Katadata Green
Banner

Pengelolaan Sampah Elektronik: Langkah Mencegah Bencana Lingkungan

Freepik/mayaung994
Avatar
Oleh Lucky Maulana Firmansyah 25 Maret 2025, 11.47

Dunia tengah menghadapi krisis sampah elektronik atau e-waste. Seturut data dari United Nations Environment Programme (UNEP), sekitar 54 juta sampah elektronik dihasilkan setiap tahunnya. 

Jika dibagi dengan jumlah manusia di bumi ini, maka setiap orang menghasilkan sampah elektronik sebesar 7kg. Angka yang tentu terbilang cukup besar. 

Dan, menurut UNEP, jumlah sampah elektronik diprediksi melonjak dua kali lipat pada 2050 jika tak ada intervensi. Lembaga tersebut mendefinisikan sampah elektronik sebagai limbah dari perangkat seperti ponsel, komputer, dan lainnya. 

Tapi, perkara sampah elektronik tidak hanya dari jumlahnya yang besar. Menurut UNEP, Tingkat daur ulang sampah jenis ini juga rendah: hanya 17 persen. Sebagian besar sampah elektronik tersebut seringkali dibuang. 

Melansir laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)sampah elektronik menyimpan risiko terhadap lingkungan. Barang-barang elektronik yang tidak berfungsi dapat mengandung zat beracun. 

Sebut misal, ketika limbah elektronik didaur ulang secara sembarangan, maka berisiko melepaskan hingga 1000 zat kimia berbeda ke lingkungan, termasuk zat neurotoksin seperti timbal. Informasi saja, timbal merupakan unsur logam yang beracun dan dapat merusak tubuh manusia. 

Limbah elektronik ini juga tidak dapat terurai secara alamiah, menurut Geneva Environment Network. Dengan begitu, kandungan racun dapat limbah elektronik tersebut dapat tersebar di lingkungan seperti tanah, air, udara, dan makhluk hidup. 

Karena itu, pengelolaan sampah elektronik menjadi langkah urgen untuk mencegah risiko bencana lingkungan. Setiap individu mesti sadar dan bertanggung jawab untuk mengurus sampah elektronik.

Langkah Pengelolaan E-waste

Melansir laman eraspace, terdapat empat langkah mudah mengelola sampah elektronik. Perlu diingat, pengelolaan sampah elektronik ini berbeda ketimbang sampah biasanya, dan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. 

Langkah pertama mengelola sampah elektronik adalah pengumpulan. Di sini, seseorang dapat mengumpulkan peralatan elektroniknya yang sudah tidak terpakai dalam satu wadah. Selain itu, sebaiknya tidak membuang sampah elektronik ke wadah yang sama dengan sampah rumah tangga. 

Setelah itu, langkah kedua yakni pemilahan. Setelah dikumpulkan dalam satu tempat, sampah elektronik tersebut dipilah berdasarkan jenis-jenisnya. 

Berikutnya, setelah proses pemilahan, identifikasi perangkat elektronik yang masih bisa diperbaiki, dan digunakan kembali. 

Lalu, langkah terakhir, jika ada sampah elektronik yang tidak bisa diperbaiki, maka itu bisa didaur ulang. Namun, perlu diingat daur ulang sampah elektronik tersebut hanya bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki izin pengelolaan sampah elektronik. 

erafone, perusahaan ritel seluler multi-brand, menyebutkan dua tantangan pengelolaan e-waste. Berdasarkan pengalaman perusahaan, mencari mitra yang cocok dengan standar menjadi tantangan pertama. Sebab, ada banyak persyaratan dari sisi internal yang melibatkan beberapa tahapan sehingga membutuhkan waktu. 

Lalu, tantangan kedua yakni partisipasi masyarakat. Di sini, perusahaan berupaya untuk terus mengedukasi, serta melibatkan masyarakat dalam program pengelolaan e-waste.

Di Indonesia, erafone termasuk salah satu perusahaan yang mendorong pengelolaan e-waste. Melalui inisiatif erafone Jaga Bumi, perusahaan menghadirkan sejumlah titik drop box bagi konsumen yang ingin membuang perangkat elektroniknya secara aman. 

Perusahaan telah memulai gerakan  ini sejak pertengahan 2023. Inisiatif dimulai dengan memberikan kesadaran kepada karyawan untuk mengumpulkan gadget yang sudah tidak dipakai. 

Lalu, pada 2024, erafone mulai melibatkan publik melalui event. Dan, pada tahun ini, perusahaan menempatkan dropbox di toko retail secara bertahap agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.

Menurut Group Chief HC, GA, Legal & CSR Erajaya Group, Jimmy Perangin Angin, dalam peta jalan strategi ESG, akronim dari environmental, social, dan governance, pengelolaan sampah elektronik merupakah salah satu fokus yang ingin dicapai perusahaan secara berkelanjutan. 

“Ini merupakan bentuk tanggung jawab atas produk yang kami jual dan didistribusikan kepada konsumen. Kami ingin mendukung ekonomi sirkuler bagi stakeholders yang terlibat,” katanya kepada Katadata Green, Selasa (25/3).

Editor : Fitria Nurhayati
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.