Katadata Green
Banner

Antisipasi Perubahan Iklim, Starbucks Kembangkan Bibit Kopi Hibrida

Katadata/Agustiyanti
Avatar
Oleh Hari Widowati 4 Oktober 2024, 11.38

Lebih dari satu dekade yang lalu, Starbucks membeli perkebunan kopi pertamanya di Kosta Rika. Kini, raksasa kopi ini telah menambahkan dua perkebunan kopi ke dalam portofolionya.

Perusahaan yang berbasis di Seattle ini mengatakan mereka telah berinvestasi di perkebunan lain di Kosta Rika dan perkebunan pertamanya di Guatemala, dengan harapan dapat lebih dekat dengan tujuannya untuk melindungi pasokan kopi dari perubahan iklim.

Meningkatnya suhu, embun beku di Brasil, La Nina selama tiga tahun berturut-turut, dan cuaca ekstrem lainnya telah mengganggu produksi kopi dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menekan pasokan. Bagi Starbucks, yang membeli 3% kopi dunia, kekurangan pasokan ini dapat berarti perebutan biji kopi Arabika  dan harga yang lebih tinggi bagi para pelanggannya. Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS), harga kopi konsumen telah naik 18% selama lima tahun terakhir per Agustus 2024.

“Embun beku di Brasil telah berdampak pada volume (panen kopi) hingga 50%, sehingga kami dapat merasakan dampak yang sangat parah dalam hal ketersediaan produk. Hal ini semakin sering terjadi di seluruh sabuk kopi (coffee belt) dunia,” ujar Roberto Vega, wakil presiden Starbucks untuk agronomi, penelitian dan pengembangan kopi global, dan keberlanjutan, seperti dikutip CNBC, Kamis (3/10). Sabuk kopi mengacu pada wilayah khatulistiwa dengan kondisi ideal untuk menanam biji kopi.

Varietas Kopi Hibrida

Di dua perkebunan baru ini, Starbucks akan mempelajari bagaimana varietas kopi hibrida bekerja pada ketinggian dan kondisi tanah yang berbeda. Atribut tanaman hibrida termasuk produktivitas yang lebih tinggi dan ketahanan terhadap karat daun kopi, jamur yang tumbuh subur di suhu, dan curah hujan yang lebih tinggi.

“Kita dapat mengembangkan hibrida baru, tetapi fakta hibrida berhasil di satu negara dan dalam kondisi tertentu tidak berarti hibrida tersebut akan berhasil di semua tempat,” kata Vega.

Tim Vega juga berharap dapat mengatasi tantangan lain yang dihadapi petani kopi yang bukan merupakan akibat langsung dari perubahan iklim.

Sebagai contoh, perkebunan baru perusahaan di Guatemala berukuran kecil, dengan tanah yang sudah menipis dan produktivitas yang rendah. Starbucks berharap melakukan perubahan dengan memulihkan tanahnya. Kemudian, mereka akan menggunakan pembelajaran tersebut untuk mengajari petani lain bagaimana melakukan hal yang sama.

“Kebun kopi belum tentu dalam kondisi yang baik, dan itulah yang kami cari. Kami menginginkan sebuah pertanian yang benar-benar mencerminkan tantangan yang dihadapi petani saat ini,” kata Vega.

Di perkebunan kedua di Kosta Rika, yang terletak di sebelah Hacienda Alsacia, Starbucks berencana untuk menggunakan drone, mekanisasi, dan teknologi lainnya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang dihadapi oleh banyak petani di Amerika Latin.

Starbucks pada akhirnya berencana untuk membeli dua perkebunan lagi di Afrika dan Asia. Penambahan itu akan memperluas portofolio pertaniannya di seluruh sabuk kopi dunia.

Reporter : reportergreen Editor : Hari Widowati
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.