Katadata Green
Banner

Ekonomi Sirkular, Solusi Pengelolaan E-waste Berkelanjutan

Erafone
Avatar
Oleh Lucky Maulana Firmansyah 13 April 2025, 12.14

Di era mutakhir, barang elektronik seperti ponsel pintar dan laptop telah menjadi kebutuhan primer. Namun, tren pemakaian teknologi untuk menunjang kehidupan sehari-hari telah menciptakan dampak negatif: timbulan sampah elektronik.

Masalahnya—seperti halnya jenis sampah lain—laju timbulan e-waste tak sebanding dengan kecepatan daur ulangnya. Menurut statistik Global E-waste Monitor pada 2024, kenaikan sampah elektronik lebih cepat lima kali lipat ketimbang capaian daur ulangnya.

Secara lebih dalam, laporan yang sama menyebut jumlah timbulan sampah elektronik sedunia mencapai 62 miliar kg. Dari jumlah tersebut, cuma 22,3 persen yang berhasil dikumpulkan serta didaur ulang secara ramah lingkungan.

Sebagian besar dari sisa e-waste itu antara lain dikumpulkan dan didaur ulang secara informal terutama di negara berkembang, serta berakhir di tempat pembuangan (landfill).

Di Indonesia, timbulan e-waste nasional telah mencapai 2,1 juta ton pada 2023, berdasarkan catatan Kementerian PPN/Bappenas. Sayangnya, lembaga tersebut tak memerinci sampah elektronik yang berhasil didaur ulang.

Namun, Kementerian PPN/Bappenas menyatakan pengelolaan sampah dan limbah elektronik di Indonesia masih didominasi oleh sektor informal.

Selain meminimalisir dampak lingkungan, pendaurulangan sampah elektronik menjadi penting tersebab itu mengandung mineral dengan kegunaan penting. Global E-waste Monitor memerinci beberapa logam berharga yang dapat diperoleh dari daur ulang e-waste, seperti tembaga, besi, dan emas.

Apalagi, bahan baku tersebut termasuk sebagai sumber daya alam tidak terbarukan, jumlahnya terbatas, serta produksinya bergantung pada ekstraksi alam.

Namun, menurut laporan Global E-waste Monitor, pendaurulangan material sekunder, seperti tembaga, besi, dan emas memiliki peluang ekonomi sebesar US$91 miliar. Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa material tersebut dapat dipulihkan secara efisien dengan bantuan teknologi pengelolaan limbah.

Adopsi Ekonomi Sirkular

Adopsi ekonomi sirkular dapat menjadi solusi untuk mengurangi timbulan e-waste, serta memulihkan kembali pasokan bahan baku untuk barang elektronik.

Menukil dari Kementerian PPN/Bappenas, pemerintah maupun sektor swasta telah memulai inisiatif pengelolaan sampah elektronik. Dari aspek regulasi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

Sementara di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan drop box pengumpulan sampah elektronik. Setelah dikumpulkan, e-waste tersebut akan dikirimkan dan diolah oleh PT Citra Asia Raya.

Adapun, dari sektor swasta, erafone turut mengadopsi praktik ekonomi sirkular untuk pengelolaan e-waste. Melalui inisiatif erafone Jaga Bumi, perusahaan ritel seluler multi-brand itu menghadirkan sejumlah titik drop box bagi konsumen yang ingin membuang perangkat elektroniknya secara aman. 

Adapun tempat pengumpulan perangkat elektronik itu tersebar di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang.

Dalam rantai nilai e-waste, erafone melibatkan mitra yang melakukan proses pemilahan sampah elektronik, penimbangan bobot, pemilahan, pemisahan komponen e-waste, dan proses daur ulang.

“Proses daur ulang ini biasanya terpisah sesuai masing-masing komponen yang sudah melewati proses pemisahan dan dikerjasamakan dengan pihak lain/pabrik yang melakukan proses daur ulang dalam skala besar,” kata Group Chief HC, GA, Legal & CSR Erajaya Group, Jimmy Perangin Angin, dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Dalam proses pengolahan sampah elektronik, beberapa material yang bisa dipulihkan yakni plastik, metal, PCB, dan baterai. Selanjutnya, material tersebut diolah sesuai jenus masing-masing hingga dapat digunakan kembali oleh produsen.

Jimmy menyampaikan optimismenya bahwa kelak kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah elektronik akan meningkat seiring perkembangan regulasi dan praktik berkelanjutan.

“Diharapkan pelaku usaha swasta akan semakin tertarik untuk menggarap sektor ini,” ujar Jimmy seraya menambahkan bahwa untuk membentuk ekosistem pengelolaan e-waste Indonesia perlu menyediakan regulasi yang mendukung serta insentif bagi para pelaku.

Berdasarkan kalkulasi Kementerian PPN/Bappenas, penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 12,2 triliun pada 2030.

Adapun dari sisi lingkungan, praktik ekonomi sirkular pada sektor ini dapat dapat membantu Indonesia menghindari hampir 0,4 juta ton emisi CO2, serta menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada 2030.

Reporter : reportergreen Editor : Fitria Nurhayati
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.