Organisasi Maritim Internasional alias IMO sepakat menerapkan pungutan atas emisi kapal yang tidak mencapai target iklim industri. Ini adalah skema penetapan harga karbon global pertama untuk setiap pencemar industri.
Pajaknya ditetapkan sebesar US$380 atau Rp6,3 juta per metrik ton emisi CO2 ekuivalen di atas batas yang ditetapkan. Ada juga tambahan penalti US$100 atau Rp1,6 juta per ton tambahan emisi CO2 ekuivalen yang melebihi batas emisi lebih ketat.
Hal ini disepakati Jumat (11/4) usai negosiasi selama minggu di kantor pusat organisasi tersebut. Denda bakal berlaku per 2028 untuk kapal di seluruh dunia, namun negara anggota IMO wajib memberi persetujuan dalam pertemuan pada Oktober mendatang.
Di sisi lain, kapal juga berkesempatan terlibat dalam perdagangan kredit karbon satu sama lain. Pasalnya, kapal yang berhasil mengurangi emisi di bawah batas yang lebih ketat bakal diberi kredit yang bisa dijual ke kapal yang menghasilkan emisi di atas batas.
Melansir Earth, mekanisme ini dirancang untuk memotivasi operator kapal agar memodifikasi kapal, sehingga menggunakan bahan bakar rendah emisi dan meningkatkan efisiensi operasional. The Guardian menghitung peraturan ini bisa menghasilkan sekitar US$ 10 juta per tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil dari perkiraan US$ 60 miliar per tahun dari pajak karbon tetap.
Pendapatan yang dihasilkan dari peraturan ini bakal diinvestasikan kembali ke sektor pelayaran. Duitnya bakal dipakai untuk adopsi teknologi yang lebih bersih.
Pada 2030, batas emisi utama mewajibkan kapal mengurangi intensitas emisi bahan bakarnya sebesar 8% dibandingkan dengan standar dasar tahun 2008. Sedangkan standar yang lebih ketat menuntut pengurangan sebesar 21%. Pada tahun 2035, standar utama akan mengurangi emisi bahan bakar sebesar 30%, dibandingkan dengan 43% untuk standar yang lebih ketat.