat, melainkan mitra utama. Meski setiap desa memiliki tantangan geografis dan karakter komunitas yang berbeda, seluruhnya bergerak dengan tujuan yang sama: memastikan sistem air bersih dapat berkelanjutan.
“Perjalanan Program Merdeka Air tahun ini cukup challenging, ada banyak hal yang selalu perlu penyesuaian dikarenakan faktor di luar kuasa kita, tapi semua bisa terlewati berkat kolaborasi yang baik, Solar Chapter tidak mungkin bisa bergerak sendiri, dan semua terbayarkan saat melihat senyum bahagia setiap kali program air berhasil mengalirkan air sampai di depan rumah warga. Semoga air bisa terus bermanfaat dan mengalir sampai anak cucu.” ucap Senior Program Associate Solar Chapter, Amalia Narya.
Momentum kemerdekaan Indonesia pada Agustus menjadi penanda penting pelaksanaan Program Merdeka Air di Desa Tublopo. Desa ini dikenal dengan semangat gotong royong para mama yang terlibat aktif sejak awal implementasi. Upaya kolektif itu berbuah manis ketika tepat pada Hari Kemerdekaan Indonesia, air bersih mulai mengalir ke rumah-rumah warga.
Melalui kolaborasi tersebut, Desa Tublopo kini mencapai 100 persen merdeka air. Program Merdeka Air 2025 melengkapi kebutuhan 592 warga dari 140 keluarga dengan akses air yang lebih dekat dan debit mencapai 52.000 liter per hari. Perubahan yang dirasakan warga tidak hanya soal air yang mengalir, tetapi juga menjadi contoh bagaimana sistem yang dikelola bersama komunitas lokal mampu menciptakan dampak nyata.
Perjalanan program kemudian berlanjut ke Pulau Sumba, tepatnya di Desa Wee Lima dan Desa Watu Labara. Kedua desa ini menghadapi tantangan berat, mulai dari kontur tanah curam, jarak sumber air yang jauh, hingga biaya implementasi yang tinggi. Desa Watu Labara mencatat jumlah warga terdampak tertinggi tahun ini, yakni 2.126 warga.
Kepala Desa Watu Labara, Marten Melo, sempat menyampaikan keraguannya.
“Awalnya saya tidak yakin, posisi bak ini tinggi sekali. Saya takut air tidak sampai, tapi ketika akhirnya mengalir. Lebbih dari wow, kami senang, harapan besar akhirnya dapat terwujud” ucap Kepala Desa Watu Labara, Marten Malo.
Momen mengalirnya air menjadi peristiwa tak terlupakan bagi warga. Keraguan berubah menjadi keyakinan bahwa kolaborasi multipihak mampu mewujudkan perubahan yang sebelumnya sulit dibayangkan.
Sementara itu, di Desa Wee Lima, kolaborasi Solar Chapter dan mitra CSR menghasilkan implementasi dengan nilai investasi tertinggi tahun ini, mencapai Rp500 juta. Tantangan utama berasal dari perbedaan elevasi yang melebihi tinggi Monumen Nasional (Monas), yakni 146 meter. Kondisi tersebut menuntut pipa transmisi lebih panjang, kebutuhan daya lebih besar, serta penyesuaian teknis di lapangan. Pekerjaan berat ini berhasil diselesaikan dengan memadukan teknologi dan kearifan lokal. Kini, warga Desa Wee Lima menikmati akses air bersih yang stabil tanpa harus mengalokasikan pendapatan untuk membeli air tangki.
Sebanyak tujuh desa di Pulau Timor, yakni Takarai, Tublopo, Oenenu Selatan, Nansean, Nifukani, Fafinesu, dan Uabau merasakan dampak Program Merdeka Air 2025. Sebelumnya, banyak warga hanya mengandalkan air hujan atau membeli air tangki dengan harga mahal.
Sebagian lainnya harus berjalan jauh setiap hari untuk mengambil dua hingga tiga jeriken air, kondisi yang memengaruhi produktivitas rumah tangga dan pendidikan.
Di Desa Oenenu Selatan, Esni, Kepala Dusun Dua, menggambarkan kondisi sebelum program berjalan.
“Sebelum air masuk, masyarakat ambil air di kali. Kalau ada uang sedikit-sedikit isi fiber, kalau tidak ada uang ya semuanya ke kali. Waktu dengan air mau masuk desa, senang sekali. Mau masuk, mau tarik pipa, meski cape tetap maju.” ulas Esni.
Semangat gotong royong serupa juga terjadi di desa-desa lain. Kerja kolektif inilah yang memperkuat keberhasilan program, memastikan infrastruktur air menjadi bagian dari komitmen bersama.
Kepala Desa Nifukani, Mateos Selan, menceritakan perubahan suasana pagi di desanya sejak sistem berfungsi.
“Pagi ini saya bangun, saya tidak lihat masyarakat pergi ke mata air lagi, semua ada di depan keran, dan saya keliling dari ujung sampai ujung saya bangga. Saya senang melihat masyarakat ambil air di depan rumah.” ujar Mateos Selan, “Mata air hari ini sepi.” Dengan penuh semangat.
Menurutnya, perubahan sederhana ini mengembalikan waktu produktif warga. Dampak serupa dirasakan di desa-desa lainnya di Timor dan Sumba.
Dari sembilan desa intervensi, 8.680 warga merasakan dampak Program Merdeka Air 2025. Rata-rata penerima manfaat mencapai 964 warga per desa, dengan jumlah tertinggi di Desa Watu Labara sebanyak 2.126 warga. Seluruh capaian ini didukung pendanaan gabungan sebesar Rp5,13 miliar, hasil kolaborasi dana desa, mitra CSR, dan berbagai pihak pendukung.
Pendekatan implementasi disesuaikan dengan kondisi desa. Desa Fafinesu menjadi satu-satunya desa yang mengandalkan sistem gravitasi penuh, sementara Desa Nifukani memanfaatkan mata air dari sebuah embung. Delapan dari sembilan desa menggunakan energi surya sebagai sumber utama, dengan jumlah panel terpasang antara 8 hingga 48 unit. Rata-rata volume air yang dipompa mencapai lebih dari 62.000 liter per hari, dengan jaringan pipa transmisi sepanjang 600 hingga 1.400 meter.
Solar Chapter berkomitmen menghadirkan solusi akses air bersih berkelanjutan melalui pendekatan end-to-end, mulai dari pemetaan hingga penguatan pasca-implementasi. Melalui Water Mapping (Mengalir.co), data akses air dikumpulkan dan diverifikasi langsung oleh masyarakat sebagai dasar advokasi dan penentuan wilayah intervensi.
Komitmen ini dilanjutkan dengan penguatan kapasitas masyarakat dan komite air melalui program Solar Champions, guna membangun kemandirian desa dalam mengelola sistem air. Pendekatan berbasis komunitas, pelatihan tata kelola air, serta kolaborasi dengan masyarakat, mitra CSR, dan pemerintah desa menjadi fondasi agar air bersih dapat terus mengalir hingga generasi mendatang.