Indonesia diprediksi membutuhkan sekitar 32.000 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) pada 2030. Hal itu meimbang semakin tingginya populasi kendaraan listrik di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengungkapkan pemerintah Indonesia menargetkan populasi mobil listrik mencapai 2 juta unit dan motor listrik mencapai 13 juta unit pada 2030. Untuk itu, Kementerian ESDM terus mempercepat pembangunan infrastruktur pendukungnya sehingga terbentuk ekosistem kendaraan Listrik.
"Pemerintah Indonesia telah menetapkan target yang ambisius untuk penerapan kendaraan listrik, yang bertujuan untuk memiliki 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit kendaraan listrik roda dua di jalan pada tahun 2030," ujar Dadan dikutip Senin (27/5).
Dadan mengakui masih terdapat kesenjangan harga yang tinggi antara kendaraan listrik dengan kendaraan konvensional. Untuk menutup disparitas harga tersebut, Pemerintah Indonesia memberikan insentif pajak dan subsidi untuk mobil listrik, mobil hibrida, dan sepeda motor listrik.
Dadan mengatakan, Indonesia menyiapkan dana US$ 455 juta untuk mensubsidi penjualan sepeda motor listrik. Subsidi tersebut mencakup penjualan 800 ribu sepeda motor listrik baru dan konversi 200 ribu sepeda motor berbahan bakar minyak.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahjana, mengatakan pengembanga 2 juta kendaraan berbasis listrik roda empat dan 13 juta kendaraan listrik roda dua tersebut diharapkan bisa menghemat energi sebesar 29,79 Million Barrel Oil Equivalent (MBOE) dan reduksi emisi gas buang sebanyak 7,23 juta CO2.
"Target tersebut merupakan bagian dari strategi percepatan program kendaraan listrik dan ekosistemnya, selain itu juga untuk akselerasi transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060," ujarnya.
Agus mengatakan Indonesia tengah serius dalam upaya untuk mengembangkan rantai pasok ekosistem baterai kendaraan listrik, mulai dari hulu hingga ke hilir. Hal itu mengingat Indonesia dianugerahi potensi nikel yang cukup besar dalam mendukung pengembangan industri ekosistem kendaraan listrik.
"Saat ini, pengolahan bijih nikel menjadi nikel dan kobalt sulfat sudah ada. Proyek-proyek berikutnya yang perlu dilaksanakan dan dipromosikan adalah pembuatan prekursor baterai, katoda, sel baterai, dan baterai, mengingat industri pengisian daya listrik dan daur ulang baterai juga sudah ada," ujarnya.
Agus mengatakan, terdapat sembilan perusahaan pengolah bijih nikel menjadi nikel dan kobalt sulfat, yang merupakan salah satu material dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Empat perusahaan di antaranya sudah beroperasi, tiga dalam tahap konstruksi, dan sisanya masih dalam studi kelayakan.
"Industri baterai kendaraan listrik roda empat di Karawang telah beroperasi dengan kapasitas 10 GWh pada bulan ini," imbuhnya.
Selain itu, Agus mengatakan, ekosistem kendaraan listrik perlu didukung pula dengan infrastruktur pengisian daya yang kuat. Tercatat pada April 2024, jumlah total stasiun pengisian daya yang tersedia sudah mencapai 1.566 unit, sementara unit baterai swap sebanyak 1.772 unit.
Pemerintah menargetkan akan menambah hingga 48.118 unit stasiun pengisian daya dan 196.179 unit stasiun swap pada tahun 2030 nanti.
Meski demikian, Agus mengutarakan bahwa untuk mencapai hal itu semua membutuhkan kolaborasi dan sumbangsih dari seluruh pihak, baik itu pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, hingga mitra internasional.
"Target transisi energi sangat menantang dan ambisius karena membutuhkan teknologi rendah karbon yang inovatif, industri pendukung, pendanaan yang masif, serta komitmen dan kolaborasi yang kuat dari semua pihak," ujarnya.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.